49

923 108 4
                                    

Pembuat masalah? Ya, itu Gue. Beban? Ya, Gue sadar. Tapi seenggaknya Gue bukan Lo berdua yang pengkhianat, alias sampah negara. Harusnya orang-orang kayak Kalian dimusnahin sampai ke akar-akar!

-Queen Zalena Andromeda-

•••

Dia membolak-balikkan buku novel di pegangannya dengan mata memicing. Jadi karena ini alasan hidupnya tak pernah tenang? Dan sialnya lagi Dia adalah karakter utama di novel ini? Lalu bagaimana di kehidupan Ia sebelumnya? Apa jangan-jangan itu adalah cerita novel juga? Ah, sialan!

Author Biadab!

Kenapa bisa penulis adalah antagonis di cerita buatannya sendiri?!

Segala umpatan Zalen berikan pada Geani dalam hatinya. Gadis itu menatap sekeliling kamar yang lenggang karena hanya ada Dirinya di rumah ini. Rasanya amat bosan karena tidak ada Adhka yang biasanya menjadi korban keusilannya. Haah, mengingat lelaki itu membuat hatinya bergemuruh sakit. Bagaimanapun Dia sudah sangat menganggap Adhka adalah kakaknya.

Zalen mendesah pelan, "Kalo Gue pergi apa Gue bakal dicariin?" Gadis itu segera menghilangkan pemikiran bodoh itu dari otaknya dan tertawa miris, "Mana mungkin coba, Ra. Mereka maunya Zalen yang asli, bukan jiwa yang tersesat kek Lo."

Pranggg

Kaca kamar Zalen tiba-tiba pecah, dan dua orang bertopeng masuk ke kamarnya. Salah satu dari Mereka menyapa Dirinya yang sudah bersiaga, "Halo, Maura. Gimana rasanya hidup lagi dan singgah di raga orang lain?" Sapanya sekaligus menyindir gadis berambut hitam legam sepunggung itu.

Dua orang itu pun melepaskan topeng Mereka. Terlihat dengan amat jelas siapa Mereka. Siapa lagi kalau bukan Vhiona dan Alanzo. Keduanya pun tersenyum iblis. Dengan gesit Alanzo menembakkan sebuah obat pelumpuh ke tangan kanan sang Cerbera. Seketika, tubuh gadis itu lemas tak bertenaga dan kemudian menjadi mati rasa.

"LO APAIN TUBUH GUE, BAJINGAN!" Bentak gadis bermata kecoklatan itu dengan amarah. Vhiona tertawa pelan, Ia memposisikan Dirinya dan mempautkan mulut sosok di hadapannya dengan paksa. Tatapan kedua gadis itu saling bertemu.

Seakan sudah tak memiliki akal sehat, Vhiona kemudian tertawa lepas. "Ya ampun, Gue kasihan sama Lo. Cantik, sih, tapi ujung-ujungnya bakal mati tragis. Udah di kehidupan sebelumnya Lo itu beban keluarga kena penyakit Lo, eh, malah nurunin kepintaran orang lain." Ejeknya membuat Alanzo yang awalnya hanya mengamati Mereka ikut bersuara.

"Gak masalah kali, Vhi. Lagian Dia nggak punya talenta apapun, cuma bisa nyusahin orang doang. Dan lagi, yang ngurus semua masalah, kan, cewek yang namanya Zahna, kan?" Tambah lelaki itu.

Kata-kata Mereka menusuk sampai ke ulu hati gadis itu. Sakit tentu saat ditampar sebuah kenyataan kalau memang Dia hanya pembuat masalah. Zalen pun tertawa hambar, tatapannya begitu menusuk. "Pembuat masalah? Ya, itu Gue. Beban? Ya, Gue sadar. Tapi seenggaknya Gue bukan Lo berdua yang pengkhianat, alias sampah negara. Harusnya orang-orang kayak Kalian dimusnahin sampai ke akar-akar!" Balasnya dengan napas memburu.

Kalau saja Dia tak lumpuh dan dalam keadaan lemah seperti sekarang sudah Dia pastikan leher Mereka sudah menjadi pajangan di rumahnya.

Lumayan, kan, Dia bisa jual ke pasar gelap?

