31

1.4K 169 0
                                    

Tak ada yang tahu seperti apa skenario Tuhan. Entah itu akan berakhir bahagia ataupun sedih, Kita sebagai manusia hanya bisa menerima. Bahkan, di saat terpuruk pun Kita hanya bisa untuk tersenyum dan menganggap jika masalah itu bukanlah apa-apa di hidupnya dan tidak berarti apapun. Tetapi tetap, ada di mana di saat Kita lelah dan ingin menghilang dari dunia walau sejenak. Bukan pergi dan kembali ke pangkuan-Nya, bukan itu. Tetapi, mengistirahatkan semua sistem kerja tubuh yang terus bekerja tanpa henti.

-NzwStry-

•••

Adhka menghela napas kasar. Entahlah, semalaman ini Dia tak merasakan kantuk sama sekali. Bahkan tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi, namun sepertinya laki-laki itu tak ingin beranjak dari sofa di ruang tamu. Meja di hadapannya begitu berantakan oleh banyaknya kertas-kertas yang berserakan di mana-mana. Pikirannya kacau.

Untungnya hari ini adalah hari Minggu. Jadi Dia tak harus pusing dengan masalah sekolah. Adkha memijat keningnya yang berdenyut.

Ia menghela napas, entah sudah keberapa kalinya Dia melakukan hal itu. Laki-laki berperawakan tegap itu pun menatap pigura foto dirinya bersama keluarganya yang begitu bahagia sebelum kejadian penangkapan Ardan terjadi.

"Papa kapan pulang? Adhka nggak bisa nyelesaiin masalah ini tanpa Papa, Adkha butuh tuntunan Papa. Apa yang harus Adhka lakuin? Kalau aja Papa tahu, Salvadore sedang di ambang kehancuran, Pa. Kita terpecah. Adkha gagal jadi ketua, Adkha bahkan gagal jadi Abang buat Alen, Adkha juga gagal jadi sahabat yang baik buat Mereka." Dia memejamkam kedua matanya sejenak, "Papa, cepat pulang. Adkha kangen."

Hanya sebuah harapan kecil, namun itu pastinya sangat berarti besar baginya. Dia hanya ingin pahlawannya, panutannya selama Ia hidup kembali ke rumah. Tempat yang disebut rumah ini terlalu suram, tak ada canda tawa. Sepi.

Sesosok bayangan tak kasat mata menatapnya penuh arti. Ada harapan tak kalah besar di benaknya saat mendengar ucapan laki-laki itu. Senyuman tipis terukir, tapi bukanlah sebuah senyuman tulus. Itu sebuah senyuman penuh luka yang tak bisa dideskripsikan.

Tak ada yang tahu seperti apa skenario Tuhan. Entah itu akan berakhir bahagia ataupun sedih, Kita sebagai manusia hanya bisa menerima. Bahkan, di saat terpuruk pun Kita hanya bisa untuk tersenyum dan menganggap jika masalah itu bukanlah apa-apa di hidupnya dan tidak berarti apapun. Tetapi tetap, ada di mana di saat Kita lelah dan ingin menghilang dari dunia walau sejenak. Bukan pergi dan kembali ke pangkuan-Nya, bukan itu. Tetapi, mengistirahatkan semua sistem kerja tubuh yang terus bekerja tanpa henti.

Entah nanti kebahagiaan atau kehancuran yang di dapatkan nanti, Adkha sebagai ketua harus bisa merelakan. Dan Ia tahu, korban berjatuhan tak akan sedikit. Dia beranjak dari sofa dan berjalan menuju sebuah lemari kayu jati dan membukanya perlahan. Terpampanglah banyaknya berkas yang tertata rapi sesuai dengan tahun.

Ia mengambil salah satunya dan mulai membacanya secara cermat. Mau tahu apa itu? Itu adalah berkas berisi kepemimpinan pada masa ketua Salvadore memimpin. Tetapi anehnya, tak ada sama sekali yang menjelaskan tentang kepemimpinan ketua Salvadore 2 dan 3, seakan-akan itu menjelaskan secara gamblang kalau itu sangatlah dirahasiakan dan tak sembarang orang mengetahuinya.

Raut wajahnya yang serius ditemani lampu temaram membuat ketampanannya semakin terlihat. Di tengah keseriusannya, tiba-tiba terdengar suara pecahan dari arah ruangan lain.

Prangg

"Astagfirllah!"

Adhka segera meletakkan berkas yang Ia pegang dan berjalan cepat ke arah suara di mana itu berasal. Tepatnya itu berada di dapur yang menampilkan gelas kaca yang entah apa alasannya bisa terjatuh. Tapi tatapannya segera teralih pada benda yang berada di bawah kulkas. Ia menunduk dan berusaha mengambil benda itu dan setelah membaca judulnya, laki-laki itu pun membeku.

The Transmigration of Souls : The Same World [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang