Segerombolan perempuan duduk di sebelah pintu gerbang kampus. Mereka semua kompak memakai seragam olahraga. Suasana yang biasanya ramai dengan mahasiswi berseragam biru putih kini begitu sepi. Wajar saja bila hal itu terjadi, karena sekarang adalah Minggu pagi.
Lima mahasiswa yang duduk di samping pos satpam biru memperhatikan pengendara motor yang baru saja melintasi gerbang. Di balik helm merah muda itu ada Cira yang berkepentingan sama dengan mereka.
Usai memarkirkan motor di tempat biasa, Cira segera bergabung dengan teman seangkatannya. Namun, yang didapatkan gadis itu justru pandangan tak biasa.
Belum sempat Cira membuka mulut untuk menyapa, Wati, mahasiswa dari kelas B berkata padanya. "Kamu, kok, pakai rok?"
"Aku pakai celana olahraga juga, kok, nanti tanya dulu sama Teh Devi. Kalau nggak boleh, nanti aku lepas roknya." Cira tersenyum. "Oh, iya, yang lain pada ke mana? Kakak tingkat udah pada kumpul?"
Di awal semester dua ini, Cira dihadapkan dengan kegiatan LDKM, yaitu Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa. Tekadnya untuk menjadi bagian dari BEM sudah bulat. Karena itulah ia rela berangkat ke kampus walau sebenarnya hari libur.
Beberapa saat kemudian, salah seorang mahasiswi semester empat memanggil Cira dan teman-teman seangkatan. Sesuai instruksi, mereka pun menuju suatu ruangan yang sudah disiapkan.
Pagi itu anggota BEM memberikan materi tentang persuratan dan keorganisasian. Devi, gadis yang menjabat sebagai Presiden Mahasiswa periode 2014-2015 itu menjelaskan bagaimana kriteria dan karakter seorang pemimpin. Sedangkan Dwi, yang menjabat sebagai sekretaris BEM itu menerangkan tentang peran dan fungsi masing-masing jabatan dalam organisasi pemerintahan kampus tersebut.
Usai memberi penjelasan, mereka meminta para peserta LDKM untuk mencatat. Setelah itu, pihak panitia menanyai seluruh calon anggota BEM terkait alasan mengikuti kegiatan tersebut dengan cara maju satu per satu ke depan.
Nyaris semua peserta menjelaskan, bahwa alasan mereka mengikuti kegiatan LDKM adalah karena ingin menjadi panitia penerimaan mahasiswa baru. Namun, tidak dengan Cira.
"Selama menjadi pelajar, saya selalu berkontribusi dalam organisasi. Ketika masih SD dan SMP, saya ikut Paskibra. Bahkan, merangkap menjadi bendahara OSIS. Memasuki SMA saya juga ikut kegiatan paduan suara dan di lingkungan luar pun saya ikut organisasi desa seperti Ikatan Remaja Masjid dan karang taruna. Saya ingat, bahwa setiap bidan diwajibkan menjadi bagian dari organisasi IBI. Karena hal itulah, sebelum saya terjun dalam Ikatan Bidan Indonesia sebagai bidan yang resmi, saya ingin menjadi bagian dari BEM terlebih dahulu untuk belajar dan mencari wawasan."
Penjelasan gadis dengan kerudung panjang berwarna abu-abu itu mendapat apresiasi dari kakak tingkat serta teman seangkatannya.
Materi persuratan dan tanya jawab dengan peserta di dalam ruangan pun selesai. Selanjutnya adalah pelatihan baris-berbaris dengan cara pengelompokan. Saat itu ada tujuh kelompok dengan masing-masing anggota tiga orang.
Ketika giliran kelompok Cira, tiba-tiba saja Dwi, sang senior meminta agar geser ke arah kanan.
"Sini ke tempat yang teduh."
Kakak tingkat itu memberikan area yang terlindung dari terik matahari khusus untuk Cira.
Sikap Dwi yang sangat perhatian tersebut pun mengingatkan Cira ketika masih duduk di bangku sekolah.
***Bandung, 2012
Pagi itu matahari benar-benar memancarkan sinarnya dengan gembira. Terlebih, gadis yang baru saja terlambat datang itu baris tepat di bawah pancaran cahaya terang tersebut. Selain panas, Cira pun tidak kuat dengan sengatan silau yang menyerang kedua bulat hitamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asuhan Bidadari Idaman [End di Bestory]
Ficción GeneralTenaga medis merupakan salah satu pekerjaan mulia dan sangat dibutuhkan kebanyakan orang. Tak sedikit pula di antara penerus bangsa yang bercita-cita menjadi petugas kesehatan, salah satunya Ciralva Aizyah, gadis asal Bandung yang berharap bisa berp...