Part 21

760 78 5
                                    


Naruto © Masashi Kishimoto

Kepingan putih luruh ke bumi. Menumpuk di atap-atap rumah, jalanan juga pepohonan. Membawa hawa dingin yang membekukan.

Musim dingin belum berakhir. Awan tampak kelabu. Pagi yang dingin itu, Uchiha Sasuke mulai siuman. Pria raven itu hanya diam dengan tatapan kosong. Sama sekali tak menunjukkan reaksi ketika dokter mencoba meraih atensi.

Namun segalanya berubah ketika Fugaku mulai memasuki ruang inapnya. Melihat ayahnya Sasuke kembali histeris. Berbeda dengan keadaannya yang dulu, kini dia mencoba menyakiti dirinya sendiri.

Sang ayah mencoba menghentikan. Tapi semakin sang ayah mendekat, semakin agresif Sasuke melukai dirinya. Darah berceceran karena selang infus yang dicabut paksa. Dahinya tampak memar setelah membentur dinding.

Hati Fugaku hancur melihat keadaan putranya. Sungguh rasanya ia ingin mati saja menggantikan menantunya.

Dokter dan beberapa perawat masuk setelah terjadi keributan. Terpaksa Sasuke kembali diberi obat penenang. Pria malang itu kembali dibuat tertidur. Untuk sementara waktu Fugaku tak diperbolehkan menemui Sasuke.

Waktu terus berlalu. Keadaan masih tetap sama. Hari kelabu lain di musim dingin, Hyuuga Hiashi menjenguk menantunya. Dia duduk disebelah ranjang Sasuke yang masih terlelap.

Jemari Hiashi terulur mengusap helai raven milik Sasuke. Menatap iba si bungsu Uchiha. Perlahan kelopakk mata Sasuke terbuka. Ia menatap ayah mertuanya dalam diam. Setelah jeda hening beberapa lama Hiashi memulai percakapan.

" Sasuke, kudengar kabarmu sedang tidak baik."

Tak ada sahutan. Namun Hiashi tak menyerah.

" Aku tak akan berpura-pura tak tahu apa yang terjadi. Apa yang dilakukan ayahmu memang keliru, tapi kau harus tahu dia melakukannya karena menyayangimu."

Masih tidak ada tanggapan.

" Sebenarnya Fugaku begitu menderita. Sama sepertimu ia pun kehilangan wanita yang dicintainya. Putra kebanggaannya juga meninggalkannya. Kini dia hanya memilikimu. Karena itulah segala cara dilakukannya. Fugaku tak ingin kehilangan lagi. Meski tak pernah menunjukkannya, dia sangatlah menyayangimu Sasuke.

" Maafkanlah ayahmu. Jangan kau hukum dia dengan penyesalan disisa hidupnya."

Sejenak hening kembali datang. Hiashi menghela nafas sebelum melanjutkan percakapan satu arahnya.

" Mengenai putriku, aku tahu kau sangat mencintainya. Kau pria yang baik. Seorang suami yang baik. Aku tak pernah menyesal menikahkan putriku denganmu. Karena aku tahu telah menyerahkannya pada pria yang tepat. Aku bahagia melihat Hinata bahagia."

Suara Hiashi bergetar. Muram menyelimuti ruangan. Sang Uchiha masih tak bersuara.

" Kita semua menyayanginya. Kita semua kehilangannya. Kepergiannya membawa luka teramat dalam. Tapi semua itu bukan salahmu. Bukan salah siapapun. Ini sudah menjadi takdir."

Bulir bening memenuhi netra Hiashi. Pandangannya terasa buram.

" Sudah ku anggap kau sebagai putraku sendiri. Aku pun menyayangimu. Aku mengizinkan Fugaku membuat Hinata palsu. Karena aku tahu betapa pedihnya kehilangan seorang anak. Dia hanya tak ingin kehilanganmu. Begitu pula diriku. Maafkanlah ayahmu Sasuke. Maafkan aku karena turut andil dalam menipumu. Maafkan dirimu sendiri."

Hiashi beranjak dari duduknya. Tanpa diduga ia mulai berlutut. Air mata mengalir membasahi wajahnya.

" Kumohon relakanlah putriku. Dia pasti sedih melihatmu seperti ini. Ia tak akan bisa tenang. Kita tak akan pernah melupakannya. Kita akan tetap menyayanginya. Relakan Hinata meski terasa begitu berat. Aku memohon sebagai seorang ayah dan mertua, Sasuke. Relakan Hinata."

Isakan pilu mengakhiri kata-katanya. Hiashi masih berlutut. Bahunya bergetar. Menunduk merasakan betapa pedih hatinya.

Sasuke tak lagi diam. Ia bangkit dari ranjangnya. Seperti Hiashi, wajahnya basah oleh air mata. Sasuke menghampiri ayah mertuanya dan memeluknya. Berbagi luka yang sama karena kepergian Hinata.

" Maafkan aku ayah. Maafkan aku.. Aku egois. Aku merasa aku lah yang paling menderita. Rasanya aku tak sanggup melalui ini semua. Aku terlalu mencintai Hinata."

Hiashi mendongak menatap menantunya. Sasuke membawanya berdiri dari berlututnya.

" Aku tahu Sasuke. Aku memahami perasaanmu. Kita harus merelakan Hinata. Kau tidak sendiri. Kita akan melewatinya bersama."

Sasuke hanya menunduk. Tangis mereka belum mereda. Berharap air mata ini mempu membasuh luka atas kepergian Uchiha Hinata.

Black RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang