Lara buru-buru memarkirkan mobilnya di sebuah rumah besar. Rumah itu memiliki banyak jendela terdiri atas dua lantai dengan sebuah paviliun di sebelahnya. Pada bagian depan rumah tertulis 'Asrama Putri'.
Dari dalam rumah bergegas keluar empat wanita. Mereka membopong Nawang masuk ke dalam salah satu kamar. Dalam rumah terdapat satu ruang besar di tengah yang disekat dengan dua buah rak pajang. Terdapat puluhan kamar di sekelilingnya.
Raynar ingin ikut masuk ke dalam.
"Kita tunggu di sini saja," seorang wanita menahannya di ruang tamu.
Lara menyampaikan sesuatu dengan bahasa isyarat.
"Iya, terima kasih. Sampaikan salamku pada Gora," jawab wanita itu.
Lara memandang Raynar, memberi isyarat untuk pamit.
Raynar mengangguk. Lara pun pergi dengan mobilnya
"Jadi kamu yang bernama Raynar," ujar wanita itu.
"Iya," jawab Raynar sambil terus melirik ke dalam kamar.
"Tenang saja, Nawang akan segera pulih," wanita itu menenangkan. "Hanya luka gores, racunnya hanya di permukaan. Jika manusia yang terkena akan mati dan berubah menjadi pajjang."
"Seperti zombie...?" tanya Raynar terbelalak.
"Ya. Jiwanya mati tapi tubuhnya masih hidup," Wanita itu mengangguk. Ia mencoba mengingat-ingat, "Tapi aku tidak pernah menemukan pajjang sekuat itu sejak hari penguncian gerbang antar alam. Berarti gandarva sudah menemukan caranya."
"Cara apa?"
"Nanti aku ceritakan. Duduklah."
Raynar duduk di ruang tamu yang begitu luas. Wanita itu ikut duduk di depannya. Ia tampak begitu lembut dalam menuturkan setiap katanya. Tubuhnya tinggi semampai. Wajahnya selalu tersenyum. Rambutnya hitam berkilau indah, bola mata berwarna abu-abu. Dengan segala polah geraknya yang begitu tertata ia tampak seperti seorang super model.
"Tempat apa ini?" tanya Raynar.
"Ini tempat tinggal kami, para kantiana. Nawang pasti sudah cerita siapa kami. Sengaja kami tulis asrama putri biar masyarakat tidak curiga isinya wanita semua."
Raynar memandang sekeliling. Terdapat beberapa foto dan lukisan kuno dipajang di dinding. Kesemua orang dalam foto-foto itu adalah wanita. Ada sebuah lukisan kuno seorang wanita berkebaya. Wajahnya sangat mirip dengan wanita di depannya.
"Iya itu aku. Pada orang luar yang bertanya, aku bilang itu lukisan nenekku," kata wanita itu seperti tahu apa yang Raynar pikirkan. "Nawang sudah cerita umur kami bisa sangat panjang?"
Raynar mengangguk.
"Namaku Samsara," wanita itu memperkenalkan diri. "Beginilah kehidupan kami para kantiana di alam manusia. Kami harus merahasiakan kehidupan kami menyesuaikan diri dengan manusia."
"Seperti secret society?"
"Seperti itu. Kami tidak bisa berlama-lama di suatu tempat atau di satu profesi. Kami harus hidup berpindah-pindah," terang Samsara. "Di setiap kota ada sanctuary, suaka seperti ini. Walau ada juga kantiana yang memilih hidup sendiri terpisah seperti Nawang."
"Ada berapa banyak kantiana yang tinggal di sini?"
"Ada dua puluh empat orang."
"Apakah semua kantiana saling mengenal?"
"Di seluruh dunia? Tentu tidak, karena b'dari juga terdiri atas kerajaan-kerajaan. Jika dari kerajaan yang sama masih saling kenal."
Raynar kembali melirik ke dalam. Ia melihat beberapa wanita keluar masuk kamar Nawang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Ketujuh
ActionMengapa di jaman modern sekarang tidak ada lagi cerita tentang peri? Tidak ada bidadari menari di ujung pelangi. Juga tidak ada lagi bayangan monster yang datang di malam hari. Bagaimana jika ternyata pintu dimensi mereka saat ini sedang terkunci? S...