tiga

176 10 1
                                    

Raynar tiba-tiba berada di dalam hutan. 

Pepohonan di hutan itu sangat rapat. Gelap temaram. Cahaya hanya remang-remang. Lamat-lamat ia dapat mendengar suara dahan yang berderak karena angin. Raynar melihat sekeliling. Pemandangan yang samar. Namun ia sama sekali tidak mendengar suara binatang. Hanya suara angin dan daun bergesekan. 

Raynar melangkah perlahan. Ia baru menyadari dirinya  telanjang kaki. Ia bisa merasakan tanah lembab di kakinya. Susah sekali berjalan di tengah hutan yang penuh dengan semak pohon yang berbelit satu sama lain.

Ketika matanya mulai terbiasa dalam temaram, ia menyadari di depan ada banyak pohon tinggi menjulang seperti membentuk pilar-pilar raksasa.

Tiba-tiba dari balik pohon itu ia melihat sesosok makhluk lari menuju ke arahnya. Tubuhnya tinggi besar. Caranya berlari setengah membungkuk, tapi cepat sekali.

Simpanse? Gorila? Insting menyuruh Raynar memutar badan dan berlari menjauh.

Raynar mengambil langkah seribu. 

Tetapi langkah makhluk itu lebih cepat. Raynar mempercepat larinya. Tak dipedulikan badannya perih tersabet dahan pepohonan.

Makhluk itu meloncat. Kaki kanan Raynar ditepak. Raynar jatuh terguling-guling.

Sedetik kemudian, bumi serasa berputar.

Wuisss!

Bruk!

Raynar jatuh dari tempat tidur.

"Untung hanya mimpi," kata Raynar setelah sadar. Nafasnya masih memburu. Sungguh mimpi yang sangat menakutkan.

Ia baru menyadari tidur dengan pakaian kemarin di kantor. Rupanya semalam ia tertidur saat menonton film kungfu untuk dijadikan referensi gerakan perkelahian yang diminta sutradara. Lagi pula Raynar baru kembali ke apartemen hampir tengah malam.

Ia melihat ke jendela.  Matahari sudah menyingsing. Ia mencoba bangun tapi kaki kanannya terasa perih.  Ada luka baru di kakinya. Empat garis sejajar seperti luka cakar.

"Kenapa ini?" Raynar memegangi kakinya. Ia melihat di tempat tidur mungkin saja ada benda tajam. Tidak ada.

Raynar membuka pintu balkon untuk melihat luka itu lebih jelas di luar. Sambil tertatih ia melangkah keluar.

Baru sampai di balkon, sudut mata kanannya melihat seorang wanita melompat dari lantai atas dan sudut mata kirinya melihat bola api menerjang ke arahnya.

***

Raynar dan wanita itu saling bertatapan,

Wanita itu telah sepenuhnya sadar. Agaknya dia menyadari apa yang baru saja dilihat Raynar.

Prang!

Tiba-tiba kaca pintu balkon pecah dihantam bola api.

"Kita keluar dari sini!" teriak wanita itu.

Raynar masih tercengang melihat bola api seukuran bola tenis membentur dinding yang langsung padam, hilang begitu saja meninggalkan bekas gosong menghitam. Tangannya ditarik.

"Ayo kita keluar!" kata wanita itu.

Raynar menurut. Ia buru-buru mengambil sepatunya sebelum keluar dari unit apartemen.

Mereka berdua setengah berlari sepanjang lorong apartemen menuju lift. 

"Handphone ketinggalan," tahan Raynar.

"Tidak ada waktu."

Raynar bingung apa yang sedang terjadi. Tapi ia menurut saja mengikuti setiap langkah cepat wanita asing itu.

Bidadari KetujuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang