Pelajaran besar dalam hidup adalah jangan pernah takut pada siapa pun atau apa pun.
-Frank Sinatra-
•••
Setelah kejadian tak terduga itu terjadi. Salvadore dan Pasific memutuskan untuk bekerja sama. Namun percayalah, dari hati terdalam, seseorang merasakan kejanggalan tentang kata-kata si psikopat itu beberapa hari lalu. Apa yang dimaksudnya tentang orang yang berbeda jiwa? Dan permainan teror, apa selama ini ada seseorang yang menjadi alasan hidup Mereka tak pernah tenang lagi? Tapi siapa dan apa yang Mereka incar?
Kalaupun nyawa, siapa orang itu?
Dan mengapa?
Adhka menatap langit-langit kamar. Sungguh, semua kejanggalan dan clue yang Mereka dapat membuatnya sedikit ragu akan satu hal. Tapi, mana mungkin?
Tok tok tok
Ceklek
"Bang, Lo sibuk?"
Di depan pintu terdapat Zalen yang masih menggunakan perban di beberapa tempat karena belum sepenuhnya pulih. Bahkan gadis itu sebenarnya belum boleh pulang, tapi yang namanya sudah keras kepala ya tidak akan pernah puas sampai keinginannya terpenuhi.
Adhka mengalihkan pandangannya pada sang adik dan kemudian menggeleng, "Nggak. Masuk aja." Tuturnya seraya beranjak dari kursi dan memutuskan membantu Zalen untuk berjalan ke arah kasurnya.
Zalen yang sedari tadi terdiam sembari menunduk membuat Adhka merasakan kekhawatiran. Jemarinya mengangkat secara perlahan dagu gadis itu. Laki-laki itu pun menatap matanya dengan sorot lembut, "Kenapa, hm? Cerita sama Abang." Pintanya.
Dagu Zalen terangkat. Alhasil Mereka saling bertatapan. Sorot matanya begitu memperlihatkan sebuah rasa takut sekaligus sendu. Dia menghela napas berat, "Bang, Gue mau jujur satu hal. Setelah ini terserah Lo mau nganggep Gue adik Lo atau bukan."
Adhka mengerutkan keningnya bingung, namun tetap mengangguk walau ada keraguan di hatinya. "Iya."
"Sebenarnya, Gue bukan Zalen yang asli."
"Maksud Kamu?"
"Eum, gini, nama Gue Maura Silvia Fedora. Anak SMA Buana. Entah gimana caranya Gue udah ada di raga adik Lo."
Keadaan seketika hening. Begitu lenggang. Pikiran Adhka berusaha menyatukan semua clue yang Ia dapat. Jadi semua pemikirannya benar? Laki-laki itu pun memejamkan matanya sejenak kemudian menghela napas, "Lalu di mana Alen sekarang? Jadi, itu alasannya kenapa sekarang yang Gue pikir Alen bisa memainkan pistol dan mengerti tentang strategi dan IT?"
Zalen mengangguk singkat, Dia tak mempermasalahkan perubahan ucapan Adhka yang sebelumnya menjadi Aku-Kamu menjadi Lo-Gue. Lagipula itu wajar. "Gue nggak tahu adik Lo sekarang di mana. Biasanya pemilik tubuh asli di cerita novel bakal ngedatengin di mimpi atau bahkan bisa dua jiwa masuk ke dalam satu raga, tapi ini nggak sama sekali. Iya, Gue Maura, ketua Crazyers, geng di SMA Buana. Dan Gue minta maaf karena kehadiran Gue ngebuat kehidupan Kalian jadi nggak tenang, Gue tahu sebenarnya Mereka ngincar Gue dan sahabat-sahabat Gue. Gue janji, setelah masalah ini selesai, Gue akan cari cara agar bisa ketemu sama adik Lo." Tuturnya membuat Adhka terdiam, pikirannya terpecah seketika.
Dan ketahuilah, Zalen sedang berusaha menahan rasa sesak di dadanya.
Setelahnya, ketua Salvadore itu pun membalas ucapan dengan nada dingin, tidak ada ekspresi humoris atau bahkan senyuman yang biasanya selalu Ia tampilkan di wajahnya. Ia berdiri dari duduknya, "Hm. Lo harus nyelesaiin semua ini, Maura atau siapapun Lo. Gue nggak mau lama-lama sama pembuat masalah di kehidupan orang lain."
Zalen hanya tersenyum dan mengangguk, setelahnya gadis itu pun pamit pergi keluar dari kamar laki-laki itu. Setelah yakin jika pintu tertutup rapat, Adhka menguncinya dan menyenderkan punggungnya di pintu bercat coklat. Dia meraup wajahnya kasar karena frustasi. Rasanya ada yang tak benar, tapi ego mengalahkan itu semua. Menyadari jika yang selama ini menemani dirinya selama beberapa bulan ini bukanlah jiwa sang adik sudah berhasil membuat mentalnya goyah. Apalagi jika yang lain?
