twenty-three

709 122 124
                                    

TWENTY-THREE : Stabil Duplet

...

⚠️ (bisa jadi) chapter terakhir ⚠️
baca catatan penulis di akhir bab

contains kissing scenes ⚠️

...

The thing about the heart is
At the end of the day,
It's not so much who it originally belongs to,
As to who it was given to
And most importantly, whose it is to keep.

- a very special original quote, for a very special chapter.

...

"Abang mana?" tanya Marissa saat melewati Mama di sofa ruang tamu.

"Masih di rumah sakit. Katanya nanti mau taun baruan di Bandung sama si Natasha," balas Mama.

"Ke Bandung?" Marissa mengernyit sambil menyomot anggur dari mangkuk di atas meja lalu melipat kakinya di atas sofa. "Abang mana pernah ke sana."

"Pernah, Mama ingat beberapa taun yang lalu liburannya juga kesana. Yang waktu-waktu kamu baru pulang dari Melbourne?"

Marissa mengunyah sambil berpikir sebentar. "Ngga tahu. Dia kan pulang ke Jogja."

"Nanti taun baruan kamu ajak si Arsen kesini lagi."

Perempuan itu mengerutkan kening. "Ngapain?"

"Loh, pacar kamu kan? Ngga mau dikenalin ke Papa?"

Marissa hanya mengernyit. Tidak membenarkan, tidak menyangkal juga.

"Jangan begitu, nanti cepet tua muka kamu."

Marissa tidak membalas. Kepalanya teringat lagi dengan apa yang terjadi waktu itu, nyaris seminggu yang lalu.

"... tapi mungkin aja aku salah. Mari, aku-"

Marissa menelan ludah. Instingnya mengatakan ia harus pergi sekarang, sebelum mereka sama-sama menyesal.

"Gue... udah ngantuk," potongnya cepat, dengan terburu-buru naik tangga. "Gue tidur duluan ya. Good night, mas."

Arsenio sontak mengerutkan kening. "Oh oke.. good night."

Marissa melemparkan senyum canggung sebelum menghilang dari balik tangga dan masuk ke kamarnya dengan jantung berdegup kencang. Perempuan itu meletakkan gelasnya yang sisa setengah di atas nakas lalu duduk di tepi ranjang, menyisir rambutnya dengan tangan.

WHAT THE FUCK WAS THAT?

Matanya melotot sementara otaknya memproses perbuatannya barusan. Ia merasa laki-laki itu bakal mengajaknya pacaran-- tapi ia mungkin saja salah. Ia kabur karena ia tidak siap.

Pacar terakhir laki-laki itu meninggal. Ia tidak bisa jadi pengganti sesuatu yang seperti itu. Marissa bahkan tidak pernah pacaran sebelumnya, dan memulai hubungan dengan laki-laki yang problematik itu sama saja dengan cari mati.

"Fuck," gumamnya sambil merebahkan badan ke belakang dan menatap langit-langit kamar. Semuanya bakal jadi seratus kali lipat lebih pelik sekarang.


"Ugh." Marissa menutup wajah mengingat itu lagi. Sudah seminggu ia mengurangi kontak dengan Arsenio. Dan ia jadi luar biasa canggung, bahkan sampai bela-belain pulang ke rumah dan mengambil mobil supaya tidak ada alasan untuk pulang-pergi dengannya.

"Mah, abang pulang!"

Suara Alfa disertai bunyi pintu dibuka menarik perhatian mereka berdua-- dan perhatian Mama darinya. Marissa diam-diam menghela napas lega.

Senyawa | sungchan-winter.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang