8. Harapan yang hancur

655 112 13
                                    

Happy reading!

"Bang, kunci mobil ada dimana?" tanya Jenar yang sudah berada di kamar Dony.

Jeffry yang memang tengah mengukur kasur di kamar Dony langsung terbangun. "Kamu mau kemana? Aku anterin aja."

"Nggak usah, aku mau pergi sendiri."

"Beneran nggak mau dianter? Tumben banget sih mau nyetir sendiri," Dony bingung karena Jenar jarang sekali pergi bawa mobil sendiri, biasanya akan diantar Jeffry atau dirinya.

"Aku mau me time."

"Ya udah nih," Dony menyerahkan kunci mobilnya. "Nar, kalau ada masalah tuh cerita. Jangan dipendem sendiri."

"Iya, nanti aku cerita kok, aku pergi dulu," Jenar langsung keluar dari kamar, takut akan ditanya-tanya lagi.

Sepeninggal Jenar, Dony dan Jeffry saling menatap. "Lo ngerasa ada yang aneh nggak sama Jenar?" tanya Dony.

"Gue ngerasa sih, ada yang disembunyiin sama Ara."

Dony menghela napas, "Dia juga keliatan murung akhir-akhir ini."

"Biasanya kalau ada masalah dia cerita duluan, tapi ini nggak."

"Ada masalah apa sih, sampe dia ngga mau cerita," kata Dony.

"Kita cuma bisa nunggu Ara cerita duluan," Dony mengangguk setuju.

'Cause all the kids are depressed
Nothing ever makes sense
I'm not feeling alright
Staying up 'til sunrise
And hoping shit is okay
Pretending we know things
I don't know what happened
My natural reaction is that we're scared

All the kids are depressed, lagu Jeremy Zucker terdengar dari radio mobil yang dikendarai Jenar. Lagu tersebut seakan menggambarkan keadaanya saat ini, takut. Dia takut semua asumsi buruk yang mengusik pikirannya akhir-akhir ini akan terjadi.

Sudah satu jam lebih dia menyetir tanpa tujuan seorang diri, Niatnya ingin menjernihkan pikirannya, tapi asumsi buruk itu selalu menghantuinya. Sampai akhirnya dia menemukan sebuah taman, dia turun dari mobilnya dan berjalan menuju taman tersebut untuk menghirup udara segar sejenak.

Namun, bukan hanya udara segar yang Jenar dapat, dia juga mendapatkan sesak di hatinya ketika dia melihat orang yang akhir-akhir ini telah membohonginya. Orang yang tidak pernah terlintas sedikit pun dipikirannya akan tega menyakiti dirinya dan keluarganya.

Iya, orang yang Jenar lihat ada di toko perhiasan bersama seorang perempuan adalah Ayahnya. Yang kata sang Ibu masih berada di Bandung karena ada urusan, dan selama seminggu ini Ayahnya belum juga pulang ke rumah.

Jenar belum memberitahu siapapun tentang Ayahnya, dia berpikir kejadian yang lalu hanyalah salah paham. Namun, Ayahnya yang tidak pulang-pulang dan pemandangan yang saat ini dia lihat telah membuktikan bahwa dia tidak salah paham, semua asumsi buruknya ternyata benar.

Tangannya mengepal, matanya memanas, air mata dipelupuknya sudah akan jatuh jika dia tidak menahannya. Setelah mendapatkan bukti dari kelakuan sang Ayah, Jenar langsung berlari menunju mobilnya dan pergi meninggalkan taman tersebut.

Setelah meninggalkan taman, Jenar pergi tanpa tujuan lagi. Sampai akhirnya dia menepikan mobilnya dan menangis kencang.

Ayah mengecup dahi sang Ibu dalam, "Selamat ulang tahun, Bu. Semoga kita bisa selalu bersama sampai kakek nenek."

"So sweet banget sih, besok Jenar mau punya suami kaya Ayah."

"Haduh, lulus SMP juga belum udah mikir suami," ledek sang Kakak.

𝐎𝐔𝐑 𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang