Money Money

1.3K 152 2
                                    

Story : Money Money

.

.

.

Marc-bayi kecil berusia dua puluh bulan itu duduk dengan manisnya diatas tempat tidur. Kakinya terlipat ke samping dengan manis, sementara sang ibu yang duduk berhadapan dengannya sedang sibuk memakaikan baju hangat di tubuh sikecil.

"Nah! Marcnya Mommy sudah tampan," Chimon berkata dengan senyum lebar setelah ia selesai memasangkan sebuah topi bulu yang terlihat hangat berbentuk kepala kucing diatas kepala anaknya. "Marc suka tidak?"

"No, no!" Si kecil menjawab sekenanya, menatap mata Chimon dengan bibir mengerucut lucu. Bukan sedang kesal, tapi ia hanya sedang bertingkah imut di depan ibunya sendiri.

"No? Tidak mau?" ibunya mengulang, meyakinkan dirinya tidak salah dengar.

Tapi bukannya menjawab, Marc malah tergelak. Ia tertawa begitu keras saat Chimon menciumi perutnya dengan gemas, membuat tubuh kecilnya terjungkal ke belakang dan sang ibu bisa dengan bebas menggelitikinya.

"Anak mommy sudah pintar bicara, eii." Chimon semakin gemes. Marcnya yang dalam beberapa bulan lagi berusia dua tahun itu sekarang sudah bisa bicara meskipun hanya itu-itu saja. Tapi setidaknya, Marc tidak semalas dulu jika di suruh belajar melafalkan beberapa kata yang menurutnya tidak akan terlalu sulit.

Klek.

Seseorang keluar dari dalam kamar mandi yang ada di kamar dengan keadaan rapi. Pakaian kerja sudah ia kenakan, meskipun dua kancing teratasnya masih terbuka. Itu Nanon.

"Duh~Jangoan Daddy sudah wangi."

"Ddy, ddy!" Marc antusias sekali saat melihat ayahnya. Kedua tangannya terulur meminta di gendong sementara mulutnya dengan cerewet terus mengatakan hal yang sama.

Nanon hanya tertawa melihatnya. Kemudian, Chimon menggendong Marc untuk menurunkannya dari atas tempat tidur sehingga bayi kecil itu sekarang sudah berdiri di dekat kaki ayahnya.

"Tungggu disitu dan jangan dulu minta di gendong." Ibunya memerintah, dan Marc hanya diam saja seolah mengerti. "Mommy masih harus memakaikannya dasi."

Nanon masih tertawa kecil. Matanya melihat dengan lurus istrinya sedang membuka sebuah laci tempat semua dasi kerjanya berada. Tak membutuhkan waktu lama, Chimon kembali dengan sebuah dasi berwarna biru gelap juga aksen garis abstrak di ujungnya. Berjalan mendekat dan dengan telaten menyimpulkan di leher Nanon.

"Kau pandai melakukannya."

"Kau hitung saja berapa tahun aku melakukan ini untukmu."

Mendengar jawaban itu, Nanon tergelak. Memang, sudah lama sekali Chimon melakukan ini untuk Nanon. Bahkan sebelum mereka menikah dan Nanon harus kekantor ayahnya sekali-kali untuk keperluan perusahaan, Chimon tetap akan melakukannya. Sudah berapa tahun, Nanon hamper lupa.

"Kau yang terbaik, Sayang." Nanon memberikan sebuah ciuman manis di bibir Chimon. Kemudian tersenyum tampan seperti pagi-pagi sebelumnya.

"Kau tidak lihat anakmu ada disini?" istrinya mendelik, kemudian menatap Marc yang hanya berkedip lucu di dekat kaki Nanon. Suaminya terkikik pelan.

"Marc tidak mengerti apa-apa." Begitu katanya. "Oh ya, kau sudah cek rekeningmu?"

"Ha? Kenapa memangnnya?"

"Uang bulanan untukmu sudah aku masukkan kesana, kau harus mengeceknya dan segera kabari aku." Nanon menjelaskan sambil berlalu, meraih dompetnya yang tergeletak diatas meja kaca yang ada disana. "Dan ini..." Tangannya bergerak, mengambil banyak sekali lembaran uang dari dalam dompetnya. "...untuk keperluanmu di rumah." Menyerahkannya pada Chimon tanpa ragu.

"DDY! DDY! Ungggg~!"

Baru saja uang dari tangan Nanon berpindah ke tangan Chimon si kecil berteriak begitu histeris memanggil ayahnya. Bahkan, kedua kakinya berjalan mendekati Nanon, menubruknya juga.

"Ya, ya~kenapa? Huh?"

"Ddy~" Marc menarik-narik tangan Nanon setelah ayahnya itu berjongkok di hadapannya. Sementara sang ayah sudah mengerutkan keningnya tidak mengerti.

Ia jadi menyesal, karena jarang berada di rumah ia jadi tidak cukup paham dngan apa yang diinginkan anaknya itu. Berbeda dengan Chimon, yang dengan mudahnya tahu juga paham dengan apa yang anaknya inginkan.

"Marc mau apa, eh?" Nanon masih tidak bisa mengerti.

"DDYYYY!"

"Dia ingin uang, Non." Suara Chimon menyela, ikut berjongkok di samping Marc. "Kau mau uang, kan?"

Si kecil mengangguk dengan semangat sampai topi berbulunya bergerak lucu. "Uh!"

"Uang?"

"Kau Tidak akan pernah menyangka kalau jagoanmu ini suka sekali dengan uang." Sedikitnya, Chimon ingin tertawa jika mengingat tingkah Marc yang satu itu, dan ia lupa menceritakannya pada Nanon. "Entah aku harus mengatakannya sangat lucu atau begitu menyebalkan."

"Kenapa memangnya?"

"Marc tahu mana uang yang nominalnya besar dan kecil. Dan dengan pinternya, ia akan mengambil uang dengan nominal besar, sementara yang lebih kecil ia buang ke tempat sampah."

"Hmph-hahaha, benarkah?"

"Coba saja." Chimon menantang.

Dengan itu, Nanon buka kembali dompetnya, memilih dua lembar uang dengan nominal yang berbeda. Ia memberikannya pada Chimon, yang mana langsung di ambil dengan antusias oleh si kecil.

"Ttoo-uunnn." Entah apa yang coba anak itu katakana. Tapi lihatlah, kedua pipi berisinya memerah dan matanya berbinar. Marc kecil sudah suka dengan uang, kh.

"Marc, uangnya Mommy minta, boleh?" Chimon Menadahkan tangan pada Pangeran kecilnya.

"No! MAmmau!" (No! Tidak mau!)

Nanon tertawa kecil, gemes dengan jagoannya yang suka sekali bertingkah menggemaskan.

"Oke, kalau begitu, simpan saja uangnya." Chimon jelas-jelas menginginkan Marc menyimpan uang itu. Dimana saja-bisa diatas meja, di lantai, diatas tempat tidur.

Tapi tidak dengan-

"Kkutt!"

-tempat sampah.

Oh, yeah! Segera setelah mendengar perintah ibunya, kedua kaki kecil Marc berjalan cepat menuju tempat sampah kecil yang dekat dengan meja kaca. Anak itu membuang satu lembar uang yang nominalnya lebih kecil, sementara satu lembar yang nominalnya lebih besar masih ia pegang dengan erat.

"Hehehehee~ MMY!"

Chimon meghela nafas dan menatap Nanon dengan senyum samar. "Kau lihat, kan? Jagoanmu itu benar-benar bertingkah mengejutkan. Mau jadi apa dia nanti?"

"Dia akan jadi pengusaha yang banyak uang, tentu saja." Nanon beranjak, menggendong Marc dan mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara. Hingga gelak tawa si kecil memenuhi kamar mereka yang luas.

Sementara Chimon sudah beranjak untuk mengambil uang yang Marc buang ke tempat sampah.

"Uh, Marc-nya Daddy suka uang, huh?" Nanon menciumi perut si kecil, mencoba membuat kenangan manis sebelum ia berangkat bekerja dan meninggalkan Marc seharian. Karena bisa saja ia pulang sangat larut dan kembali ke rumah saat anak itu sudah terlelap tidur.

Chimon jadi berfikir, mungkin Marc mereka akan menjadi pengusaha seperti ayah mertuanya dan Nanon nantinya.

.

.

.

.

End.

The Little Prince [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang