40

1.1K 125 2
                                    

Macan betina ngamuk serem juga.

-Azka Zakio Ganendra-

•••

Setelah kepergian Jihan dan Hera, keadaan di kamar rawat mulai ramai kembali. Liam memasukkan benda pipih miliknya ke dalam kantung celana dan memberikan informasi kepada teman-temannya, "Anggota inti bakalan dateng. Mereka otw ke sini." Ujarnya kemudian mengambil buah jeruk dan memakannya dengan santai.

"Siapa?" Tanya Argasa dengan mimik bingung.

Teressa berdecak, "Pasific lah, Bodoh! Terus siapa lagi selain Mereka?"

"Salvadore nggak dikasih tahu?" Sebelum Teressa kembali menjawab, Noni segera menyergah dengan tatapan yang amat tajam, "Jangan ada yang hubungi Salvadore terlebih dulu. Kalau sampai ada yang melakukannya, Saya tidak akan segan untuk menghancurkan hidup Kalian." Peringatnya, sedang yang mendengarnya menelan saliva kasar.

Benar-benar menakutkan! Kenapa juga Queen Mereka bisa mengenal wanita seseram Noni?

Zalen sudah berhenti menangis, tetapi tetap Dia masih tak berbicara satu kata pun. Itu membuat Andra memutuskan mengkode Clarissa untuk pindah dan membiarkan dirinya untuk duduk di kursi dekat brankar bagian kiri. Setelah setuju, laki-laki itu pun duduk dan mengamati raut wajah sang Cerbera yang jelas-jelas tidak baik-baik saja, namun tertutupi oleh bibir yang rapat dan mata yang amat kosong seakan-akan gadis itu mencoba untuk menutupi rasa sakitnya yang sialnya amat sangat itu.

Andra menghela napas, "Zal, kematian bokap di kehidupan pertama Lo bukan akhir dari segalanya. Kita masih bisa bergerak dan menghalangi rencana Mereka agar nggak berhasil." Ucapan itu bagaikan sebuah angin lalu untuk seorang Queen Zalena Andromeda, Dia malah berujar dengan amat lirih namun dapat membungkam Andra dan yang lainnya.

"Nggak bisa. Sia-sia, karena Mereka lebih dahulu tahu rencana Kita setiap saat. Bahkan di manapun tempat yang tidak bisa dimasuki sembarang orang agar tidak ada yang tahu rencana Kita, Mereka tahu dengan jelas dan detail entah bagaimana caranya. Bahkan rencana yang belum Gue keluarin di otak aja Mereka tahu."

"A- apa?! Giamana bisa? Itu bahkan nggak masuk akal!" Seloroh Bumi dan diangguki oleh Clarissa, "Itu benar-benar nggak masuk akal kalau Kita pakai akal sehat manusia. Bahkan sebelum mengusulkan di rapat dan masih tersimpan di otak Mereka sudah tahu terlebih dahulu? Mereka manusia atau apa?" Gadis itu pun ikut menambahkan.

Dylan memijat keningnya yang berdenyut, "Ck, kenapa nambah rumit, sih? Kenapa persoalan Kita nggak senormal geng motor lain? Percintaan misalnya? Pelakornya berusaha ngerebut atau semacamnya gitu? Kenapa Kita malah dihadapin sama masalah yang teka-tekinya hampir nggak masuk akal?" Rutuknya dengan kesal.

"Ya mana Gue tahu! Tanya aja sono yang buat jalan cerita. Lagian ribet banget, ngapain harus pake teka-teki segala." Ketus Zell yang sepertinya masih kesal karena Bumi yang hanya cuek bebek dan malah asik dengan ponselnya dan tersenyum-senyum sendiri.

Teressa bergidik, "Gila Lo, Bum? Senyum-senyum sendiri kena HP lagi." Komentarnya. Argasa mengangguk setuju, "Jangan-jangan Lo nonton video plus-plus lagi." Tuduhnya dengan mata nemicing curiga.

Bumi seketika melotot tak terima, "Enak aja! Gue nggak nonton gituan, ya! Lagian Gue tuh lagi main RP, jadi jangan sok tahu jadi orang!" Elaknya.

"Suka kok sama yang virtual." Cibir Clarissa pedas. Teressa yang mendengar ucapan gadis itu pun tak terima, enak saja! Nggak tahu aja damage-nya namja-namja virtual gimana. Huh!

"Lo aja kali yang nggak tahu rasanya ditap sama chara Kth, Pjm, Suga, Jjh, Jjk, dan kawan-kawan. Apalagi pas punya cp chara Kth, Abyarrr!" Kata Teressa dengan menggebu-gebu. "Belum aja Lo ngerasain dilindungin sama chara Suga." Tambahnya  dengan pikiran yang pasti sudah berada di dunia perhaluan.

Andra memutar bola matanya malas, "Lo ngomong apaan, sih? Daritadi ngomongnya cp, chara, roleplayer. Kagak paham Gue." Keluhnya. Ayolah! Otaknya sudah pusing dengan teka-teki yang menambah beban hidupnya. Jangan ada lagi!

"Cari Scorpion."

"Hah?!"

Zalen menghela napas pelan, " Cari keberadaan Scorpion, terus temuin ketuanya. Dia bakal sangat membantu kalau Kita berhasil minta bantuan sama Dia." Jelasnya.

"Tap-"

Tok tok tok

"Masuk!"

Pintu pun terbuka, menampilkan anggota inti Pasific yang menampilkan tatapan yang hampir sama di mata Mereka, khawatir. Raga bahkan sudah menyerang Zalen dengan banyaknya pertanyaan.

"Ce, ada yang sakit? Lo di apain sama Mereka? Lo tahu siapa yang nyulik Lo?"

"Rag," Kael segera menegur temannya itu. Raga yang sadar pun tersenyum canggung dan menggaruk tenguk belakangnya yang tak gatal sama sekali. Tanpa mempedulikan yang lainnya, Angkara berjalan menuju brankar. Basil yang sadar akan ada obrolan penting pun mengkode semua anggota Switz untuk keluar.

Setelah memastikan hanya ada anggota inti Pasific dan Noni di dalam, Angkara mengelus pucuk kepala Zalen yang reflek memejamkan matanya merasakan elusan yang amat lembut dan membuatnya nyaman. Angkara tersenyum tipis, "Ada informasi?" Tanyanya dengan lembut.

Zalen membuka matanya dan menatap netra kelam yang ada di mata sang ketua Pasific, "Semua yang Kita temui itu bonekanya. Walau Mereka memiliki ketua, ada orang yang menggerakkan Mereka semua atas kendalinya."

"Siapa?"

"Ketua kelompok psycopath di dunia gelap, Longan Arnoldi Vincent, si Pria Bertopeng."

"Kamu tahu siapa yang mengendalikan Mereka?" Dan Zalen pun menggeleng lesu.

Alanzo tersenyum cerah, tangan kekarnya mencubit pipi gembul milik Zalen pelan. "Nggak usah lesu gitu, informasi Lo itu udah sangat membantu Kita semua. Iya, kan, Bas?"

"Hm. Tenang, Lo nggak sendiri untuk berjuang untuk nyelesaiin teka-teki ini. Semua ada buat Lo." Tambah Basil dengan senyum tipis. Wildan dan Raka yang sedari tadi hanya menyimak obrolan Mereka pun saling lirik penuh arti dan tersenyum miring tanpa disadari oleh orang-orang.

...

Adhka yang baru saja selesai menghadap guru di ruang BK mengerutkan keningnya sesaat setelah menerima sebuah panggilan telepon dari nomor tak dikenal. Dia memutuskan segera mengangkatnya, "Halo?"

"Adek Lo sekarang ada di rumah sakit. Kalau mau ketemu, dateng ke Rumah Sakit Cahaya Bunda kamar Balledona 2. Di sana udah ada inti Scorpion sama Switz."

Laki-laki itu berdecak, "Siapa sih, Lo?! Tiba-tiba nelpon dan kenapa Lo bisa kenal sama adek Gue?" Si penelpon alias Ikari berdecak kesal.

Kenapa nggak ada yang bilang kalau ketua Salvadore ribet banget sih diajak omongnya! Tahu gini mending si Azka aja yang nelpon. Keluhnya dalam hati. Tapi, yaa, namanya juga sudah terlanjur ya sudahlah.

"Gue Ikari. Teman Zalen di SMA Buana. BURU KE SINI, SIALAN! Lo banyak cincong, Gue tendang masa depan Lo ampe mampus!" Ancamnya lalu mematikan telepon. Ikari menghembuskan napas, lalu tatapannya teralih pada teman-temannya yang menatapnya dengan horor. Terkhususnya kaum adam.

"Apa?!" Ketusnya, lalu berlalu pergi menuju ke kantin rumah sakit.

Azka bergidik, "Macan betina ngamuk serem juga." Celetuknya.

"Dan itulah kenapa jangan membuat kaum hawa emosi." Tambah Galih dan disetujui yang lain.

Adhka terdiam sejenak. Jujur, telinganya berdengung karena teriakan yang mendadak dari gadis cempreng yang mengaku jika dirinya jika Dia adalah teman dari adiknya. Laki-laki itu pun menghela napas kasar lalu memutuskan menghubungi teman-temannya sesegera mungkin. Dan dapat Ia pastikan akan ada bagian introgasi untuk adik nakalnya itu. Nanti.

The Transmigration of Souls : The Same World [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang