Haechan perlahan membuka matanya. Menghalau pening. Beberapa saat kemudian, mulai mendeskripsikan sekitarnya untuk dirinya pribadi. Sebuah ruangan mirip gudang, dengan dipenuhi tong-tong air besar yang sepertinya kosong. Lantai disini bahkan masih kayu. Tempat ini panas, membuatnya berkeringat. Anak-anak rambutnya pun ikut basah oleh peluh.
Ia diikat di sebuah tiang penyanggah. Terduduk dan tidak bisa bersuara karena mulutnya di bekap oleh lakban. Haechan tau, dia tidak boleh panik meskipun ia sendiri pun tak bisa memastikan apakah besok, ia masih hidup atau tidak. Ada beberapa hal yang sudah lama Haechan ketahui jika seseorang dalam situasi diculik.
Pertama, jangan panik.
Kedua, mengamati sekitar. Cari dengan teliti apapun yang barangkali bisa dijadikan senjata. Sejauh penglihatan Haechan, hanya ada tong air yang ia harap cukup berat untuk dilemparkan kepada si penculik.
Ketiga, amati diri sendiri. Haechan harus tau dulu keadaannya. Dan ia rasa, ia baik-baik saja untuk sekedar menyelinap dan lari jika sudah memungkinkan.
Ceklek...
Haechan rasa, oknum yang membuatnya terikat disini telah tiba. Tepat didepan pintu. Haechan tidak bisa mengenalinya. Pemuda itu menggunakan pakaian serba hitam. Topi yang ia kenakan menutup sampai kemata, kemudian ditambah masker yang juga sama berwarna hitam--menutupi sampai batang hidung.
Kadang Haechan bingung.
Kenapa, semua penjahat selalu enggan menampakkan wajahnya?
Kenapa, harus ditutup-tutupi seperti itu?
Malu?
Jika dia malu, kenapa dia melakukan kejahatan?
Ada banyak cara untuk menuju ke jalan yang benar, kenapa orang-orang seperti mereka malah memilih jalan yang se-rumit ini?
Dihantui oleh kemungkinan penyergapan seumur hidup, terus melarikan diri dari pihak berwenang, tidak bisa merasakan kebebasan yang sesungguhnya. Apakah itu asyik? Sepertinya, tidak. Melelahkan baru benar.
Pria itu berjalan menghidupkan seklar lampu sehingga ruangan tersebut menjadi terang benderang. Namun itu tak membuat Haechan berhasil melihat rupa orang itu.
Langkah kaki membuat lantai kayu berderit. Haechan terdiam menunggu apa yang akan orang itu lakukan padanya setelah ini--mengetahui ia yang sudah sadar. Haechan bahkan sudah siap jika ia akan dihajar atau lebih buruknya langsung dibunuh.
Tapi sepertinya pria itu tidak punya niat membunuh lantaran ia hanya punya satu botol soju bersamanya, yang sudah kosong. Tidak mustahil memang benda itu bisa melukai orang, namun Haechan tidak melihat sedikit pun gerakan yang menandakan pria misterius itu akan melakukan hal aneh.
Ia hanya berjongkok dan melepaskan lakban dari mulut Haechan.
"Kau tau kenapa kau disini?" suara pemuda itu akhirnya keluar. Ia menghempaskan bokongnya sambil bersandar di dinding, tidak jauh dari tempat Haechan di ikat.
Haechan memilih tidak menjawab.
"Sejujurnya, diantara semua, kau adalah yang paling merepotkan." pemuda itu terkekeh serkatis.
"Kau dan otakmu itu maksudku. Dan apa kalian pikir kami tidak tau tentang penyamaran siswa sekolah itu? Sejak awal kami sudah tau, sayangnya."
Haechan membuat ekspresi bingung.
Pemuda itu kembali buka suara. "Malam itu kau melihatku, dan mengejarku bersama salah seorang rekanmu. Untungnya kalian kehilangan jejak."
Haechan mengingatnya. Seseorang dengan setelan hitam yang menghilang dan membayar seorang pedagang kaki lima untuk menipu mereka. Jadi orang ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
DISGUISE [NCT Ver] ✔
Mystery / ThrillerApa jadinya jikalau detektif berusia 23 tahun, ditugaskan untuk kembali menjadi bocah Sekolah Menengah Atas? Hal ini dikarenakan sebuah misi rahasia, dengan tujuan menangkap pembunuh siswa berantai dalam suatu sekolah. Inilah mereka, para detektif j...