Ya Tuhan, terimakasih.
Aku bahagia, melihat Harry tertawa disampingku, mendekap tubuhku yang kuakui sudah sangat kurus sekarang. Bayangkan saya, aku kehilangan sepuluh kilo bobot badanku karena penyakit ini. Berat badanku sekarang empat puluh lima kilogram, persis seperti berat badan anak sekolah menengah pertama, bukan?
Dan mari kita lupakan soal bobot tubuhku, karena ada yang lebih penting dari itu. Disampingku, lelaki yang sangat kucintai sedang menggengam tanganku, sesekali mengelusnya pelan dan mencium puncak kepalaku. Ia sama sekali tidak malu untuk menunjukkan rasa sayangnya kepada orang-orang yang ada disini, karena katanya; Untuk mencintaimu, tidak mengenal rasa malu. Justru aku bangga memperkenalkanmu sebagai seseorang yang bertahta di hatiku.
Lalu coba lihat ke kiri, ada Kelvin dan juga Niall. Mereka ikut larut dalam percakapan hangat kami. Sesekali tertawa ataupun meledek Harry yang sangat overprotektif padaku belakangan ini. Dan disana juga ada Audie, ia beberapa kali meneteskan air mata bahagia karena aku.
Semua orang yang aku sayang, kini berkumpul disuatu ruangan. Saling berbagi kisah, saling berbagi canda dan saling berbagi ejekan. Jika seperti ini, aku merasa bukanlah bagian dari dunia. Dan dunia bukanlah tempat kacau dan rumit yang mengerikan.
Bolehkah aku meminta permintaan klise namun sangat berharga; seperti memohon kepada sang waktu untuk berhenti sekarang, misalnya?
"Jadi kau sudah mengingat semuanya?!" lagi-lagi Kelvin bertanya dengan nada yang masih sama, antara tidak percaya dan terkejut. Asal tahu saja, Kelvin sudah bertanya hal itu sebanyak seratus kali dalam seminggu ini.
"Kalaupun dia tidak mengingat semuanya, aku siap jadi ingatannya." Harry menjawab, jawaban yang selalu sama dalam seminggu ini.
"Oh, ayolah, Harry kau sudah menjawab pertanyaanku seratus kali dengan kalimat yang sama." Kelvin mendengus dan tertawa.
Harry menaikkan sebelah alisnya, lalu menjawab jenaka, "Dan kau sudah mengajukan pertanyaan itu sampai seratus kali, Kelv."
"Aku hanya takut jika ini mimpi, eh." Kelvin memutar bola matanya seraya membela diri.
Harry tersenyum, membawaku lebih dalam ke dekapannya, "Kadang kau harus mempercayai hal yang tidak mungkin, sekalipun."
Lalu kami hanyut dalam suasana hangat dan membahagiakan ini. Dan pernahkah kau merasakan hal ini? Ketika kau hanyut di dalam percakapan yang menyenangkan bersama seseorang yang kau sayangi, kau pasti tidak akan sadar sudah berapa banyak waktu yang kalian habiskan bersama. Yang kau sadari hanya perasaan nyaman tiada tara saat melihatnya berbincang dengan sangat antusiasnya, di sampingmu. Rasa-rasanya, kau sudah merasa sebagai manusia sempurna yang dikelilingi kebahagiaan yang melimpah.
Contohnya sekarang ini.
"Ah ya, dua hari lagi pengumuman kelulusanmu bukan, brotha?" Niall bersuara.
Seketika suasana hening.
"Benar, Harry?" aku bertanya kepadanya.
Harry mengangguk setelah diam beberapa saat.
"Whoa, aku tidak mengira calon adik iparku sudah mau lulus!" Kelvin diseberang dengan heboh bersorak, yang langsung mendapatkan cubitan dari Audie.
"Kau memalukan!" Audie mencibir.
"Uh, ya, aku memang mempunyai kemaluan." Kelvin menjawab datar.
Baik Niall maupun Audie serempak menjitak kepala Kelvin. Kelvin hanya mendengus seraya mengelus kepalanya pelan.
"Kau sudah memberitahu keluargamu soal ini?" aku bertanya lagi, menatap dalam matanya.
"Belum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzheimer Disease
Fanfiction"Aku akan mengalami kematian mental sebelum kematian fisik. Aku akan melupakan segalanya segera. Nantinya, aku tidak akan tahu apa alasanmu untuk selalu bersamaku, mengapa kau masih bertahan disisi ku. Kau tahu? kau akan pergi dari pikiranku, Harry...