TRASH ― Story : Side Story Of Pinocchio (2)
.
.
Bahkan sampai di jam makan malam pun, Marc masih tidak ingin bertemu dengan ayahnya.
Nanon bisa mendengar tangis anak itu di dalam kamar, ia berteriak tidak ingin keluar dari kamar kemudian bertemu sang ayah. Takut, katanya. Hingga Chimon memilih untuk menyuapi Marc di kamarnya, tanpa berkata apa-apa.
Sekarang, Nanon duduk di meja makan sendirian. Ia tidak menyentuh makanan yang sudah Chimon siapkan untuknya. Pikirannya berkecamuk, tentang Chimon dan juga tentang Marc.
Seperti ini rasanya di takuti oleh anak sendiri.
Nanon merenung. Mengabaikan makan malamnya, Nanon terlarut dalam pikirannya sendiri. Sampai suara langkah terdengar memasuki ruang makan, ia mendongakkan kepala dan menemukan Chimon dengan piring kosong di tangannya.
Nanon tersenyum, tahu jika Marc telah makan dengan baik meskipun keadaan sedang serumit ini.
"Chi―"
"Kau puas membuat Marc takut untuk pulang dan bertemu denganmu?" Chimon memotong, membuat hati Nanon serasa mencelos mendengarnya. "Sudah puas membuatnya menangis, huh?"
Nanon hanya memperhatikan Chimon yang berdiri memunggunginya. Matanya bisa melihat bagaimana kedua tangan istrinya itu menahan di sisi bak cuci piring; entah sedang apa.
"Bagaimana rasanya, Tuan Kirdpan? Merasa senang?"
Dahi Nanon berkerut, tidak suka dengan ucapan Chimon. "Chi!"
"Kau berjanji padaku untuk tidak memarahinya, Nanon Korapat! Tapi apa―" Pada akhirnya, Chimon tidak bisa bertahan dalam keterdiamannya. Ia menangis, meskipun suaranya tidak cukup keras karena ia tahu Marc masih belum menutup mata untuk tidur di kamarnya. "―kau membentaknya, menunjuk kearahnya, memarahinya... sampai Marc-ku menangis dan takut pulang ke rumah."
Kedua bahu itu bergetar diiringi suara yang terdengar parau.
Nanon bangkit dari duduknya, menghampiri Chimon dan meraihnya untuk masuk pada dekapannya. "Maafkan aku, maafkan aku."
"Kau ayah yang buruk!"
"Aku tahu, Sayang... maafkan aku."
"Katakan itu pada Marc―"
"Tapi aku lebih melukaimu!"
"Aku tidak akan terluka jika kau tidak membentak Marc seperti tadi." Chimon terengah, tapi tidak menolak di pelukan Nanon. "Marc-ku bahkan lebih terluka."
Chimon menangis, sesedih ini, seterluka ini... dan Nanon sadar bahwa dirinyalah yang membuatnya seperti itu. Sesayang itu Chimon sebagai seorang ibu pada Marc, jagoan kecil mereka.
"Sekarang, apa yang akan kau lakukan untuk kembali membuat Marc merasa lebih baik padamu?" Chimon terisak pelan, seraya kedua tangannya bergerak untuk mencengkram kuat sisi pakaian Nanon. "...aku tidak mau anakku takut dengan ayahnya sendiri."
Kedua lengan Nanon semakin mendekap Chimon dengan lebih erat. Ia sembunyikan wajahnya di ceruk leher istrinya dan menangis disana. "Aku tahu, aku bersalah." Lirihnya. Teringat bagaimana tadi dirinya memarahi Marc sampai anak itu menangis.
Marc-nya tidak pernah di bentak oleh siapapun... Marc-nya tidak pernah di marahi oleh siapapun... Dan tadi, Nanon melakukan itu semua. Bahkan, sampai menunjuk kearahnya... anak kecil berusia enam tahun itu pasti merasa sakit hati karena yang melakukan itu semua adalah ayahnya sendiri.
"...papa juga pasti akan kecewa padaku jika dia masih berada disini." Nanon melanjutkan dengan suara pelan. "Maafkan aku..."
Tiba-tiba Nanon teringat pada ayahnya, Tay Tawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Prince [Completed]
ContoSejak kelahirannya, dia selalu mencuri perhatian orang-orang disekitarnya. pangeran kecil Nanon dan Chimon ini akan tumbuh dengan banyak sekali limpahan kasih sayang.