"AKHHHH! BANGSAT!!"
Bughh
Tangannya terluka. Darahnya sudah mengalir. Dinding yang terlihat retak menampilkan jejak darah Adhka. Tapi sama sekali tak dipedulikan olehnya. Pikirannya sudah amat kacau. Dan ini pertama kalinya seorang Adhka Ksatria Andromeda lepas kendali karena kenyataan pahit yang melukai dirinya sampai ke ulu hati yang terdalam.
...
"Lo bodoh, Ra. Lo terlalu terlena dengan kehidupan kedua Lo sampai nggak tahu batasan." Zalen tertawa getir, rasanya benar-benar sakit. Benar, sejatinya, tidak akan ada yang mengharapkan kehadirannya. Dia hanyalah jiwa tak berguna yang dibentuk menjadi manusia. Tak ada yang salah, hanya dirinya saja yang terlalu berharap jika ada yang menyayanginya, bukan begitu?
Gadis itu pun menghela napas, Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri. Zalen mengeluarkan sesuatu dari balik saku baju piyama yang Ia pakai. Di sana sudah terdapat dua buah nama yang akan menjadi jalannya untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Ia pun bergumam pelan sembari menatap rembulan di luar jendela, "Shelma Revahia dan Diego Clark Lionel."
Ya, Dia harus bisa menemui kedua orang itu agar setidaknya pergerakannya semakin mudah. Tapi setiap kemudahan pasti ada kesulitan untuk mendapatkannya bukan? Ya, pastinya kepercayaan, dan Zalen akan pastikan mendapatkan keyakinan itu.
Zalen segera mengganti pakaiannya menjadi pakaian serba gelap, dengan sebuah topi hitam dan kacamata hitam. Tak lupa sebuah tas yang isinya dapat membantu rencananya. Kali ini Ia tak bisa memakai mobil ataupun motor di garasi, maka dari itu Dia sudah memiliki rencana cadangan. Dia keluar dari jendela, memanjat pohon, dan turun dengan mulus. Tak perlu tanyakan kenapa Zalen bisa memanjat dengan mudah. Itu pasti sudah sangat jelas di pikiran Kalian.
Dari kejauhan, sudah terdapat seseorang yang melambaikan tangannya dengan motornya. Dia Liam. Dengan cepat Zalen segera berlari ke arah di mana Liam berada. "Ayo!" Gadis itu segera memakai helm yang diberikan oleh laki-laki itu. Setelah memastikan Zalen telah siap, motor yang dikendarai oleh Liam melaju menjauhi rumah itu. Tanpa sadar, Adhka mengawasi Mereka dari jendela. Jelas sekali, tatapannya tak bisa diartikan.
"Kita mau ke mana dulu?" Tanya Liam dengan suara yang sengaja dikeraskan.
"Diego."
"Oke."
Mereka pun sampai di sebuah rumah tingkat di pinggiran kota Jakarta. Dengan hati-hati Zalen turun dari motor besar milik Liam. "Lo yakin ini rumahnya, Ce?" Zalen mengangguk.
"Lo tunggu di sini, Gue masuk dulu."
"Lo yakin nggak Gue temenin aja? Kalau ada apa-apa gimana?"
"Turutin perintah Gue, Liam." Dan setelahnya, laki-laki itu tak bisa membantah lagi.
Zalen menepuk pundaknya, berusaha meyakinkan temannya itu jika Dia akan baik-baik saja. Lalu tubuhnya pun lama kelamaan menghilang dari pandangan laki-laki itu. Liam mengambil ponselnya dari saku dan menghubungi rekannya dengan suara pelan, "Her."
"Gimana?"
"Untuk saat ini lancar, tapi Gue nggak yakin nggak bakal ada orang yang berusaha menghalangi Kita."
"Percaya sama Cerbera, Dia pasti udah tahu apa yang harus Dia lakuin kalo ada sesuatu nggak terduga." Dari markas bagian IT, Hera berusaha menenangkannya. Di dekatnya sudah ada Bumi dan Andra yang menemani gadis itu.
Liam menghela napas dan berdehem, "Semoga Lo bener."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Transmigration of Souls : The Same World [ END ]
Fantasy[Spin off Crazyers] { TTS Series } **** Perpindahan jiwa? Jujur, awalnya itu konyol bagi seorang Maura Silvia Fedora yang memang tak mempercayai hal tersebut. Tapi bagaimana jika Dia berpindah tubuh ke tubuh orang asing yang bahkan tak Ia kenal sedi...