Naruto © Masashi KishimotoDunia tampak ceria. Semua terlihat berwarna. Pepohonan mulai menampakkan hijau daunnya. Bunga-bunga mekar dengan indahnya. Seolah duka terbawa bersama musim dingin yang kini sirna.
Hari ini dijadwalkan untuk persidangan pembajakan kereta. Peristiwa pahit yang merenggut beberapa nyawa termasuk Uchiha Hinata. Vonis hukuman tetap dilakukan meski salah seorang terdakwa telah tiada.
Uchiha Fugaku dan Hyuuga Hiashi nampak hadir. Mereka hanya diam meski berdampingan. Wajah-wajah yang masih terukir jelas sisa-sisa kesedihan.
Sementara itu dilain tempat, Uchiha Sasuke tampak menyendiri. Ia memilih tak menghadiri persidangan. Sasuke sadar jika ia tak mudah mengendalikan diri. Bisa saja dia memilih mengadili tersangka sendiri.
Ditatapnya ombak laut yang bergerak saling berlomba. Berharap angin laut mampu membawa istri tercinta kembali padanya. Meski hanya sebuah imaji yang tak nyata.
Semenjak Hiashi memohon untuk merelakan putrinya, Sasuke tak pernah lagi memimpikan Hinata. Tak peduli seberapa berat rindu yang dirasa. Tak peduli seberapa keras usaha yang dilakukan, Hinata tetap tak lagi hadir dalam mimpinya.
Setiap malam Sasuke akan tertidur memeluk frame foto istrinya. Terbangun hanya untuk mendapati kecewa. Perasaan sedih yang kini menjelma menjadi hampa. Siapapun yang pernah kehilangan sosok tercinta pasti merasakan hal yang sama.
**"**
Persidangan usai. Hukuman lima belas tahun penjara diterima Hidan. Para saksi membantu meringankan hukuman karena dia dinilai tak melakukan kekerasan. Terdakwa pun tak merasa keberatan. Sehingga tak meminta keringanan hukuman.
Sebelum dibawa meninggalkan persidangan, tak sengaja Hidan beradu pandang dengan Hiashi. Ia merasa familiar. Seketika terlintas ingatan percakapannya dengan wanita hamil yang menjadi salah satu korban perbuatannya.
Hidan berhenti. Ia berlutut dihadapan Hyuuga Hiashi.
" Tuan, saya mengenal putri anda. Saya yakin anda adalah ayahnya. Percayalah saya telah berusaha mencegah Kakuzu menembaknya."
Hiashi hanya menatapnya hampa. Tak berkata apa-apa.
" Tuan, putri anda sangat baik. Dia bilang ayahnya seorang dokter. Dia berjanji untuk membantu istri saya yang juga tengah mengandung. Saya sungguh menyesal tak mampu melindunginya saat itu.'
" Saya tahu saya tak pantas mengatakan ini. Tapi izinkan saya memohon. Saya mohon tuan bersedia menolong istri saya. Kehamilan istri saya bermasalah dan saya tak mampu membiayainya. Karena itulah saya ikut merampok karena terpaksa.'
" Tolong tuan, selamatkan istri dan anak saya. Saya bersedia menerima hukuman mati. Bahkan dengan cara paling menyakitkan sekalipun. Putri anda telah berjanji pada saya tuan."
Hidan memohon dengan berlinang air mata. Harga diri telah dibuangnya. Ia hanya ingin menyelamatkan orang yang dicintainya.
Hiashi mencengkeram sisi celana yang dikenakannya. Emosi jelas bergejolak didadanya. Ia ingin memaki, melontarkan kata-kata kasar. Namun semua itu mampu ditahannya. Dia bisa melihat pria di hadapannya tidak berdusta.
Air mata seorang pria begitu berharga. Karena air mata pria selalu keluar dari dalam lubuk hatinya.
Hyuuga Hiashi beranjak dari duduknya. Ia berpaling hendak pergi. Namun ia tak kunjung melangkah. Dengan suara lemah ia akhirnya menyahut.
" Baiklah. Aku akan menepati janji putriku. Berikan padaku data istrimu. Aku akan berusaha menyelamatkan mereka. Mereka tak berhak atas dosa-dosamu."
Setelahnya Hiashi beranjak pergi. Hidan menangis keras. Tak kuasa menahan haru. Kalimat terima kasih tak henti terucap disela tangisnya. Petugas lalu membawanya pergi ke tempat ia menebus kesalahannya. Kebebasan yang tak akan lagi dimilikinya lima belas tahun mendatang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Rose
FanfictionDetektif jenius yang kehilangan kewarasan karena kehilangan sosok paling dicintai. Namun, pagi itu dia menemukan istrinya kembali padanya. Nyatakah ini? Atau hanya serangkaian mimpi indah yang selalu berakhir buruk? Seperti mimpi-mimpi yang mengha...