Jungkook sudah terlampau biasa dengan ini semua, bahkan ia sudah lupa kapan terakhir mendapatkan perhatian dan kasih sayang ayahnya. Ia tak pernah merasa bahagia, bahkan beberapa kali ia mencoba untuk bunuh diri, tapi ia terlalu pengecut, ia terlalu takut, karna itu ia mencari masalah dengan teman-temannya agar menjadi sasaran bullying, setidaknya rasa sakit fisik bisa mengalihkan sedikit rasa sakit di hatinya.
Sejak umur 6 tahun ia sudah biasa untuk pindah sekolah, ayahnya tak akan pernah menetap di satu tempat, karena itulah ia kesulitan mendapatkan teman, terlebih kepribadiannya yang pemalu. Tidak akan ada yang repot-repot mau mengajaknya berteman karna sifat yang diperlihatkannya dingin dan arogan, persis seperti sosok sang ayah yang selalu muncul dihadapannya.
Terlahir sebagai anak tunggal membuatnya menatap iri kakak adik yang sering ia lihat di derpan gerbang sekolahnya. Ia selalu bertanya-tanya bagaimana rasanya jika ia punya seorang kakak, yang bisa menjadi pelindungnya, menjadi panutannya, menjadi tempat ia bercerita dan menjadi penopang hidupnya. Jungkook sangat ingin, setidaknya sekali saja dalam hidupnya ia merasakan apa itu kebahagiaan.
.
.
."Permisi"
Entah sudah ke berapa kali namjoon mengetuk pintu yang bertuliskan kediaman keluarga jeon, namun hasilnya tetap sama saja, tidak ada sahutan sama sekali, padahal ia yakin kalau ada orang di dalam."Permisi!!"
Ia kembali menggedor pintu tersebut."Maaf, anda siapa?"
Namjoon terlonjak kaget saat mendengar suara dari belakangnya, reflek ia membungkuk hormat setelah melihat wajah pria paruh baya yang lumayan familiar, seingat namjoon ia adalah kepala pelayan di rumah besar ini.
"Ha.. Hallo paman, maafkan aku, aku kim namjoon teman jungkook, jika paman lupa aku pernah kesini beberapa hari yang lalu"
Jawab namjoon gugup melihat tatapan penuh selidik pria itu."Ada apa nak namjoon kesini?"
Pria paruh baya yang biasa dipanggil tuan kang itu tersenyum akhirnya, ia mengingat namjoon, pria yang telah menyelamatkan tuan mudanya."Apa jungkook ada di rumah paman? sudah dua hari ia tak masuk sekolah, ponselnya juga tidak aktif, aku khawatir"
Jawab namjoon lancar, ia lebih rileks karena sapaan ramah pria paruh baya itu."Tuan jungkook ada di dalam, ia sedang istirahat karena sakit"
"Sakit? pantas saja, apa aku boleh melihatnya paman?"
Pria paruh baya itu terdiam cukup lama, ia menimbang permintaan namjoon, tuan joen sudah berpesan padanya untuk tidak memperbolehkan orang asing masuk ke rumahnya.
"Ayo masuk ke dalam nak namjoon"
Tuan kang akhirnya membolehkan teman berharga tuan mudanya itu untuk masuk ke dalam, ini demi kebaikan jungkook, ia tidak peduli bagaimana konsekuensi yang akan ia dapatkan nanti, ia sudah siap menanggungnya..
.
.Namjoon tak habis pikir dengan tuan joen memperlakukan anaknya, awal ia bertemu dengan pria paruh baya itu ia kira tuan joen adalah orang yang sangat tegas dan disiplin, seperti orang tua pada umumnya, namun melihat keadaan jungkook sekarang namjoon mengambil kesimpulan bahwa tuan joen melebihi prasangkanya. Ia duduk di samping ranjang jungkook dan memperhatikan wajah yang meringis kesakitan dalam tidurnya, wajar saja, luka-lukanya pasti sakit sekali sampai-sampai anak itu demam tinggi dibuatnya. Namjoon kembali mengganti kompresan di dahi jungkook yang sudah mulai mengering dan mengusap lembut kepalanya.
Jungkook membuka matanya saat merasakan usapan di kepalanya? apa itu ayahnya? tidak mungkin pikirnya, sekalipun ia masuk rumah sakit ayahnya tidak akan peduli, apa mungkin jika ia mati akhirnya ia akan mendapatkan perhatian dari ayahnya? Ia berusaha mencoba untuk membuka kedua matanya yang terasa sangat berat, selang beberapa menit mencoba akhirnya ia melihat cahaya dari lampu langit-langit kamarnya yang sudah sangat familiar baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Meaning of Life
FanfictionDia menyadari bahwa tubuhnya terdapat bom, bom yang bisa meledak sewaktu-waktu tanpa dia sadari. Akankah dia dapat bertahan dengan kondisinya ini? My first story. Just newbie.