(32) Buku

1.1K 162 12
                                    

Zein menghela napasnya gusar. Sampai saat ini, istrinya masih marah padanya. Amira duduk membelakangi suaminya. Rasa amarah masih menyelimuti hatinya. Bisa-bisanya, suaminya membohonginya seperti itu.

Flashback on

Amira tersenyum getir. Matanya mulai memanas. Bahunya meluruh. Jadi, dirinya adalah istri kedua dari suaminya?. Ia tak menyangka. Hatinya teramat kecewa. Ia kira, Zein hanya menjadikan dirinya sebagai wanita satu-satunya di hidupnya. Nyatanya, tidak. Amira mendongak menatap wajah suaminya. Ia mencoba tersenyum menerima kenyataan ini. Karena ia sadar, pernikahannya dengan Zein itu karena permintaan sang ayah yang mencoba menyelamatkan keluarganya dari aib terbesar.

"Aku ikhlas, Ya Allah..." batin Amira.

Plak!

Satu pukulan mendarat di lengan Zein. Bukan Amira pelakunya, melainkan Alfiah. Ia menampilkan raut kesalnya. Bisa-bisanya, adik sepupunya mempermainkan perasaan istrinya sendiri.

"Jangan percaya, Amira! Aku itu bukan istrinya! Dan, ini adalah anakku!" teriaknya seraya menunjuk anaknya yang terduduk di atas sofa. "Aku itu kakak sepupunya, Zein." tegasnya menatap tajam adik sepupunya yang sudah melepas tawanya.

"Kamu itu Zein, dari dulu sampe sekarang jahilnya nggak hilang-hilang!! Nggak orangtua kamu, adik kamu, keponakan kamu, saudara-saudara kamu, dan sekarang istri kamu juga kamu jahilin?!! Nggak habis pikir, aku sama kamu, Zein!!" omel Alfiah mengeluarkan unek-uneknya.

"Hahahaha...."

Tawa Zein semakin menggema. Amira mengepalkan kedua tangannya erat-erat, lalu memukuli suaminya tanpa ampun. Biarkan, itu sebagai hukumannya karena telah mengerjainya, lebih tepatnya mempermainkan perasaan dirinya.

"Aaw, sakit sayang, sakit!" ringisnya.

Amira masih memukuli suaminya dengan sesekali mencubitnya. Ia mengabaikan ringisan suaminya. Dirinya sudah terlanjur kesal.

"Pukul terus, Amira! Sampe suami kamu itu berhenti ngerjain orang!!" sorak Alfiah.

Zein menggenggam tangan istrinya agar berhenti dari aksinya. Sebenarnya, pukulan istrinya itu tidak membuatnya merasa benar-benar sakit. Karena istrinya, tak akan tega menyakitinya. Zein tersenyum menatap lekat manik mata istrinya yang basah karena air mata. Lalu, menarik tubuhnya agar mendekat. Zein memeluk tubuh istrinya, membuat tangis Amira semakin pecah.

"Maafin aku... Aku udah bohongin kamu, sayang. Tapi, bener yang dibilang Kak Fiah. Kita berdua itu sepupuan. Kak Fiah itu anaknya Paman Afif, Mir." jelasnya.

"Aku sebel sama kamu!" ketus Amira.

Zein tertawa kecil. "Tau nggak, kamu itu satu-satunya wanita yang paling aku cintai setelah Ummi. Aku nggak akan poligami kamu, karena kamu itu, salah satu bidadari yang Allah berikan padaku." Zein menangkup wajah istrinya yang hanya terlihat bagian matanya saja.

"Kamu adalah bidadari duniaku, Mir."

Alfiah menggeleng melihat kelakuan adik sepupunya. Ia lebih memilih mengangkat kaki meninggalkan dua sejoli itu. Biarkan, mereka menyelesaikan masalahnya. Dirinya tak akan ikut campur.

"Aku marah sama kamu! Pokoknya, nanti malem aku mau tidur bareng Rara di kamar! Kamu tidur diluar!" tutur Amira beranjak meninggalkan Zein yang tercengang.

Flashback off

"Mir, kamu masih marah sama aku?" Zein menatap sendu punggung istrinya.

"Kamu pikir sendiri, aja! Suruh siapa bohongin aku kayak gitu, hah?"

Love in Boutique [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang