Part 17

729 73 5
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Sasuke x Hinata

Mobil putih berhenti didepan sebuah rumah berlantai dua. Fugaku bergegas memasuki rumah putra bungsunya. Ia menghidupkan semua lampu. Langkahnya mantap menapaki anak tangga menuju kamar Sasuke dan Hinata di lantai dua.

Pintu kamar terbuka. Jemari mencari saklar untuk mengusir gelap. Pandangannya menyapu seluruh ruang. Tak ditemukan apa yang dicarinya. Fugaku kembali melangkah menuju ruang kerja Sasuke.

Sebuah buku mencuri perhatiannya. Dia melangkah mendekat dan membukanya. Sedikit perasaan lega menerpa. Hal yang dicarinya ditemukan. Fugaku membacanya. Tertulis segala hal tentang hari yang dijalani putranya setelah menikah. Bahkan Sasuke tak melewatkan hal-hal kecil.

Fugaku duduk dan meraih buku lain. Ia mencatat sesuatu. Segala hal yang dirasanya penting. Lama berkutat hingga tak terasa pagi menjelang. Sinar keemasan memasuki ruang demi ruang.

Lelah. Fugaku merasa begitu lelah. Jiwa dan raga. Tapi tentu kata menyerah tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Dia harus menyelesaikan semua ini.

Beristirahat sejenak. Ia memijit pelipisnya untuk menepis pening. Jemarinya lalu bergerak mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.

***

Matahari bersinar terik. Bar milik Tsunade masih tutup. Namun tak menghalangi Fugaku untuk kesana. Ia ingin membahas sesuatu dengan Tsunade. Sebuah rencana yang melibatkan pertaruhan yang teramat besar.

Tsunade berdiri menunggu Fugaku didepan pintu bar miliknya. Segera menutupnya setelah Fugaku masuk. Ia mengomentari betapa berantakan penampilan teman lamanya lalu menawarkan minuman. Secangkir kopi dan sekaleng bir ringan tersaji. Fugaku berterima kasih.

" Tsunade, aku benar-benar merasa gila akan menyetujui rencanamu tempo hari. Awalnya aku merasa tak mungkin karena kupikir aku tak tahu apa-apa tentang putraku. Tapi kini aku punya sedikit keyakinan. Aku menemukan segala hal tentang Sasuke dan Hinata."

Fugaku menyerahkan buku hasil catatannya pada Tsunade yang sejak tadi diam mendengarkan. Tsunade membacanya sekilas. Dahinya mengernyit.

" Dari mana kau dapat semua informasi ini?"
" Buku jurnal Sasuke. Selama ini ia menulis segala hal yang telah dilaluinya. Termasuk semua hal tentang Hinata."

Tsunade meraih bir kaleng dan menenggaknya. Ia mulai mengerti maksud Fugaku.

" Kau yakin ingin mengganti menantumu dengan seorang jalang?"
" Aku tak pernah bilang akan menggantinya!"

Suara Fugaku meninggi. Ia mengusap wajahnya kasar.

" Aku hanya ingin Sasuke merasa Hinata masih ada disisinya. Setidaknya hingga ia bisa temukan kembali jati dirinya. Aku ingin putraku sembuh dan mampu menerima segala kenyataan."

Kata yang terucap pelan membuat Tsunade semakin iba. Ia lalu menghubungi pelayannya untuk datang ke bar.

Pintu bar menjeblak terbuka. Seorang gadis melangkah dengan hentakan yang dibuat-buat. Wajahnya tertekuk. Mulutnya tak henti menggerutu. Ia lalu duduk disamping bosnya.

" Kenapa siang-siang menyuruhku kesini? Bar bahkan belum buka. Jam kerjaku belum dimulai. Aku juga butuh istirahat."

Tsunade tak mengacuhkan. Pandangannya tertuju pada Fugaku dengan alis terangkat. Fugaku hanya menghela nafas. Pandangan si gadis ikut tertuju pada Fugaku.

" Sebenarnya ada apa sih? Kalau pria ini mau menyewa jasaku bilang saja nanti saat jam kerjaku."

" Kau diam dulu. Akan ku jelaskan nanti sampai kau mengerti. Fugaku, kau yakin dengan rencanamu?"

" Aku tak punya pilihan lain Tsunade."

Tsunade mengangguk. Ia mulai menjelaskan perihal putra Fugaku yang kehilangan istrinya hingga kini kondisi mentalnya terguncang.

" Lalu apa hubungannya denganku?"
" Kau akan berperan sementara sebagai pengganti istrinya."

Suara pekikan terdengar nyaring.

" Apa? Kau ingin aku menjadi istri orang gila? Yang benar saja!"
" Jaga mulutmu Shion!"

Emosi Tsunade tersulut. Ia memang terbiasa dengan perangai pelayannya yang kurang ajar. Tapi tidak didepan rekannya. Fugaku yang sedari tadi diam ikut menimpali.

" Wajahmu sangat mirip dengan mendiang menantuku. Aku berharap kau bisa menjadi obat bagi putraku. Hanya sementara. Aku janji tidak akan lama."

Fugaku lalu menunjukkan foto Hinata di ponselnya. Bola mata Shion membulat. Meski mirip, potret wanita itu begitu terlihat lembut dan anggun. Sangat jauh berbeda dengannya.

" Tuan, aku sama sekali tidak mirip dengan menantumu. Dia jelas wanita berkelas. Apa yang kau harapkan dari jalang sepertiku?"

" Kita bisa mengubah beberapa hal. Kau hanya perlu berakting beberapa waktu."

" Tak ada yang bisa diubah dari seorang jalang, Tuan."

Fugaku kembali menghela nafas. Ia lalu menunjukkan potret Sasuke.

" Ini putraku. Ia sakit karena kehilangan istri yang sangat dicintainya. Berbagai pengobatan sudah dilakukan namun tak ada hasilnya. Hanya kau harapan yang tersisa."

Shion menatap tak berkedip. Mulutnya sedikit menganga. Tak pernah ia melihat pria setampan ini. Tanpa sadar ia menggigit bibirnya. Tsunade berdeham mengembalikan kesadarannya.

" Bagaimana? Kau setuju?"
" Hmm.. tapi kau tahu tarifku mahal."
" Akan kuberikan berapapun yang kau mau jika rencana ini berhasil."

Shion tersenyum lebar mendengarnya.

" Oke aku setuju. Kapan aku harus mulai?"

Fugaku mendesah lega. Setidaknya ia kini punya setitik harapan. Diskusi perencanaan dilakukan hingga hari menjelang malam. Tsunade menutup bar hari itu. Bertekad membantu sang kawan lalui terjalnya masalah kehidupan.



Black RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang