9. Good as Hell

12K 1.6K 321
                                    

Begitu melangkah masuk ke Dock 37 Bar & Kitchen, mata Jovita menyapu ke sekeliling ruangan, mencari Joseph, Thomas, atau Edda. Berusaha menemukan orang yang dikenal untuk berbincang sambil menikmati sarapan. Suasana restoran pagi ini lebih lengang daripada dua hari kemarin. Ia melirik arloji, hampir pukul 7. Biasanya Joseph sudah datang sekitar jam ini, sedangkan Thomas dan Edda sedikit lebih siang.

"Mencariku?" tanya seorang pria dari arah belakang Jovita. Aroma cedarwood menguar dari tubuhnya.

Jovita tersenyum lebar sambil menoleh. Suara dan wangi parfum pria itu sudah terekam di memorinya. "Mencari orang yang sudah bisa memaklumi kebiasaan basa-basiku."

Joseph menciptakan lengkungan tipis di bibir. Ia menunjuk ke salah satu meja di sudut resto. Terdapat empat kursi yang masing-masing berada di tiap sisi meja. Ia mempersilakan Jovita berjalan terlebih dahulu.

"Bagaimana cara menjaga kesehatan otak kita agar tidak mudah pikun?" tanya Jovita membuka percakapan setelah mengambil sarapan yang disajikan prasmanan.

Joseph tergelak. "Kamu cukup cepat beradaptasi. Langsung mengajukan pertanyaan bukan basa-basi."

Jovita tertawa dan menyahut, "Aku harus menyesuaikan dengan lawan bicaraku."

"Padahal aku sudah menyiapkan jawaban jika kamu bertanya ke mana aku akan pergi hari ini." Joseph masih geli membayangkan pertanyaan macam itu.

"Kalau begitu bersiaplah besok kutanyakan hal semacam itu." Jovita tersenyum lebar sembari mengolesi roti panggangnya dengan mentega dan vegemite.

"Apa itu?" tanya Joseph menunjuk ke selai berwarna cokelat kehitaman yang sedang dioles oleh Jovita. "Aku beberapa kali melihatnya."

"Vegemite. Ini selai khas Australia. Kamu harus mencobanya." Jovita mengambil sedikit vegemite di ujung sendok teh lalu menyodorkannya kepada Joseph.

Joseph ragu-ragu, tetapi kemudian menerima sodoran dari Jovita. Ia mencium selai itu, kemudian mencicipi sedikit.

Jovita tersenyum jahil, menunggu reaksi Joseph.

Kedua ujung alis Joseph turun, sisi hidungnya berkerut, dan bibir atasnya membentuk huruf U saat indra pengecapnya merasakan vegemite. Air mukanya mengekspresikan rasa jijik terhadap makanan yang barusan dicobanya. "Apa ini? Mengapa kamu menyukainya?"

Jovita tak dapat menahan tawa. Mimik Joseph adalah ekspresi orang non-Australia pada umumnya kala pertama kali mencoba vegemite. Ditambah lagi air muka Joseph yang cenderung datar sehingga terlihat lucu ketika ia merasa jijik. "Vegemite, terbuat dari fermentasi ragi yang dicampur dengan beberapa bahan lain."

"Bagaimana kamu bisa memakan ini? Rasanya tidak keruan! Asin dan pahit." Joseph segera meminum kopi untuk menghilangkan sensasi aneh pada lidahnya.

"Pada awalnya memang tidak enak, tapi lama kelamaan terbiasa. Kebanyakan orang Australia memakan roti dengan vegemite," jelas Jovita sembari berusaha mengendalikan tawanya. "Kurasa kamu harus membeli dan menguji efeknya pada otak. Selai ini mengandung banyak vitamin B."

Joseph menggeleng-gelengkan kepala, masih belum bisa menyingkirkan rasa tidak enak dari lidahnya. Ia kembali meminum kopi tanpa gula agar bekas rasa vegemite tak tersisa lagi di lidahnya.

"Jadi, bagaimana agar tidak mudah pikun?" Jovita mengingatkan Joseph pada pertanyaannya.

"Pola hidup sehat," sahut Joseph singkat.

"Aku mengharapkan jawaban yang lebih spesifik dari seorang ahli neurosains." Jovita mengerucutkan bibirnya.

Joseph tersenyum lebar. "Memang itu kuncinya. Jaga keseimbangan nutrisi makanan, tidur tujuh hingga delapan jam sehari, jaga berat badan, olahraga tiga puluh menit setiap hari, hindari rokok dan alkohol."

Estuari HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang