TWELVE : Akrab di Hati, Asing di Telinga
...
"Hari Sabtu, hari Sabtu meng! Lihatlah babu yang kurang duit tapi banyak mau ini, hari Sabtu aja harus masuk kerja!"
Owen meletakkan kepalanya di atas meja setelah datang dan mengomel-ngomel tidak jelas, wajahnya lesu. Marissa sibuk berbenah di sebelahnya, lalu menepuk punggungnya dengan folder Bantex.
"Kasian sama anak-anak lo itu, uda makin deket pelaksanaan UTBK. Percayalah lo ngga lebih capek dari mereka," komentar Gisela yang masih fokus pada materi di laptopnya. "Oh, by the way, Mari."
Marissa memposisikan dirinya di sebelah Gisela. "Yoi?"
Gisela tiba-tiba berputar, wajahnya penuh rona bersemangat. "Gimana semalam?"
Marissa mengerutkan kening sambil membereskan berkasnya di atas meja. "Semalam kenapa?"
"Date lo dong sama si anak bawang, gimana gimana?" Owen melonjak dari bangkunya tiba-tiba bersemangat. "Jangan disimpen-simpen kaya tai, bongkar bestie!"
Gisela menatapnya malas. Marissa mengerutkan kening.
"Gue semalem ke Bandung bareng temen-temen," kata Owen langsung, bercerita tanpa diminta. "Ngikutin grup bang Dirga, kakak kelas gue dulu waktu SMA, terus ketemu cewe. Cakep iya. Imut iya. TAPI YANG PALING PENTING ADALAH SEIMAN PUJI TUHAAAN!" Pria itu mengusap wajahnya bersyukur.
"Congratulations!" seru Marissa menepuk-nepuk pundaknya. "Rencana PDKT bang?"
"Oh jelas, uda gue minta nomornya nanti malam gue jemput."
Gisela dan Marissa sama-sama bertepuk tangan bangga.
"Sejak gue uda buka kartu, Marisz wajib," kata pria itu sambil menunjuknya.
"Engga ada yang perlu diceritain," celetuk perempuan itu jujur. "Topik pembicaraannya ringan, orangnya santuy, banyak ngobrolin pengalaman-pengalaman. Apa lagi rupanya yang bisa diceritain? Lo sana yang deket-deket sama dia, kalian berdua kan segender."
"Orangnya gimana?" tanya Gisela sambil mengangkat kedua alis penasaran. "Secara detail!"
"Punya tata krama," jawab Marissa spontan. "Baik, sopan, good listener."
"Good listener?" Owen meminta penjelasan lebih lanjut.
Marissa mengangkat bahu. "Dia dengerin gue. Sesuatu yang jarang gue dapetin. Kalo pacaran dia pasti orangnya fleksibel. Santuy. Ga keukeuh mau satu hal dan ga bakal keberatan ganti rencana, tapi juga punya inisiatif sendiri."
"Sounds perfect!" Gisela nyaris memekik. "Fleksibel tapi bisa mandiri! Gila spesies cowok kaya gitu itu langka. Pepet Mar pepet!"
"Terus kenapa?" balas Marissa. "Gue gak bakal pernah pacaran sama orang yang sekantor sama gue. Dari SMA dulu gue uda punya strict policy begitu. Dilarang pacaran sama yang sekelas atau sefakultas. Pacaran di kantor yang sama ngerusak segalanya."
"Kalo gitu berarti lo mainnya harus jauhan dikit, bestie!" seru Owen sambil menjentik-jentik jemarinya di depan wajah gadis itu. "Lo kalo ga ketemu orang lain, mau pacaran sama siapa?"
"Sejujurnya gue ga gitu peduli," kata Marissa mengangkat kedua alis. "Terus, yang taun depan tiga puluh ya bedalah prioritasnya."
"Gue mah laki, nikah umur empat puluh juga tenang-tenang aja," celetuk Owen.
"Trust me, wen, kalo ada yang beneran bisa dinikahin juga gue mau-mau aja," balas Marissa. "Tapi kenyataannya ngga ada. Yaudah santai ajalah. Kalo beneran jodoh pasti bakal ketemu juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyawa | sungchan-winter.
Fiksi PenggemarLove doesn't truly ever die. It is revived, with the right person. ... Arsenio tidak sedang buru-buru mencari pengganti Vanya-- perempuan yang sudah meninggalkannya tiga tahun silam, namun masih berdiam di dalam hatinya yang kini terkunci rapat. L...