Naruto © Masashi KishimotoSasuke x Hinata
Merah. Hinata memang tak terlalu menyukai warna merah. Tapi ada beberapa warna merah yang disukainya. Mawar merah salah satunya. Sasuke selalu membawa sebuket mawar merah tiap pulang dari tugas diluar kota. Tak lupa juga sekotak cinnamon roll favorit Hinata. Sebuah hal kecil namun mampu membuat Hinata berbunga-bunga.
Tapi, merah kali ini membuat siapapun yang melihatnya bergidik ngeri. Likuid merah pekat itu perlahan mengalir mendekati Hinata. Tubuhnya tak berhenti bergetar. Keringat dingin mengucur deras. Dalam hati menyesali tak menuruti suaminya untuk tidak pergi sendiri.
Seorang pria berwajah bengis melangkah ke depan. Ia terlihat mengelus moncong senjatanya.
" Serahkan semua harta benda kalian. Jika tidak kami tak segan untuk membunuh kalian semua."
Suara serak itu terdengar dingin dan menakutkan. Semua penumpang segera mengeluarkan ponsel dan dompet mereka.
" Hidan, ambil semuanya."
Kemudian seorang pria lainnya yang berambut putih melangkah dan mengambil apa yang diserahkan oleh para penumpang.
" Jangan melawan. Kami hanya mengambil sedikit harta kalian. Pria sinting itu tak akan segan membunuh seseorang. Atau mengambil organ kalian dan menjahitnya asal."
" Diam kau bedebah penganut aliran sesat."
" Ya ya tukang jahit sialan."Hinata menyerahkan ponsel dan dompetnya pada pria berambut putih. Pria bernama Hidan itu tampak memandang Hinata penuh arti. Tersirat sebuah kesedihan di mata itu. Pria itu lalu melangkah lagi.
Hingga sampai di ujung gerbong Hidan berhenti didepan seorang gadis berambut merah jambu. Gadis itu menyerahkan ponselnya. Saat Hidan mengambilnya ia melihat sebuah cincin melingkari jari manis sang gadis.
Hidan meminta cincin itu. Gadis itu menolak. Berkata bahwa cincin yang dikenakannya adalah peninggalan ibunya yang sudah tiada. Hidan dan gadis itu berdebat. Seorang pria berwajah bengis tak sabar dan mulai mendekat.
" Serahkan cincin itu atau mati."
Dingin pistol terasa di kening gadis bernama Sakura. Ia kehilangan kata-kata. Tubuhnya gemetar. Tak pernah ia merasa ketakutan seperti ini. Ia mulai menangis." Hoi Kakuzu aku bisa mengambilnya. Sudah terlalu banyak yang kau tembak."
" Diamlah. Kau sungguh tidak becus. Kau hanya membuang-buang waktu dengan gadis tengik ini. Tinggal bunuh saja maka semua selesai."Isakan Sakura semakin kencang. Hinata yang melihatnya tak tahu harus berbuat apa. Ingin sekali ia menolongnya. Hinata memang menguasai ilmu bela diri. Sasuke yang mengajarinya. Tapi keadaannya yang sedang hamil tua tak memungkinkan.
Sakura bersikukuh mempertahankan cicncinya. Ia memohon dengan berlinang air mata. Berharap sang penjahat mengasihaninya. Hinata mengeluarkan cincin yang dikenakannya sebagai bandul kalung. Ia memandang cincin pernikahannya yang kini tak muat di jari manisnya. Haruskah ia menyerahkannya sebagai ganti cincin milik gadis itu? Ditengah kembimbangan itu entah mendapat keberanian dari mana Hinata berdiri.
" Ano, tuan tolong jangan ambil cincin gadis itu. Ini ambil punya saya."
Semua orang menoleh pada Hinata. Kakuzu hendak mendekat tapi Hidan mencegahnya. Sebagai gantinya Hidan yang menghampiri Hinata. Ia mengambil cincin dari tangan Hinata. Tatapannya masih belum berubah.
" Berapa bulan usia kehamilanmu?"
Hinata terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba dari Hidan.
" Se-sembilan bulan."Hidan diam mengamati. Tanpa permisi mendudukan diri disamping Hinata.
" Duduklah. Melihatmu aku jadi teringat isteriku. Dia juga sedang hamil. Tapi dia sakit. Anak dan isteriku tidak akan selamat jika tidak operasi."
Hinata diam mendengarkan. Mencoba mengerti apa yang sedang Hidan lakukan.
" Tapi aku terlalu miskin untuk menyelamatkan mereka. Karena itulah aku melakukan ini. Berbeda dengan pria sialan itu yang hanya menginginkan uang dalam hidupnya. Aku hanya ingin isteri dan anakku selamat."
Suara Hidan terdengar begitu lirih di akhir kalimat. Hinata sungguh merasa iba. Tiba-tiba terlintas sebuah ide.
" Ayahku seorang dokter yang hebat. Aku bisa membantumu. Tapi ku mohon hentikan semua ini. Jangan sakiti kami dan pergilah."
Hidan tercengang mendengarnya. Dalam hatinya ia melihat sebuah harapan.
" Benarkah? Kau bisa membantuku?" Hinata mengangguk.
" Iya. Suruh saja isterimu ke rumah sakit pusat. Aku akan memberitahu ayahku."Mata Hidan berbinar. Perasaan lega membanjiri hatinya. Lalu tiba-tiba sebuah peluru menembus lengannya. Hidan terjatuh kesakitan. Kepanikan kembali melanda. Kakuzu mengawasi sekitar. Tembakan berasal dari luar gerbong. Polisi sudah pasti mengepung mereka.
Ia mengacungkan pistolnya pada Hinata.
" Jadi kau mengulur waktu. Dasar wanita jalang! Mati kau!"Hidan mencoba mendudukan dirinya. Ia mencegah Kakuzu menembak Hinata.
DORR DORR DORR
Darah mengalir dari dada sebelah kiri Kakuzu. Tubuhnya lalu limbung dan terjatuh. Matanya terbeliak dan tak bergerak lagi. Sedetik kemudian tubuh Hinata menyusul. Darah mengalir deras dari dada dan perutnya. Rupanya Kakuzu sempat menembak sesaat sebelum peluru menembus tubuhnya. Semua orang terbelalak melihatnya. Sebuah kejadian yang begitu mengerikan meski jika seandainya hanya sebuah mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Rose
FanfictionDetektif jenius yang kehilangan kewarasan karena kehilangan sosok paling dicintai. Namun, pagi itu dia menemukan istrinya kembali padanya. Nyatakah ini? Atau hanya serangkaian mimpi indah yang selalu berakhir buruk? Seperti mimpi-mimpi yang mengha...