Story : I'm Sorry (Bag. 1)
.
.
Chimon duduk bersila kaki, berhadapan dengan pangeran kecilnya yang juga dalam posisi yang sama. Kedua pasang mata itu saling bertatapan cukup lama, sampai waktu lima menit terlewati begitu saja dalam sunyi.
Chimon menggerakkan kepalanya ke kiri, dan Marc melakukan hal yang sama yaitu menggerakkan kepala miring ke kanan. Chimon menggerakkan kepala ke kanan, maka Marc menggerakkan kepala ke kiri.
Chimon membuka mulutnya lebar-lebar, Marc langsung mengikutinya. Chimon menepuk tangannya dua kali, Marc melakukannya lebih dari lima kali.
Sampai ketika Chimon sudah tidak bisa menahan rasa gemasnya, ia menerjang tubuh gempal Marc. Menyerangnya―memeluk si gembul sambil mereka terjungkal ke belakang dengan pekikkan Marc yang terdengar nyaring. Kemudian, mereka tertawa bersama-sama, mengisi keheningan di rumah besar keluarga Adulkittiporn.
Iya. Ini di rumah orangtua Chimon.
Jangan tanya kenapa ia bisa berada disana, karena Chimon sedang tidak ingin menjelaskan apa-apa. Intinya, ia sedang menenangkan diri disini. Melarikan diri dari ayahnya Marc yang... ah, lupakan!"Maccccccc..."
Chimon terkikik geli ketika mulutnya memanggil Marc dengan nama seperti itu. Ia ciumi perut bulat penuh lemak bayi pangeran kecilnya dan tertawa lagi.
"...kenapa Mommy gemas sekali padamu, huh? Kenapa Macc-nya Mommy bulat seperti ini, duh!"
"Ci! Ci!"
"Mommy! Panggil yang benar!"
Tapi Marc tidak mau. Bayi yang belum genap berusia dua tahun itu menggelengkan kepalanya dengan kedua tangan mungil yang mulai menampar-nampar pipi Chimon―oh, jangan lupakan senyum manisnya yang terlihat bahagia tanpa dosa itu.
"Ya Tuhan, kau benar-benar mirip dengan ayahmu―"
Seketika, ucapan Chimon terhenti. Ia terdiam beberapa saat, memandangi wajah Marc yang juga ikut diam menatapnya.
"Oh, okay! Ayo main dengan mommy, Maccc..."
"Ddy~ Ddy~!"
Chimon menghela nafas. Sudah dua hari ia berada disini dengan Marc, yang berarti sudah dua hari juga Marc tidak bertemu dengan ayahnya. Anak itu... pasti merindukan Nanon. Tapi Chimon diam saja dan tersenyum kemudian.
"No, no~ hari ini mainnya dengan Mommy saja, ya? Tidak ada Daddy, mengerti?"
Si kecil mengerti apa? Ia tertawa bahagia saat ibunya menggelitiki tubuhnya yang terlentang diatas karpet berbulu halus tersebut.
.
.
Nanon terus menerus menghela nafas berat. Meskipun mata dan tangannya berusaha fokus pada pekerjaan diatas meja, tapi pikirannya tidak berada disana.
Chimon dan Marc―dua orang yang paling di cintainya itu selalu memenuhi otaknya sejak saat Chimon memilih untuk menghindar darinya, membawa serta Marc dalam dekapannya.
"Mau sampai kapan kau membiarkan istri dan anakmu berada disana, eh?"
Nanon menghentikan aktifitasnya membaca berkas, kemudian mendongak dan mendapati ayahnya ada di ambang pintu dan berdiri tegap seperti biasanya. Ia beranjak, membungkuk sopan sebagai penghormatan. "Ayah..."
"Kau itu sudah tahu bersalah tapi tetap diam saja. Pantas saja Chimon memilih untuk meninggalkan rumah dengan membawa serta cucuku..." Tay berkata sarkastik, mencoba membuat putra bodohnya itu tersadar. "...ternyata kau memang tidak memiliki keberanian bahkan hanya untuk meminta maaf dan menjemput mereka."
"Ayah―"
"Dengar, Kirdpan... Masalah tidak akan selesai jika kau tetap memilih untuk diam. Chimon dan Marc juga tidak akan pulang kalau kau tetap seperti itu. Memangnya kau tidak merindukan mereka? Ya ampun, ayah macam apa kau ini."
Nanon termenung. Sungguh, tidak bisa ia ungkapkan seberapa rindunya ia pada Marc sekarang. Tingkah lucunya yang sudah belajar untuk berlari, melafalkan kata per kata yang tidak jelas sama sekali, mulutnya yang selalu penuh dengan kue manis, atau pipi gembilnya yang biasanya selalu Marc ciumi sebelum dan sesudah ia bekerja.
Terlebih, Chimon...
"Kau itu seorang laki-laki. Saat kau mengatakan ingin menjaga Chimon untuk sisa umurmu, maka kau harus melakukannya. Salah satu caranya adalah dengan meminta maaf jika kau bersalah." Tay tidak duduk di sofa, tapi berdiri di depan meja kerja Nanon. "Aku tahu sekali seperti apa Chimon itu. Dia tidak akan sampai seperti ini jika memang ia baik-baik saja. Benar?"
Lagi, Nanon termenung. Kalah telak.
"Kalau memang kau mencintai mereka, jemput sekarang juga. Bawa mereka pulang... jangan biarkan mertuamu menendangmu karena sudah berani membuat anak dan cucu mereka di telantarkan begitu." Dengan tegas, Tay berkata. Tapi setelahnya, ia menghembuskan nafas frustasi. "Kenapa anakku bodoh sekali, hah..."
.
.
.
I'm Sorry (Bag.1) ; Next? ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Prince [Completed]
ContoSejak kelahirannya, dia selalu mencuri perhatian orang-orang disekitarnya. pangeran kecil Nanon dan Chimon ini akan tumbuh dengan banyak sekali limpahan kasih sayang.