Chapter 28

27.5K 1.7K 171
                                    

HARRY.

Setelah memastikan Jenna benar-benar sudah terlelap sehabis diperiksa oleh Zayn beserta pasukkannya, pun aku menghampiri ruangan Zayn. Aku harus bergulat dengan gengsi dan logikaku terlebih dahulu untuk menapakkan kakiku di ruangannya, karena kau tahu sendiri aku tidak mempunyai hubungan yang baik dengan keparat itu. Mengesampingkan dendam beserta tata bengek yang lainnya, akhirnya aku membuka pintu ruangan tersebut dan langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Zayn.

"Memang sudah seperti itu rupanya. Jika kau memarahiku karena tidak becus menangani gadismu itu, maka tindakanmu itu sama sekali tidak berguna. Cepat atau lambat, penyakit itu akan merenggut semuanya."

Bahkan sebelum aku mengutarakan apa maksudku untuk menemuinya, ia sudah menjawab lebih dulu. Seolah ia memang sudah mengetahui maksudku dari kedatanganku ini.

"Apa sampai sekarang obatnya belum ditemukan?"

Zayn menggeleng.

"Lebih tepatnya, tidak ada obat untuk penyakit itu," katanya mengoreksi ucapanku, "obat yang aku berikan pada Jenna pun sepertinya sudah tidak mempan lagi."

Aku menggeram ditempat, tidak bisakah seorang Dokter Zayn itu berusaha menemukan obat untuk penyakit Alzheimer ini, ha? Dia bisa bekerja sama dengan dokter-dokter lain atau bahkan profesor ahli untuk memecahkan obat yang seperti apa agar bisa mematikan penyakit gila itu. Iya 'kan?

"Kalaupun aku bisa, aku pasti akan melakukannya. Tapi penyakit ini bukan penyakit sepele seperti flu atau batuk, penyakit ini setara dengan kanker yang bahkan kanker sendiripun sampai sekarang belum ada obatnya." lagi, Zayn menjawab isi pikiranku. Zayn melepaskan kacamata yang sedari tadi betengger di batang hidungnya, ia memijat batang hidungnya sejenak sebelum akhirnya menatapku.

"Jenna melupakanmu." entah ya, entah untuk apa aku memberitahu hal itu pada Zayn. Tapi serius ada sesuatu yang menggelitik di dalam tubuhku mengetahui Jenna tidak mengingat Zayn dan Jenna masih mengingatku. Aku seperti mendapat kemenangan atas ini semua? Uh, mungkin.
"Aku tahu," kata Zayn, "dan kau patut berbangga diri karena gadis itu masih mengingatmu."

Aku melempar senyum kebanggaanku, aneh juga tiba-tiba saja rasa senang yang absurd datang menyerbuku, "Uh ya,"

Zayn kembali mengambil kacamatanya kembali, meletakkannya di atas batang hidungnya sebelum mengambil berkas-berkas di salah satu laci kerjanya. Aku ikut melirik-lirik kearah kertas yang sedang ia baca tersebut. Apa itu berkas-berkas yang menyangkut tentang Jenna?

"Sejauh ini, Jenna pasienku satu-satunya yang berhasil bertahan sampai sejauh ini." kata Zayn, suaranya terdengar lebih kecil dari sebelumnya.

Tunggu.

Apa katanya tadi?

"Apa?" mataku melotot dengan sendirinya sebagai perwujudan keterkejutanku, "apa maksudmu?"

Zayn kembali membolak-balikkan lembar demi lembar berkas yang ada diatas mejanya, sebelum akhirnya kembali meletakkan berkas-berkas itu ke tempat semula.

"Asal kau tahu, kasus seperti ini sudah sering aku hadapi. Dan sepanjang sejarahku, ada lima persen dari sembilan puluh lima persen pasien yang bisa bertahan,"

Aku mengangkat sebelah alisku tinggi-tinggi, masih terlalu tidak mengerti cara penyampaian Zayn yang terlalu berat.

"Tolong gunakan bahasa yang mudah dimengerti."

Zayn tergelak sejenak, sebelum memfokuskan dirinya kembali, "banyak dari pasienku melakukan tindakan bunuh diri karena tidak sanggup menghadapi ledakan-ledakan baru di dalam dirinya karena penyakit itu. Belum lagi stress dan frustasi yang kadang-kadang menyerbu mereka."

Alzheimer DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang