16

986 106 10
                                    

Kringggg

Namjoon tersentak saat suara bel berbunyi, ia tidak sadar bahwa jam pelajaran telah selesai. Ia menatap miris buku catatannya, seharian ini ia tidak fokus belajar, tidak ada satupun materi yang masuk dalam otak jeniusnya. Pikirannya dipenuhi pertanyaan tentang sikap taehyung yang aneh akhir-akhir ini, juga jungkook, si pemuda bergigi kelinci yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Seharian ini ia tidak melihat kedua pemuda tersebut. Saat istirahat ia mencari ke sekolah mereka berdua, namun nihil, ia tidak menemukannya. Ia kesal dan kecewa, bukan pada taehyung ataupun jungkook, melainkan pada dirinya sendiri yang tidak bisa menjadi tempat berlindung keduanya.
Ia tau sesuatu terjadi pada keduanya.

Ia menyadari taehyung yang selalu berusaha menghindarinya semenjak malam ia mengobati luka-luka adiknya. Berapa kali pun namjoon bertanya taehyung akan selalu menjawab hanya pertengkaran kecil dengan temannya. Ia tahu adiknya itu tidak akan pernah bertengkar dengan seseorang, ia tidak pernah menyelesaikan masalah dengan emosi, ia selalu menghadapi semua dengan tenang, tidak pernah memakai kekerasan.

"Hei, joon-ah, kau tidak pulang?"
Ia menoleh dan mendapati jiwon sang ketua kelas berdiri di samping kursinya entah sejak kapan, dan ia baru menyadari jika kelas sudah hampir kosong, hanya mereka berdua yang tinggal.

"Apa kau sakit? Kau terlihat tidak fokus seharian ini"

"Ah, tidak, aku baik-baik saja"
Jawabnya sembari memasukkan buku serta alat tulisnya ke dalam tas.

"Sebaiknya kau lebih fokus, jika tidak aku bisa mengambil posisi mu di kelas. Kalau begitu aku duluan."

Namjoon hanya tersnyum dan melambaikan tangannya. Ia pun memasukkan semua buku dan alat tulis dan beranjak dari kelas.

.
.
.


Lagi dan lagi taehyung berakhir tergeletak di gang sempit itu, ia memaksakan tubuhnya yang penuh luka untuk bersandar, kepalanya terasa amat pusing. Pukulan yang diterimanya hari ini tak main-main, seakan mereka memang berniat membunuhnya. Pertanyaan terus muncul di kepalanya, sebenarnya apa yang telah dilakukan hyungnya hingga ia berurusan dengan pria-pria kejam barusan, mereka sepertinya bukan anak sekolah, jika taehyung benar, sepertinya mereka anak kuliahan. Jika ia kenapa orang dewasa seperti mereka mengincar bocah SMP sepertinya, dasar pengecut, rutuknya dalam hati.

Ringisan kembali keluar dari bibirnya saat mencoba berdiri, hari sudah lumayan gelap, hyungnya pasti khawatir jika ia belum pulang. Dengan langkah gontai ia pun berjalan menuju gang perumahannya. Ia sangat lelah, sekujur tubuhnya sangat sakit, sampai kapan ia akan bertahan seperti ini? Apa ia lapor polisi saja? Tidak, jika ia lapor polisi nyawa hyungnya akan teraancam, seingatnya mereka semua ada tujuh orang dan taehyung tidak tau identitas mereka, namanya saja bahkan ia tidak tau.

“Ya ampun taaee!”
Taehyung terlonjak saat mendengar suara yang sangat familiar di hadapannya, ia tak sadar saat presensi pria di depan nya kini mendekat.

“Apa yang terjadi padamu? Kau baik-baik saja? Siapa yang menghajarmu sampai seperti ini? Ya ampun lihatlah muka mu? Ayo kita ke rumah sakit sekarang!”
Ia hanya memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari pria yang lebih pendek darinya ini.

“satu-satu jim, kau membuat ku semakin pusing mendengar celotehan mu”

“Terserah kau saja kim, yang penting ayo kita ke rumah sakit sekarang”
Belum sempat ia menjawab, tatapan membunuh jimin membuatnya bungkam seketika.

“Tidak ada bantahan Kim”
Jika jimin sudah menyebut marganya berarti ia tidak menerima penolakan sama sekali, taehyung sangat tau itu.

.
.
.

The Meaning of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang