2 || B E G I N

2.3K 335 37
                                    

Kesibukan kota menjengah. Padahal ini masih bisa dikategorikan 'pagi'.

Tidak apa, itu wajar. Istilahnya, manusia selalu tau kapan dia harus memulai harinya, atau kapan ia mulai sibuk dengan urusan dunia-Nya. Semakin awal, maka akan semakin bagus. Mayoritas manusia memilih pagi sebagai awal, karna pagi adalah permulaan sesuatu yang disebut 'kehidupan'.

Sama halnya dengan tiga orang pemuda yang berjalan bersisihan ditrotoar, menuju sebuah sekolah. Dua diantaranya menghiasi perjalanan mereka dengan sederet keluhan klasik.

"Ini keterlaluan! tidak-kah aku terlalu tua untuk kembali menggunakan seragam ini?" ujar Jeno, kemudian melenguh singkat.

"Apa yang Mark hyung pikirkan, sampai menyuruhku menyamar jadi anak SMA?"

"Karna kau adalah yang terbaik dalam penyamaran," jawab Jaemin.

Renjun mendesis. "Aku penasaran, mengapa hanya kita bertiga? Liu Yangyang juga tampak seperti bocah, kenapa bukan dia saja?"

Jaemin yang mendengarnya hanya terkekeh. "Meskipun Yangyang berwajah anak-anak, tapi mentalnya lebih mirip lansia. Serius, kalau dia yang menyamar, bisa diperkirakan kita akan langsung ketahuan. Lagipula, otak cerdasnya diperlukan dalam markas."

Renjun dan Jeno akhirnya berhenti mengeluh, dan melanjutkan perjalanan dengan sepenuh hati. Renjun yang berjalan sambil memperhatikan sekelilingnya, entah bagaimana merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Lantas, ia menghentikan langkahnya. Membuat Jaemin dan Jeno ikut berhenti dan bertanya-tanya.

"Kenapa berhenti? ini sudah pukul tujuh, kau ingin terlambat?" ujar Jeno.

Renjun masih sibuk menyapu pandangnya ke sekitar. Ingatan buram tiba-tiba merasukinya.

"Aku merasa... sangat sering lewat sini sebelumnya. Tapi kapan?" ia menggaruk-garuk tengkuknya.

"Hanya perasaanmu saja, ini pertama kalinya kita melalui rute ini," ujar Jaemin.

Renjun menggeleng, "Tidak, aku yakin aku pernah kesini. Aku bahkan merasa akrab dengan lingkungan ini. Tembok-tembok penuh coretan tangan, dan sebuah pohon kering. Tempat ini tidak asing bagiku."

Firasat Jaemin jadi tidak bagus, ia bergerak dan menyeret lengan Renjun untuk berjalan lebih cepat.
"Ayo cepat! Nanti terlambat."

Meski masih bagai orang ling-lung, Renjun hanya menurut saja, dan melupakan sejenak soal ingatan-ingatan tipis nan semu yang berlabuh begitu saja diotaknya barusan.




***



"Apa mereka akan baik-baik saja?" tanya Jisung kepada Mark yang masih sibuk berkutat dengan seonggok kertas yang berisi informasi mengenai hasil tes forensik ke-enam korban, sembari melingkari bagian-bagian yang penting menggunakan pena merah.

"Mereka harus baik-baik saja, sampai misi ini selesai," jawab Mark acuh tak acuh.

Kening Jisung mendadak mengkerut. "Apa kau tidak khawatir terhadap mereka, hyung? Bagaimana pun, misi kali ini lumayan berisiko. Hyung taulah, pembunuh tetaplah pembunuh."

TAK!


Mark menghentakkan dengan keras berkas tebal--yang sedang dibacanya--di atas meja. Ia memandang Jisung mengintimidasi, sampai membuat Jisung tentu saja kaget, dan sedikit merasa tertekan.

"Hyung, jangan begitu pada Jisung. Dia kan hanya bertanya," ujar Chenle yang ikut kaget melihat aksi Mark barusan, sampai-sampai sereal yang tengah dimakannya nyaris tumpah sangking kagetnya.

DISGUISE [NCT Ver] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang