eight

522 123 37
                                    

EIGHT : Beribu-ribu Pertanyaan Ibu

...

"Marissa, kamu pulang kantor emangnya jam berapa?"

Marissa menoleh kebingungan ketika tiba-tiba ditanyai pertanyaan seperti itu oleh Mama. "Jam delapan sampai rumah, Ma. Kenapa?"

"Terus kenapa sekarang jam sepuluh baru sampe?"

"Aku nonton tadi," jawab Marissa singkat. "Terus macet. Jadi ya gitu. Mama kayak nggak tahu aja lalu lintasnya tuh gimana di sini. Bikin mau mati."

Lengan Marissa sontak digeplak. "Heh, mulutmu," tegur sang ibu. "Besok-besok pulangnya agak cepat ya, dek? Jangan keluar-keluar sama temanmu lagi."

"Kenapa rupanya?" tanya Marissa penasaran. "Mama nggak kasian masa, aku stres terus jadi babu orang?"

"Lah, ngedrama kamu," balas Mama. "Abangmu mau pulang lho dua hari lagi. Jangan kelayapan. Luangin waktu sebentar buat keluarga, nggak susah kan?"

"Yeu, Mama cuma mau luangin waktu buat keluarga waktu abang pulang," celetuk Marissa pelan. "Selama ini aku di sini dianggap apaan, tempelan kulkas?"

"Yaiyalah, soalnya abangmu sibuk. Pasiennya banyak. Nggak kayak kamu yang kerja tapi kayak pengangguran gitu." Marissa mengaduh pelan ketika ibunya mencubit lengannya geram. Perempuan itu cemberut.

"Iya, iya. Aku pulang cepat. Mama ga seru ah, bercandanya main fisik."

"Orang kamu doang yang bercanda. Mama kan serius," kata wanita itu. "Kamu serius nggak mau nikah aja? Biar Mama comblangin sekalian."

Marissa memasang wajah malas. "Ga mau. Aku mau S3 dulu baru nikah."

"Ngapain nunggu sampe selama itu? Keburu ga laku."

"Supaya namaku di undangannya panjang. Gelarnya banyak gitu, hehe."

"Ga beres kamu." Mama geleng-geleng kepala heran. Putri bungsunya ini memang agak memprihatinkan. "Udahlah, Maris. Cepet-cepet cari jodoh ya?"

"Mama kok malah maksa anak gadisnya dibobol orang?" protes Marissa sebelum dipukul pelan sekali lagi oleh ibunya. "ADAW!"

"Kamu memang kalo ga ditepok ga bisa beres," kata Mama heran. "Gausah sampai S3 lah, Maris. Abangmu mau ambil spesialis tahun ini. Biayanya banyak."

Marissa sontak cemberut.

Tahu kalau putrinya merasa kesal, sang ibunda berusaha untuk meminta pengertian. "Makanya Mama mau kamu cepat menikah. Biar hidup kamu terjamin, gitu. Mau ya, Mama jodohin sama anak temen Mama?"

"Nanti deh, kalo aku uda ga ada harapan banget," balas perempuan itu menahan jengkel. "Ga sudi aku diobral-obral kayak barang diskonan. Sedi!"

Mama menghela napas pasrah. "Yasudah."

Marissa balik ke kamarnya dan merapatkan pintu. Ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan menyatukan kedua tangannya di depan badan.

"Tolong, tolong Tuhan, jodohin aku sama mas Raja!" pekiknya heboh. "Yang adil dong! Supaya meski aku ga sepintar atau sesukses mas Alfa, setidaknya jodohku lebih premium dari jodohnyaaaaa!"

...


"Kak?"

Arsenio menoleh, menemukan Bunda yang berdiri di ambang pintu kamarnya dengan semangkuk buah. "Bunda," panggilnya balik, agak terkejut. Ia menggeser buku yang semula ada di pangkuannya dan membenarkan posisi duduknya.

Senyawa | sungchan-winter.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang