Chapter 18

31.6K 2.1K 214
                                    

Dengan percikan amarah yang semakin meluap, gadis itu segera bangkit kala lelaki yang sedari tadi dipangkuannya sudah di bawa oleh pihak rumah sakit. Matanya yang memerah bergerak dengan liar mencari sosok itu, sosok yang berhasil membuat Harry terdampar dengan menggenaskan di jalanan raya. Mata itu menyipit, lalu dengan tenaga yang masih tersisa, ia berlari sekencang-kencangnya--berusaha menggapai sosok yang tengah berjalan lunglai di tepi jalan raya. Dengan mobilnya disamping.

"ERL!!" ia berteriak lantang, namun yang dipanggil tersebut malah mempercepat langkahnya. Seolah menghindari kenyataan yang akan menghantamnya. Membuat gadis itu yakin, memang dialah pelakunya.

Gadis itu ikut mempercepat langkahnya, membuat langkah-langkah yang amat besar. Tangannya yang bebas meraih pundak sosok itu, mencabik pundaknya sebelum membalikkan badan itu agar bisa menatap dirinya yang sedang kalap.

Erlangga.

Dengan segelintir darah yang masih terlihat keluar dari pelipisnya. Napas gadis itu semakin memburu kala menyadari luka Erlangga tidak separah luka yang diderita Harry. Bahkan, Erlangga masih bisa berlari sebagaimana orang baik-baik saja pada umumnya. Ini tentu tidak adil.

"APA YANG KAU LAKUKAN, BRENGSEK?!" gadis itu berteriak liar, suaranya terdengar mengerikan. Terlebih wajahnya yang tidak kalah mengerikan, karena wajahnya kini dipenuhi oleh air mata dan bekas darah dari tubuh Harry.

"Kau mencoba membunuhnya? HAH?!" gadis itu menggoyang-goyangkan tubuh Erlangga dengan ganas, meluapkan segala emosinya pada lelaki berambut blonde itu.

"Aku tahu, kau punya dendam pada keluarga Axelle. Tapi kenapa kau melibatkan Harry?! Dia tidak ada sangkut-pautnya dengan keluarga Axelle, kau tahu!"

Napas gadis itu semakin memburu, membuatnya harus menetralisirkan terlebih dahulu deru napasnya. Sementara bayang-bayang Harry yang tergeletak di jalanan aspal yang panas itu masih tergiang dalam benaknya. Bagaimana darah keluar dari segala sisi tubuhnya, bagaimana mata itu tertutup, bagaimana bibir itu terkatup, hal-hal itu masih terekam jelas di benaknya. Pemandangan yang sama sekali tidak pernah ia duga sebelumnya.

"Kau pikir aku bisa tenang melihatmu meraung-raung, mengadu tersedu-sedu padaku tentang Harry yang terus-menerus menanyakan keberadaan gadis penderita Alzheimer itu?!"

Gadis itu mengangkat wajahnya, menatap Erlangga kala lelaki itu mulai membuka suara. Mata Erlangga terlihat memerah, sama seperti dirinya.

"Aku tidak bisa tenang melihat kau seperti itu, Cla! Aku--"

"Tapi kau tidak perlu sampai melakukan ini! Kau mencelakainya atau bahkan membunuhnya!" Clarie berteriak frustasi di hadapan Erlangga.

"Dan aku tidak bisa melihatmu menangis seperti itu! Lelaki itu pantas mendapatkannya. Seharusnya dia tidak mempermainkan dua wanita sekaligus!"

"Tapi aku akan lebih menderita daripada ini kalau sampai-sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Harry!" sela Clarie cepat, suaranya melengking saking tidak habis pikirnya ia dengan apa yang ada di otak Erlangga saat ini. Dia gila, lebih dari itu dia membuat Clarie ikut gila, "Kau tahu, aku mencintainya. Dan kumohon, jangan sakiti Harry lagi. Aku mohon dengan sangat padamu, Erl. Tolong kondisikan akal sehatmu. Aku tidak mau Harry berakhir ditanganmu, seperti nasib Deph, ibumu itu."

Clarie menghapus air matanya, menatap Erlangga nanar. Sementara Erlangga masih terlihat shock, karena Clarie baru saja mengungkit kejadian masa lalu yang mengerikan itu padanya. Seolah Clarie kembali menenggelamkannya pada lautan bersalah masa lalu, walaupun ada rasa bangga kala ia berhasil melakukan aksi bejatnya itu.

"Dan kalau sampai terjadi hal buruk pada Harry--aku tidak akan memaafkanmu. Lebih parah dari itu, aku akan menjebloskan kau pada liang mengerikan. Kau mengerti maksudku, bukan?"

Alzheimer DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang