Pinocchio (Bag. 1)

560 75 2
                                    

Story : Pinocchio (Bag. 1)

.

.

Sudah menjadi kebiasaan bagi Marc, sepulang dari TK ia akan di jemput oleh orang suruhan ayahnya dari kantor dan berada disana sampai sore hari. Biasanya, yang menjemputnya adalah Drake―begitu juga hari ini.

Kini, sang presdir cilik itu sedang duduk di kursi kerja milik ayahnya. Gayanya―uhh, benar-benar gaya seorang presiden direktur. Sepasang kaki kecilnya berbalut sepatu sekolah, menggantung begitu saja namun terlihat lucu. Kedua tangannya saling bertaut, sementara ekspresi wajahnya serius. Itu adalah gaya yang sangat mirip dengan Tay Tawan dan Nanon Korapat, memang.

"Tunggu sebentar disini karena daddy sedang ada urusan di ruangan sebelah. Jadi, jangan mengacau, ya? Daddy akan kembali dalam lima menit."

Itu adalah pesan ayahnya sebelum ia di tinggalkan sendirian. Dua menit berlalu terasa dua tahun bagi Marc. Ia mengeluh, duduk diam dengan gaya seperti itu membuatnya kesal setengah mati. Jadi, dengan usil dua tangannya bergerak untuk meraih apapun yang ada diatas meja. Pensil-pensil, kertas di dalam setumpuk map, telepon yang ada di meja, juga barang-barang lain yang tidak dirinya ketahui.

Marc memang tidak mau diam. Ia menyentuh semua barang yang selalu di pakai Nanon untuk bekerja tapi ia juga tidak mengacaukannya. Ia masih ingat sekali pesan sang ayah untuk tidak berbuat ulah.

Tapi kemudian, Drake datang dengan senyum lebar setelah mengetuk pintu.

"PAMAN DRAKE!"

"Mau bermain denganku?" Tanyanya. "Ayahmu bilang akan sedikit lama, jadi... kita bisa―"

"Bermain!" Si kecil memotong cepat dan ceria. Ia melompat dari atas kursi kerja Nanon dengan bersemangat, tak sengaja tangan kecilnya menjatuhkan satu benda kecil yang kemudian menggelinding ke bawah rak buku.

Marc diam sebentar, menatap bingung pada benda yang kini tak terlihat lagi oleh matanya. Apa itu?

"Presdir kecil, ada apa?" Inilah Drake. Seseorang yang memperlakukan Marc layaknya seorang presdir kecil sebenarnya. Sungguh berbanding terbalik dengan ketika pertemuan pertama mereka.

Si kecil mendongak, lalu menggelengkan kepala dan tersenyum senang. "Hehe, ayo, paman. Mac ingin main!"

Marc meraih satu tangan Drake, menariknya dari ruangan sang ayah dan membawanya kemanapun ia mau. Tidak peduli pada sesuatu yang baru saja ia jatuhkan yang mungkin saja itu adalah benda penting milik ayahnya.

.

.

.

"Coba, kedipkan sebelah matamu seperti ini..." Drake memberi contoh pada Marc yang dengan anteng memperhatikan―mengedipkan sebelah matanya perlahan. "...itu namanya wink. Bisa, kan?"

Si kecil diam beberapa detik. Drake melihat Marc yang mengerutkan dahinya beberapa kali, kedua matanya juga berkedip-kedip lucu mengundangnya untuk tertawa.

"Bisa tidak? Nah, seperti ini." Drake memanasi, mengedipkan mata sebelah kanannya menggoda si presdir kecil. "Yahaaa~ mengaku saja kalau tidak bisa."

"BISAAA! Macc bisaaaaa!" Cucu mendiang Tay Tawan itu membalas dengan sekuat tenaga, tampak tidak terima mendengar godaan paman Drakenya yang nadanya semenyebalkan tadi.

Lagi-lagi, Marc menunjukkan ekspresi wajah yang lucu. Sepasang matanya berkedip, berusaha keras untuk bisa mengedipkannya hanya sebelah. Dahinya berkerut, begitupun dengan lubang hidungnya yang otomatis kembang kempis.

The Little Prince [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang