"Bumbu ketopraknya dipisah aja, Mang," ujar gadis berkerudung panjang itu.
Wanita asing yang berseragam khas RSUD Cideres pun melihat ke arah mahasiswi kebidanan tersebut.
"Kenapa dipisah, Neng? Nanti nggak enak?" tanyanya.
Cira tersenyum. "Iya, Bu, nggak apa-apa. Soalnya dimakan nanti malam buat sahur. Kalau bumbunya dicampur rasanya nggak enak."
Pegawai yang berstatus sebagai bidan resmi di gedung tempat merawat orang sakit itu mengangguk. Ia memahami apa yang Cira katakan. Setelah mendapat pesanannya lebih dulu, wanita tersebut berpamitan.
"Ibu duluan, ya, Neng."
Cira tersenyum, ia terus memandangi punggung bidan yang mulai menjauh. Sesaat kemudian, gadis itu pun menyusul dan memasuki ruang kebidanan di rumah sakit tersebut.
***
Berbeda dengan ruang rawat, petugas yang berjaga di ruang IGD hanya sibuk ketika datang pasien. Jika tidak ada, mereka semua akan bersantai.
Setelah orang pertama yang datang jam sepuluh malam tadi, sampai menjelang subuh pun belum ada pasien baru. Selama itu pula para petugas kesehatan baik dokter, bidan, perawat serta Cira sebagai mahasiswi magang tidak melakukan aktivitas yang berat.
Sementara pegawai resmi rumah sakit beristirahat di ruangan khusus, Cira menghabiskan waktunya untuk mengaji. Tiga puluh menit terkahir sebelum azan dikumandangkan, gadis itu mulai menyantap ketoprak yang dibelinya sore tadi sebagai makan sahur.
Sesaat setelah menjalani sunah penting sebelum puasa, gadis itu mendengar suara azan. Cira bergegas ke kamar mandi untuk bersuci dan segera melaksanakan salat.
Usai menjalankan kewajiban, ia kembali ke meja bidan. Namun, belum sempat duduk, Cira melihat ada mobil ambulans desa berhenti di depan pintu IGD. Kedua bulat hitamnya fokus memandang sedangkan otaknya terus berputar untuk memastikan bahwa yang datang adalah pasien.
Setelah yakin, Cira langsung memanggil bidan senior di ruang istirahat.
"Anamnesis dulu, Neng." Bidan tersebut memberi perintah.
Setelah satpam yang bertugas mengantar pasien ke ruang tindakan, Cira langsung menyusul dan menemui wanita tersebut.
"Apa keluhannya, Bu?" tanya Cira seraya mencatat pada buku kecil di tangannya.
"Ini, Bu Bidan. Dua hari yang lalu saya melahirkan di puskesmas. Karena ada robekan, jadi dijahit. Tapi, jahitannya sekarang robek lagi."
Cira segera menulis semua keluhan pasien. Dirasa semua data sudah lengkap, tangannya mulai menutup tirai-tirai pembatas tempat tidur pasien guna menutupi privasi.
"Dilepas dulu celana dalamnya, ya, Bu."
Gadis berseragam kebidanan itu berjalan ke rak penyimpanan diapers dan alas yang biasa digunakan untuk melahirkan. Sedangkan, wanita yang baru datang menggunakan ambulans desa itu segera membuka celana dalamnya dan kembali berbaring dengan alas yang sudah disiapkan calon bidan tersebut.
Gadis itu terkejut saat kedua bulat hitamnya mendapati darah yang begitu banyak keluar dari jalan lahir.
"Astaghfirullah... tunggu bentar, ya, Bu."
Karena merasa hal tersebut sudah bukan wewenangnya, Cira memanggil bidan yang bertugas untuk memeriksa pasien.
Usai melakukan inspeksi, sang bidan terkejut mendapati luka robekan yang amat parah. Daging itu benar-benar koyak sehingga darah pun mengalir begitu deras.
"Neng, siapin alat untuk hecting, ya."
Usai meletakkan hecting-set di dekat bidan. Mahasiswi magang itu berdiri tepat di samping kiri sang bidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asuhan Bidadari Idaman [End di Bestory]
General FictionTenaga medis merupakan salah satu pekerjaan mulia dan sangat dibutuhkan kebanyakan orang. Tak sedikit pula di antara penerus bangsa yang bercita-cita menjadi petugas kesehatan, salah satunya Ciralva Aizyah, gadis asal Bandung yang berharap bisa berp...