αυτσρнiℓє - 14

3 2 0
                                    

Pukul sudah menunjukkan 00.00, sementara Letta baru saja keluar dari kediamannya. Meninggalkan Bella yang tertidur seperti b4b1 tersebut. Hina authornya, jangan Lettanya.

Angin malam menampar kulit Letta, membuatnya merinding sejenak. Terduduk di pasir pantai yang sedang pasang tersebut. Penglihatan disini temaram, tak ayal jika Letta bisa diculik preman disini. Tapi– ah tidak mungkin seperti itu. Apa juga gunanya Letta diculik?

"Ga baik cewek malem malem disini?"

Suara itu– Selya? Benar? Apabila benar, Letta benar benar menyesal jika kesini dengan tujuan menyendiri.

"Ga usah pergi, gue ga niat ganggu lo– buat sekarang, gatau deh nanti"

"Lo mau apa Sel?"

"Gue? Mau gue? Gue masih mau lo"

"Gila"

Selya mendecih, "Terserah mau bilang lo apa, tapi sejauh apapun lo kabur..", Selya memiringkan kepalanya di depan Letta. "Gue bakal tetep nemuin lo"

Selya berhendak ingin pergi meninggalkan Letta yang sudah terpaku mendengar perkataannya, "Gue harap lo ga deket deket sama Bumi, lo tau gue bakal cemburu kan?".

Semenit setelah Selya pergi, Letta menatap ke arah langit. Seakan ingin sekali pergi kesana. Tapi itu tak berguna, 23 tahunnya akan sia sia. Kalau seperti itu, kenapa tidak sejak dulu saja bunuh diri? Pikir Letta.

"Ngapain malem malem kesini?"

"Astaga!", kaget Letta menatap laki laki tinggi menjulang menghalagi pemandangannya melihat air pasang tersebut.

"Ngapain?"

"Emang kenapa kalau gue kesini?"

"Ga baik"

"Oh"

"Lo terlalu tertutup untuk menjadi manusia"

"Lo terlalu manis untuk menjadi manusia"

Tunggu..

Kenapa Bumi terpaku hanya karna kata "manis" dari Letta. Pipinya terasa panas, jangan lagi. Pipi Bumi terlalu mudah untuk merah, entah itu karna sinar terik mentari ataupun karna malu. Oleh karna itu Bumi selalu harus bisa mengendalikan ekspresinya.

"Cieee buffer nich? Ternyata gue masih bisa ngegombal juga", sombong Letta terkekeh sendiri.

Bumi berdecak melihat Letta jengah, "Lo cantik kalau ketawa".

"Yaiyala cantik bego! Dimana mana kalau orang senyum bakal cantik juga"

"Eh ya..", ucap Letta tiba tiba membuat Bumi menoleh padanya.

"Boleh ga, gue curhat sebagai Adek lo yang manis ke Abangnya?"

"Curhat?"

"Hmm ya, curhat, ga boleh yak?"

"Boleh aja"

"Ada pertanyaan yang banyak buat lo"

"Kalau misalnya kita jatuh, lalu bangkit, dan akhirnya takdir mengatakan kita harus jatuh– apa yang harus kita lakukan?"

"..."

"Kedua, jika kucing jantan selalu menganggu kucing betina– pantes gak kalau misalnya tikus betina menganggu kucing betina?"

"..."

"Ketiga, hemm apa ya bagusnya– kalau cinta itu berbentuk sebuah kertas, apa lo bakal ngerobekin terus buang ke tempat sampah? Kertas itu...lemah"

"Nah, silahkan jawab– gue tau lo pinter. Jangan sok sok an ga bisa jawab pertanyaan gue"

"Jawaban satu, takdir tak ada yang bisa di salahkan. Dua, ada yang ganggu lo? Cewek? She's love you, right?. Tiga, cinta itu semu, ga ada perumpamaan yang bisa ngalahin dia"

"Oalah singkat, padat, dan jelas jawaban lo ya miskah"

"Gue males basa basi"

"Dari sekian banyak orang banyak yang gue tanya, bahkan pasien gue, belum ada yang jawab setepat itu– terutama nomor dua. Semua orang nyangka gue di selingkuhin, hahaha!! Gue aja belum punya gimana diselingkuhin?"

"Jangan tertutup, semua orang bakal jauh dari lo kalau kayak gitu"

"Tapi kalau gue pikir..itu kenyataan yang harus selalu gue telan dalam dalam– tertutup yang nyelametin gue dari segalanya"

"Cinta? Lo tau?", tanya Bumi penasaran.

Letta menggeleng, "Walaupun, ya, gue suka baca novel romance– tapi gue terlalu sulit buat buka hati, apalagi ke orang baru"

"Gue?"

"Gue percaya sama lo, kalau lo kecewain gue– yaudah, itu aja jawabannya"

"Pesimis, lo gampang nyerah karna satu alasan"

"Satu alasan yang akan menjadi jutaan alasan kalau gue ngelonjak"

Kali ini Bumi terdiam karna ucapan seorang perempuan yang terlihat masih lugu, "Gue orangnya itu– ada ya ada kalau nggak yaudah ga usah, itu aja, gue males hidup ribet", ucap Letta sambil menatap cahaya yang berada di tengah laut, nelayan yang sedang mencari ikan tentunya.

"Terlalu santai, tapi gue ga bisa larang apa yang lo lakuin"

"Kalau lo pikir, gue bisa ngebuka hati lo gak?"

"Ambil piso, terus bedah, selesai dengan sempurna eak"

"Gue serius"

"Hai serius"

"Ck, bisa ga lo serius sekali aja"

"Jangan serius serius nanti ujungnya sakit hati"

"Sekarang lo pacar gue, gue ga nerima penolakan", ucap Bumi membuat Letta ingin meledakkan tawanya.

"Pfft..buahahahaha!! Sumpah ngakak bet anjir muka lo kek gitu!!"

"GUE SERIUS LETTANIA!!"

"Woouu..santai bruh jangan kayak gitu, heh denger ya– gue pikir lo gak serius, because what? Gue aja gak kenal lo, asal usul ntah darimana tiba tiba nongol, kerjaan lo aja gue kagak tau. Gimana gue mau coba?"

"Gue–"

"Eits..tapi dari semua alasan itu, satu alasan kuat yang gue punya–", air muka Letta tiba tiba menjadi datar membuat Bumi menyeringit heran. "Hati gue terlalu beku buat orang baru, sebut gue labil karna gue percaya lo tadi, cuma gue ga nyangka aja lo nekat kayak gini.."

"Gue masih milik Allah dan Bonyok gue, bukan lo", tekan Letta.

AutophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang