PART 3 | KARENA SILVIA DAN TIA

75 15 15
                                    

Hai!! Ada yang lagi nungguin cerita ini update part baru lagi??

Gimana reaksi / respon kalian pas ngeliat notif update cerita ini??

Siapa yang udah siap banget buat baca part ini??
Siapa yang udah siap menguras emosi di part ini??

—Happy reading—

***

“Killa, awas aja elo!! Greget gue sama lo! Dasar caper!!”

—Tia Nataya

***

SETELAH Killa ditangani anak PMR kelas 12, Hanif duduk di kursi kayu dekat kasur UKS sambil menatap Killa gelisah. Killa masih belum sadarkan diri, walaupun sepuluh menit sudah berlalu. Ya, perlu kalian ketahui, tadi anak PMR yang menangani Killa, sempat terkejut dengan keadaan Killa yang basah kuyup. Namun Hanif telah menjelaskan semuanya, dan membuat anak PMR itu tak kalah terkejut dari sebelumnya akan kejadian yang menimpa Killa. Hanif menceritakan hal yang sejujurnya pada anak PMR tadi.

Hanif mulai mengacak rambutnya kasar—yang berwarna brunette. Diam-diam, Hanif menatap wajah Killa dalam. Hanif tampak memerhatikan kecantikan Killa sambil meratapi kejadian tadi. Hanif sendiri juga masih bingung, kenapa Killa tiba-tiba pingsan dengan darah yang keluar dari hidungnya.

Tidak lama kemudian, Killa mulai membuka matanya perlahan. Lalu dia menatap sekelilingnya dengan linglung. Dia menyadari bahwa sekarang dirinya berada di UKS, bersama Hanif yang tengah duduk di kursi—tepat di sebelahnya. Perlahan Killa mulai bangkit duduk—menatap nanar ke arah Hanif. Sementara Hanif yang menyadari hal ini, mulai menghela napasnya lega—Killa sudah siuman.

“Ha—hanif?” gumam Killa pelan. Dalam pikirannya dia masih bertanya-tanya sendiri. Siapa yang membawanya ke UKS ini lagi? Killa masih terdiam. Menatap bola mata Hanif yang berwarna hitam kecoklatan intens.

Hanif tersenyum tipis sambil menghela napasnya pendek. “Iya, Kil. Tadi lo pingsan sama mimisan. Gue yang bawa lo ke UKS, tadi lo udah ditangani sama anak PMR,” kata Hanif demikian membuat Killa mengangguk pelan—tanda mengerti.

“Kil.” Hanif menatap gadis dengan rambut terurai sebahu itu dalam. Menatap gadis itu dengan tatapan khawatir.

“Kenapa?” tanya Killa bergetar. Pasalnya, Hanif membuat detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ya, walaupun penyakit Killa bisa menyebabkan hal itu terjadi, namun Killa bisa merasakan perbedaannya, antara penyebab penyakitnya dan antara kedekatannya ini dengan Hanif ataupun cowok lain. Namun, hal ini berbeda dengan keadaan jantungnya saat di dekat seniornya—Aris—berdetak cepat dan berdebar tak karuan.

“Lo kenapa bisa pingsan sama mimisan kayak tadi?” tanya Hanif. Menatap Killa dengan tatapan menyelidik.

Deg.

Killa terdiam. Dia tidak bisa mengatakan hal sebenarnya—bahwa dia mengidap penyakit anemia aplastik. Killa benar-benar tidak mau semua orang tahu penyakitnya, kecuali keluarga terdekatnya.

Killa tersenyum tipis. “Nggak papa, kok, mungkin hanya kelelahan aja,” sahut Killa pelan. Membuat Hanif menghela napasnya panjang, sambil bangkit berdiri.

“Oh, yaudah. Gue mau ke kelas dulu, ya. Lo tetep di UKS aja, nanti gue yang bilang kalo lo lagi kurang sehat,” ucap Hanif seraya membalikkan badannya, setelah Killa menganggukkan kepalanya.

Killa, Luka, dan Cinta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang