Selama di perjalanan pulang, pipiku tak henti-hentinya terasa panas yang menyengat. Perasaan malu itu masih membekas. Bagaimana tidak? Acara itu acara milik seorang Clarie Amga! Clarie yang mempunyai kedudukan tinggi di sekolah, salah satu pelajar yang terpopuler, anak cheersleader pula. Tentu kau bisa menebak siapa saja yang diundang oleh Clarie, 'kan? Dan kau tahu betapa malunya aku, 'kan?
Sekarang aku hanya berharap semua yang datang ke acara Clarie tadi mengidap penyakit Alzheimer mendadak, sehingga mereka bisa melupakan kejadianku yang memalukan itu.
Ahh, lihat betapa kejamnya aku.
"Sudah kubilang, jangan ceroboh."
"Ini bukan salahku!"
"Tentu salahmu. Kau terlalu ceroboh."
Aku mendelik, "Ini salahmu. Kau yang memaksaku untuk ikut, memaksaku memakai high heels yang menyakitkan ini, kau mengontrol hidupku hari ini!"
"Ha--"
"Ralat. Kau mengontrol hidupku setiap hari. Setiap saat."
Harry menjatuhkan dirinya ke sofa, melepaskan tuxedo dan sepatu kulit mengkilatnya yang kutaksir harganya pasti sangat mahal, lalu Harry menatapku, "Bukankah, kau senang jika aku mengontrol hidupmu?"
"Tentu. Tapi tidak saat kau--Astaga!" aku memaki-maki diriku, kalimat laknat itu begitu saja keluar dari mulutku.
Mati kau Jen, kau mempermalukan dirimu semakin dalam.
"Aha! Lalu apa masalahnya sekarang?"
"Masalahnya yaa.. Karena kau!" aku kikuk. Astaga. Kata-kata yang sudah terangkai sedemikian rupa di kepalaku langsung melebur begitu saja saat kalimat laknat itu meluncur dan membuatku malu di hadapan Harry.
"Aku bingung. Apa kalian para wanita selalu begini? Wanita bilang, mereka ingin ini itu. Saat lelakinya melakukan ini itu--tapi nyatanya wanita dengan tidak tahu malunya merengek pada kesalahan lelaki yang sudah berusaha menuruti keinginan mereka."
"Hei, tidak semua wanita seperti itu! Kau tidak bisa mesetarakan setiap wanita."
"Tapi kau termasuk tipe wanita itu." kata Harry santai
Aku menghembuskan napas jengah, memutar tumitku dan berjalan meninggalkan Harry. Aku sedang tidak bersemangat untuk adu argument dengannya. Maksudku tidak untuk hari ini. Aku masih dibelenggu rasa malu yang mencekam.
"Jen."
Harry memanggilku. Aku terhenti beberapa langkah lebih depan darinya, mendadak jantungku berdebar kencang sampai-sampai aku bisa mendengarnya melalui telingaku.
Aku menoleh, sedikit gemetar karena efek yang terjadi di dalam diriku, "Apa?"
"Terimakasih."
Harry tersenyum samar, mengancungkan ibu jarinya lalu berlalu menuju ke kamarnya, maksudku kamar Kelvin. Meninggalkanku dengan detak jantung yang semakin menggila di dalam sana. Aku masih membeku dan mematung di tempat. Baru saja tadi, aku sangat amat kesal dengan pria controlling itu tapi sepersekian detiknya, aku melumer. Hanya karena ucapan terimakasihnya yang singkat. Serta senyumnya yang memabukkan.
Dia sangat mempunyai efek yang sangat dahsyat bagi kinerja organ tubuhku.
***
Aku menggeliat malas, berguling-guling kesana-kemari seperti sebuah bola. Hari ini aku cuti sekolah, pasalnya--aku masih tidak punya muka untuk tampil di sana. Aku pasti sedang menjadi trending topic di Xtc.
Aku menggeliat lagi, lalu dengan cepat bangkit dari ranjang kesayanganku. Berjalan terhuyung-huyung keluar. Perutku sudah berbunyi tidak karuan di dalam sana, meronta-ronta untuk segera disini. Maka dari itu, aku ingin ke dapur saat ini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzheimer Disease
Fanfiction"Aku akan mengalami kematian mental sebelum kematian fisik. Aku akan melupakan segalanya segera. Nantinya, aku tidak akan tahu apa alasanmu untuk selalu bersamaku, mengapa kau masih bertahan disisi ku. Kau tahu? kau akan pergi dari pikiranku, Harry...