Vhiona menatap remeh sang Cerbera, Ia menepuk-nepuk pipi gadis itu dengan sedikit keras. "Ya ya ya, terserah. Mimpi aja sampe Jungkook nikah sama IU. Inget ya, di sekitar rumah ini udah dijaga ketat sama semua bawahan Ketua, jadi nggak akan ada yang bisa nolongin Lo. Dan ya, Gue nggak sabar buat ngulitin dan jadiin kulit Lo itu untuk bahan baku pakaian. Pasti bagus."

Alanzo yang mendengarnya pun sedikit merinding. Dia tak menyangka salah satu partnernya ini adalah seorang psikopat yang benar-benar sudah gila.

Zalen berdecih, "Sebelum Lo lakuin itu, Gue yang bakal jadiin sop daging buat anjing peliharaan Bang Sammy."

"Kita lihat aja nanti, cewek beban."

•••

"Kapan Kita bergerak, Kak? Kalo nggak cepat Zalen bakal dalam bahaya." Lika berujar dengan amat gelisah. Semua anggota Switz tak bisa tenang di markas Mereka sembari melihat keadaan sang Queen Mereka dari CCTV.

Noni tersenyum tipis, wanita itu pun memegang kedua tangan Lika yang amat dingin, "Percaya sama Saya, Kita akan berhasil. Saya berjanji Cerbera akan selamat. Lagipula kenapa Dia dijuluki Cerbera jika tak memiliki kelebihan dalam Dirinya? Tentu saja itu tidak mungkin." Katanya membuat beberapa dari Mereka mulai bisa sedikit tenang walau sisanya masih amat khawatir.

"Tapi tetap aja Cece manusia, Kak! Dia punya batas, nggak selamanya Dia kuat!" Bantah Celine dengan mata yang memerah. Galih yang berada di sampingnya segera mendekap gadis itu, "Udah Bego! Jangan nangis terus, Lo udah nangis lima jam tadi, Allahu." Omel lelaki itu gemas.

"N- nggak bisa berhenti, HUAAAA!!!"

"Yaelah!"

Zell mengerucutkan bibirnya kesal. Dengan kasar Ia menepis tangan Bumi yang terus saja berusaha menempelinya, "Lo kenapa sih?! Geli tahu, gak!" Sentaknya amat amat kesal.

"Zell, nikah yuk!"

Semua orang seketika mengalihkan pamdangan pada kedua orang itu. Mata Mereka melotot tak percaya. Bahkan Liam yang sibuk bermain game sampai kalah karena mendengar hal mustahil dari mulut seorang Bumi yang dikenal akan gengsinya yang amat tinggi. Bahkan untuk sekedar membantu saja ogah untuknya, apalagi mengajak seorang perempuan menikah.

"Lo lagi sakit, Bum?" Tanya Yama dengan ekspresi terkejutnya. Sedangkan Bumi tersenyum misterius, "Ya, nggak lah! Sejak kapan seorang Bumi suka sama yang namanya Zell. Udah bar-bar, bukan tipe Gue banget. Tipe Gue itu tuh kek Ikari yang kalem. Iya, kan, Kar?"

Bumi mengedipkan matanya untuk menggoda Ikari yang bergidik ngeri. Dengan keras gadis keturunan Arab dan Indonesia itu memukul bahu laki-laki menyebalkan yang tadi menggodanya. Dengan tatapan tajam Dia menbalas perkataannya dengan menusuk, "Sesungguhnya Allah membenci laki-laki yang berbicara berlebih-lebihan yang memutar-mutar lisannya untuk menampakkan kefasihannya sebagaimana sapi yang memutar-mutar lisannya."

Semua melongo mendengar balasan gadis itu.

"Kapan Gue pake ngomong puitis, anjir! Gue kan cuma goda Lo doang." Elak Bumi. Laki-laki itu menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal saat ditatap intens oleh Ikari.

"Sama aja. Godain cewek itu dosa."

"Nah, mampus! Kena mental nggak tuh." Ejek Bara tertawa ngakak. Laki-laki itu pun ber-tos ria dengan Avva.

Bumi memegang dadanya dengan ekspresi tersakiti, "Jahat sekali Kamu, Dinda."

Dinda yang asik memakan kacang melirik sinis lalu melempar kacang yang tak lagi ada isinya pada Bumi, "Apa manggil-manggil?!"

"Bwahahaha, anjir, Bumi diamuk ciwi-ciwi." Olok Bara lagi. Tawanya tak berhenti sampai Noni bersuara dengan ucapan yang tak terbantahkan.

"Kita bergerak sekarang!"


The Transmigration of Souls : The Same World [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang