Chapter 17

32.2K 2.1K 244
                                    

Entahlah. Semua mengalir dengan sangat cepat. Tanpa seorangpun yang bisa menghalanginya. Seolah waktu berputar dengan cepat melebihi aktivitas kerja biasanya. Seolah langit terlalu cepat untuk berganti warna. Dan tanpa disadari, sudah hampir seminggu penuh Jenna menghilang dari pandangan Harry. Menghilang dalam artian menjauh. Ya, Jenna benar-benar berniat untuk mengubur perasaan terkutuknya itu.

Kejadian seminggu yang lalu, tepatnya saat Jenna bertengkar hebat dengan Harry-- mampu membuat semuanya berubah. Berubah dengan sendirinya. Entah berubah dalam artian baik ataupun buruk.

Jenna pulang ke fratnya dengan kondisi tidak layak sekali malam itu. Bau alkohol serta asap rokok tercium dari setiap hembusan napas Jenna. Rambutnya yang tinggal sebahu karena ia mengguntingnya asal. Riasan makeupnya yang luntur karena air matanya yang merebak. Dan sepertinya riasan makeup itu sengaja ia buat lebih tebal, dan asal kalian tahu--Jenna nyaris tidak pernah memakai makeup kemanapun ia pergi, kecuali acara formal dan riasan makeupnya juga tidak setebal malam itu.

Yang jelas malam itu Jenna bukanlah Jenna. Membuat Kelvin sangat murka mengetahui Harry-lah yang menyebabkan adiknya seperti ini.
Tepat sebelum Jenna masuk ke dalam rumahnya, Harry memarkirkan mobilnya asal, bergegas berlari kearah Jenna. Berusaha menahan Jenna namun dihalang oleh Kelvin terlebih dahulu.

"Jangan sentuh dia!" Kelv memperingatkan dengan suara yang tidak ada bagusnya, menyeramkan.

Lalu, terdengar benturan keras beberapa kali. Membuat telinga siapapun sakit mendengarnya. Setelah itu dilanjutkan dengan suara gesekan antara baju dengan jalan setapak di perkarangan frat Jenna. Suaranya lebih mengerikan. Lalu terdengar suara seseorang terbatuk-batuk, serta suara desahan kesakitan. Membuat bulu kuduk siapapun yang mendengar suara-suara itu meremang, termasuk Jenna.

"Harry." tanpa sadar Jenna memanggil nama dia. Dengan suara yang amat pelan tetapi mampu di dengar oleh Harry. Seolah mereka memiliki ikatan yang cukup kuat sehingga Harry bisa mendengar suara sekecil itu keluar dari bibir mungilnya. Bahkan Kelvin sekalipun tidak mendengarnya.

Harry tersenyum samar disana, menatap Jenna dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Jenna menutup mulutnya kala menyadari kondisi Harry jauh dari kata baik-baik saja. Diulang, jauh dari kata baik-baik saja. Badannya berlumur darah dan juga tanah. Dan saat Kelvin meninju bagian perutnya dengan keras, Harry memuntahkan sesuatu. Darah segar yang kental itu keluar dengan deras dari bibirnya. Bibir yang paling Jenna sukai, dulu hingga detik ini, meskipun bibir itu kini terlihat mengerikan karena baru saja memuntahkan bau amis yang menyengat.

Jenna menggeram. Kenapa Harry tidak membalas perbuatan Kelvin? Kenapa Harry diam saja seolah pasrah menerima itu semua karena dia memang bersalah? Ayolah, dia benar-benar bersalah. Tetapi Kelvin tidak berhak membuatnya seolah seperti seonggok daging tak berdaya seperti itu!

Lagi-lagi, Kelvin melempar tubuh Harry ke rerumputan setelah ia mengangkat tinggi-tinggi kerah baju Harry. Terdengar suara yang retak disana. Entah apa yang retak, semoga saja bukan tulang Harry.

Jenna ingin menghentikan Kelvin kala ia melihat Kelvin ingin menghampiri Harry lagi. Bagaimanapun dan separah apapun Harry menyakiti hatinya, tetap saja ia tidak bisa untuk berdiam diri melihat Harry dianiaya dengan tidak berperikemanusiaan oleh kakaknya sendiri. Langkah Jenna terhenti kala seseorang menariknya. Memintanya untuk tidak kesana. Niall.

"Kelvin, hentikan! Kau membuat Jenna menangis!" Niall berteriak keras sehingga Kelvin terpaksa menghentikan perbuatannya. Harry masih terkapar di rerumputan. Darahnya merebak dimana-mana. Luka serta goresan melengkapi tubuhnya yang sudah babak belur.

Jenna menatap Kelvin dengan tatapan kesal sekaligus takut. Jenna bersembunyi dari tatapan Kelvin. Yang tanpa sadar, Jenna memeluk tubuh Niall. Membisikkan sesuatu pada Niall berulang-ulang kali.

Alzheimer DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang