dua puluh enam

33 4 0
                                    

Di perkemahan lereng Pangrango.

Andre tampak pingsan dengan tangan terikat di dalam tenda. Ia dijaga oleh dua orang butha bertubuh besar. Di bagian tenda yang lain Lamtoro sedang didatangi salah satu anggotanya.

"Bagaimana Lamtoro? Apa perintah pimpinan Andara?"

"Dia belum memberi kabar," jawab Lamtoro.

"Bagaimana dengan pelintas batas?"

"Pesan terakhir tadi malam dia bilang tangkap pelintas batas, jangan dibunuh."

"Mengapa tidak dibunuh? Pelintas itu bisa kacaukan rencana kita. Sekarang dia ada dimana?"

"Entah. Andara belum beri tahu kabar terbaru. Tenang Alan. Percayakan saja pada dia, seperti dulu moyang kita percaya pada moyang dia. Ingat keluarga dia yang dahulu menawarkan leluhur kita saham yang mengalirkan kekayaan buat kita sampai sekarang," kata Lamtoro.

"Aku baru cari tahu ternyata perusahaan keuangan yang dimiliki keluarganya luar biasa. Hampir di semua perusahaan besar dunia ada saham perusahaan itu," ujar lelaki yang disebut Alan.

"Dan yang terpenting, dia yang mengenalkan kita pada Ractasa yang menjanjikan akan memberikan kembali kekuasaan atas negara ini," tambah Lamtoro.

"Dan dia juga yang mengirimkan pasukan pengawal buat kita. Operasi kita tidak akan berjalan jika tidak ada mereka. Kamu pernah bertemu dengan Andara?"

"Belum pernah. Hanya kontak lewat telepon dan email," jawab Lamtoro. "Dia tidak pernah mau ditemui siapa pun."

"Saya pernah dengar dia seorang tua renta dengan alat bantu medis di sekujur tubuhnya."

Dua orang butha datang dengan membawa sebuah peti kayu.

Lamtoro membuka peti itu. Sebuah tongkat kerajaan terbuat perunggu sepanjang lengan dengan ukiran kuno di seluruh permukaannya.

"Setelah satu tahun kita menyembunyikan pusaka ini. Berpuluh-puluh tempat kita uji coba untuk mencari di mana lokasi yang disebut Palagan Pamungkas, medan pertempuran terakhir. Akhirnya kita berhasil menemukannya di Pangrango," kata Lamtoro.

"Bagaimana ceritanya kamu bisa mendapatkan pusaka ini setahun lalu?"

"Ada sekelompok arkeolog amatir dari Barnett College New York yang bisa memecahkan teka-teki lokasi Tongkat Perunggu yang ternyata di Belanda."

"Mereka tidak curiga?"

"Mereka mahasiswa semester dua. Gampang dibohongi! Saya bilang saja dari museum di Indonesia."

"Hmm. Kamu tahu caranya mengaktifkan pusaka ini tanpa arahan pimpinan?" tanya Alan.

"Pimpinan sudah cukup memberikan petunjuk. Kita hanya butuh darah salah satu pengawal pada saat  puncak purnama. Dan saat bersamaan kita pun akan menjadi perkasa."

"Malam ini setelah membangkitkan wabah pocong kita juga membuka portal. Bagaimana kita menyembunyikan ribuan pasukan makhluk astral di sini?"

"Alan, kamu lupa? Kita sudah membeli ratusan hektar tanah kosong dan kompleks gudang. Itu yang akan jadi markas Ractasa. Segera siapkan semuanya. Kita mulai tiga jam lagi."

"Lebih cepat?"

"Lebih cepat, lebih baik."

***

Bidadari KetujuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang