Raynar diizinkan menghadap Yang Mulia Paduka Ratu Samudera Kandita.
Ia didampingi Panglima Blora di sebelahnya.
Raynar baru kali ini berada dalam ruangan yang sangat besar dan megah. Ruangan itu terang. Selain karena tumbuhan air beragam warna yang mengeluarkan cahaya, Raynar melihat batu karang di ruangan itu juga mengeluarkan cahaya walau lebih redup. Jaraknya dengan singgasana cukup jauh, tapi ia masih bisa melihat wajah sang Ratu dengan jelas.
Ratu Kandita duduk di singgasana dengan didampingi puluhan pengawal di kiri kanan. Ia tampak begitu anggun dan berwibawa. Kekuatan dan kesaktiannya seperti terpancar dari raut wajah yang tenang.
Tetapi kewibawaan dan kesaktian itu tidak membuat Raynar merasa takut atau terintimidasi, justru ia merasa aman dan terlindungi saat berada dekat sang Ratu.
"Maafkan kedatanganku, Yang Mulia Paduka Ratu," Raynar menghaturkan sembah sangat dalam. "Aku ingin berterima kasih atas kemuliaan Paduka yang telah menyelamatkan jiwaku."
Ratu tetap diam. Tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.
"Seperti Paduka Ratu ketahui, umat manusia dalam bahaya. Raja Angkara Ractasa telah menguasai Tongkat Perunggu dan akan memimpin bangsa gandarva untuk melampiaskan dendamnya kepada umat manusia. Ingin memusnahkan kami."
Ratu menatap Raynar dengan seksama. Tetapi tidak sepatah kata pun keluar dari bibirnya.
"Tolong kami, Yang Mulia Paduka Ratu. Tolong bantu kami mencegah mereka. Tolong bantu alam manusia," Raynar memohon.
Sang Ratu diam cukup lama. Kemudian menggeleng.
Melihat itu Blora menarik Raynar mundur.
"Kami undur diri, Paduka," Blora menghaturkan sembah.
Sambil terus dalam posisi menyembah, mereka mundur keluar balairung istana.
Raynar termenung di taman istana. Berarti manusia harus berjuang sendiri menebus kesalahan yang dibuat oleh manusia sebelumnya.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa jika Paduka Ratu telah bersabda," Blora menghampirinya.
Raynar mengangguk.
"Kerajaan samudera sangat jarang mau terlibat dengan masalah dunia permukaan," ujar Blora. "Sepengetahuanku hanya dua kali. Pertama ketika aku masih kecil, ada raja manusia yang hendak membawa pasukannya ke alam sini dan kedua ketika ada raja manusia yang sangat kejam pada rakyatnya. Paduka Ratu sendiri yang turun memimpin pasukan dengan kereta kencana membawa gelombang pasang raksasa sampai kaki Gunung Merapi."
Raynar menarik nafas panjang.
"Iya aku mengerti," ujar Raynar.
Ia bisa mengerti dan menerima keputusan Paduka Ratu.
"Baiklah. Aku ingin tahu, apa keistimewaan seorang pelintas batas? Selain bisa melintas antar alam," tanya Raynar.
"Sebenarnya setelah nanti kemampuanmu telah keluar seutuhnya, kamu akan memiliki kesaktian ketiga alam. Lincah seperti b'dari, kuat seperti gandarva dan cepat seperti kami," kata Blora. "Kamu bahkan tidak butuh bantuan kami mengalahkan gandarva."
"Kapan itu?" tanya Raynar.
"Aku tidak tahu. Aku yakin kamu akan merasakannya sendiri nanti," jawab Blora. "Selain melintas antar alam, pelintas batas sebenarnya bisa melintas ke berbagai tempat di dalam alam yang sama."
"Maksud Panglima, aku bisa berpindah ke mana pun di muka bumi?"
"Iya seperti b'dari atau gandarva saat berubah jadi bayangan. Mereka bisa muncul di mana pun."
"Bagaimana caranya?"
"Kamu hanya membayangkan tempat itu dan seketika kamu akan sampai ke sana."
Raynar tersenyum lebar mendengar itu.
"Tuanku Panglima Blora. Terima kasih Kerajaan Samudera telah menyelamatkan jiwaku," Raynar berlutut menghaturkan sembah. "Saatnya aku mohon pamit. Tolong sampaikan penghargaan dan terima kasihku pada Paduka Ratu. Dan juga Lara."
Panglima Blora menepuk pundak Raynar, "Akan aku sampaikan. Jaga dirimu, pelintas."
Raynar memejamkan mata. Berkonsentrasi.
Laut di sekitarnya seperti berputar. Kemudian...
Wuiiis!
Raynar seketika sudah berada di tepi jurang pinggir pantai. Ia tersenyum menatap sekelilingnya.
Hari sudah hampir senja. Deburan ombak terdengar keras di bawahnya. Ditingkahi suara burung camar yang bersahut-sahutan.
Raynar berdiri diam melihat ke arah langit di depannya. Matahari berwarna emas seolah bertengger di atas awan ufuk barat.
Ini adalah tempat impianku, ujar Raynar dalam hati. Tempat di mana langit, laut dan daratan bersatu.
"Raynar...!"
Ia sayup-sayup mendengar suara yang akrab memanggilnya. Raynar membalikkan badan.
Di kejauhan ia melihat seorang wanita sedang berlari di padang rumput ke arahnya. Mata Raynar terbelalak. Ia pun langsung lari menyambut.
"Nawang?"
"Raynar..."
Ternyata Nawang yang berlari sambil menangis.
Raynar mempercepat larinya.
"Nawang!"
Mereka berjumpa di tengah.
Mereka berpelukan.
"Raynar," tangis Nawang makin pecah. Ia menangis bahagia. "Aku tahu kamu akan datang ke sini."
Raynar memeluk Nawang erat. Ia membenamkan Nawang yang terisak dalam dadanya.
Raynar membelai rambut Nawang, terlihat ada intan berkilau di ujung kepalanya.
Raynar mengecup kilau itu.
"Aku rindu kamu, Nawang."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Ketujuh
ActionMengapa di jaman modern sekarang tidak ada lagi cerita tentang peri? Tidak ada bidadari menari di ujung pelangi. Juga tidak ada lagi bayangan monster yang datang di malam hari. Bagaimana jika ternyata pintu dimensi mereka saat ini sedang terkunci? S...