lima belas

44 6 0
                                    

Nawang dan Raynar berjalan menyusuri jalanan perkotaan.

Fajar mulai menjelang. Lampu jalanan mulai dipadamkan. Jalan-jalan masih sepi. Petugas kebersihan kota masih melakukan tugasnya menyapu jalan dan mengumpulkan sampah. Beberapa orang yang sedang lari pagi melewati mereka.

Nawang lebih banyak diam. Tudingan perempuan pecundang tadi mengorek luka lamanya. Batinnya menangis. Tapi ia tetap berusaha menahan agar tak terlihat.

Raynar menyadari ada yang berkecamuk dalam pikiran Nawang. Ia tidak mau mengusiknya. Ia tahu Nawang sedih.

Mereka berdua berjalan dalam diam.

"Kamu lapar? Mau cari sarapan?" tanya Raynar.

Nawang menggeleng. 

Raynar juga sebenarnya sama sekali tidak merasa ingin makan apa-apa. Kesedihan Nawang seolah menulari dirinya.

Matahari mulai menyembul keluar.

Kota mulai menggeliat bangun dari tidurnya.

"Nawang, aku punya sesuatu buat kamu," kata Raynar.

"Apa?"

Raynar menghentikan langkahnya. Nawang ikut berhenti.

"Tutup mata kamu," Raynar menutup mata Nawang kemudian memeluknya. Nawang diam saja.

"Jangan mengintip ya."

Tiba-tiba...

Wuisss!

Nawang merasa kakinya tidak lagi menapak tanah. Ia merasakan pelukan erat Raynar tapi di saat bersamaan ia merasa tubuhnya melayang.

Nawang membuka matanya perlahan.

Ia melihat awan di depannya, di sampingnya, di atasnya. 

"Aku ada di alam langit," Nawang berteriak melepaskan pelukannya. 

Raynar tersenyum. Ia hanya diam melayang melihat tingkah laku Nawang.

Nawang terbang kesana kemari. Menukik, melesat, berputar, salto di udara.

Nawang tertawa riang. Ia terbang menghampiri Raynar. 

"Terima kasih," Nawang mencium pipinya.

Ia kemudian terbang lagi menembus awan. Kali ini dengan kecepatan tinggi hingga sebagian awan ikut terbawa terbang. Nawang terbang mengitari awan. Awan seperti ikut menari bersamanya. 

Nawang tertawa. Ia terlihat sangat bahagia.

Nawang terbang kembali ke arah Raynar.

"Ayo ikut aku," Nawang menarik tangan Raynar.

Mereka terbang bersama.

Terbang melayang ke kiri dan ke kanan sambil tertawa-tawa.

Berulang kali mereka sengaja menabrakkan awan di depan mereka 

Raynar yang mulai memahami cara terbang memutari Nawang seperti sedang mengorbit.

Raynar berhenti di bawah Nawang terbang dengan cara terlentang. Ia memandangi wajah Nawang dari bawah. Nawang balas memandangi wajah Raynar.

Mereka bertatapan lama.

Beberapa detik kemudian Nawang tersenyum tersipu dan terbang melesat meninggalkan Raynar.

Raynar menambah kecepatan terbang menyusul Nawang.

Kini mereka terbang berdampingan.

Nawang menyenggol tubuh Raynar kemudian terbang melesat lagi.

Bidadari KetujuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang