"Alzheimer Disease suatu gangguan otak atau demensia (pikun) dan terus berlanjut, tidak dapat kembali seperti semula lagi, tidak ada penyebab pasti, tidak ada pengobatan yang tepat dan sampai sekarang tidak ada obat yang dapat diharapkan.
"Penyakit ini dapat menghapus sedikit demi sedikit memori dalam otak bahkan bisa menghapus secara total memori tersebut.
"Biasanya penyakit ini umumnya menyerang lansia. Tapi entah bagaimana kau bisa menderita penyakit ini diusia yang masih sangat muda. Ini mungkin suatu faktor keturunan atau faktor genetika.
"Seperti yang kubilang tadi tidak ada obat yang bisa diharapkan untuk lepas dari penyakit ini. Tapi kau tak perlu khawatir. Ada beberapa obat yang bisa memperlambat terjadinya Alzheimer ini menjadi semakin parah.
"Kau bisa mengonsumsi obat yang akan ku berikan untukmu, Donepezil Rivastigmine. Obat itu memiliki efek samping yang tinggi seperti mual, muntah, hilang nafsu makan, berat badan menurun dan lesu
"Aku harap kau bisa melewati hari-harimu dengan baik seperti biasa. Menjadi Jenna. Jenna yang kukenal. Jenna yang suka melanggar aturan sekolah dan Jenna yang selalu menduduki rangking 18 dari 25 siswa." aku sedikit terkekeh mendengar Zayn berkata seperti itu, dia tampak mengingat kelakukanku dulu, saat menjadi juniornya. Dia masih mengingatnya.
"Jangan jadikan penyakit ini alasan untuk putus asa atau bahkan alasan untuk bunuh diri. Percayalah, kau bisa menghadapinya!"
Ucapan Zayn beberapa menit yang lalu masih tergiang di pendengaranku, kalimat demi kalimat terekam jelas di otakku. Mataku masih terpaku pada satu titik pada kertas hasil diagnosaku yang kini ku pegang.
Aku masih tidak bisa mencerna setiap perkataan yang keluar dari mulut Zayn. Apa aku sedang bermimpi? Yang jelas kini kurasakan seluruh anggota tubuhku kebas seketika, hampa. Pikiranku kosong, sementara ucapan demi ucapan yang Zayn lontarkan terus saja tergiang-giang di telingaku. Tanpa henti.
"Jen, kau okey?"
Tidak. Aku sedang tidak baik-baik saja untuk saat ini.
"Jen.." Zayn berdiri dari kursi dokternya, menghampiriku-berjongkok di bawahku yang kini berada di atas kursi pasiennya, "Kau boleh menangis. Menangislah sepuasmu tapi kau tidak boleh putus asa seperti ini. Kau bisa menghadapinya, ini bukanlah akhir dari segalanya. Kau masih-"
"Aku tidak bisa menghadapinya! Kau tidak tahu bagaimana rasanya berada di posisiku, Zayn. Aku-aku.." seketika tangisanku membludak seperti nuklir, sehingga aku tidak dapat menyelesaikan ucapanku sendiri. Sial.
"Kau harus berjuang! Berjuang melawan penyakit ini. Kau tidak boleh lemah seperti ini, Jen." suara Zayn terdengar frustasi di pendengaranku, kedua sorot matanya memandangku dengan sendu, ada sebuah pengharapan yang tergambar di kedua bola matanya, apakah dia peduli padaku?
"Buat apa aku berjuang, hah?! Akhir dari hidupku juga aku tidak akan mengingat semuanya. Aku akan menjadi seorang gadis terbodoh di dunia ini." aku menjerit frustasi, melampiaskan gejolak yang menghimpit dadaku, membawa satu tanganku ke rambutku, mencengkramnya penuh kekesalan. Aku benci penyakit ini!
"Kau akan menemukan seseorang yang bisa kau jadikan alasan untuk kau terus bertahan."
Seseorang? Seseorang yang menjadi alasan untuk aku terus bertahan?
Siapa? Zayn?
Aku menampar diriku kebawah, masih sanggupkah aku berharap seperti itu padanya? Ditengah kondisiku yang tidak bisa dikatakan baik seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzheimer Disease
Fanfiction"Aku akan mengalami kematian mental sebelum kematian fisik. Aku akan melupakan segalanya segera. Nantinya, aku tidak akan tahu apa alasanmu untuk selalu bersamaku, mengapa kau masih bertahan disisi ku. Kau tahu? kau akan pergi dari pikiranku, Harry...