"ZEIN!!!"
Baits berlari secepat kilat menuju Zein yang terjatuh dari motor. Dengan menahan rasa nyeri, Zein bangkit perlahan. Baits mengulurkan tangannya membantu Zein mendirikan motor.
"Ya Allah.... Motor Bokap gue...." teriaknya histeris.
"Zein! Lo kenapa bisa jatuh kek gini, hah?!" pekik Baits melihat goresan luka di lengan Zein.
Zein terdiam. Ia masih memikirkan apa yang tadi dilihatnya barusan. Ia melihat ada dua Amira. Padahal, jelas-jelas ia melihat Amira dibonceng motor yang sepertinya adalah tukang ojek. Ia yakin, jika itu Amira karena wajahnya menghadap ke arahnya yang berada di pertigaan jalan. Tak lama, dengan wajah dan pakaian yang sama, seorang gadis berlalu di seberang jalan. Amira. Tapi tak mungkin. Perkiraan, mereka hanya terjeda dua menit saja. Karena terus memikirkan hal itu, Zein kehilangan kefokusannya saat mengendarai motor. Rodanya yang semula berputar dengan tenang, tiba-tiba saja tergelincir oleh batu. Hingga akhirnya, Zein kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Mengakibatkan lengannya bergesekan langsung dengan permukaan aspal yang kasar dan menghasilkan sebuah goresan indah disana.
"Aaahh.... Jangan dipegang!!" ringisnya saat Baits menyentuh lukanya.
"Ck, alay banget sih lo!!" ejek Baits.
"Apa benar mereka adalah Amira? Bagaimana bisa? Apa mereka kembar? Tapi, aku tak pernah mendengar jika Amira memiliki saudara kembar yang begitu mirip dengannya, seperti Fahri dan Fauzi. Ya Allah.... Ini hanya membuatku pusing saja... Tapi, wajar saja aku tak mengenali Amira lebih dalam, aku baru sehari bersamanya" batinnya.
Baits berkacak pinggang meneliti pemuda tampan dihadapannya yang tampak melamun. Ia memicingkan matanya saat dirinya mengusap wajahnya dengan kasar. Tanpa sadar, ia menggelengkan kepalanya melihat tingkah Zein yang sangat sulit untuk dimengerti.
"Ya Ampun!! Gue lupa, sama cewek tadi!!" teriaknya membuat Zein terperanjat.
Dalam hatinya, Zein beristigfar seraya mengelus dadanya.
"Ya udahlah, orangnya juga udah pergi" gumam Baits melihat ke arah tempat berpijak gadis yang ia temui tadi.
"Kita ke butik, sebentar lagi jam sembilan" ujar Zein mengusap tetesan darah yang mulai mengalir.
Baits menoleh "Nggak ke klinik dulu, Zein?" tanyanya karena luka itu cukup besar. Ia khawatir jika tidak cepet diobati maka akan terjadi infeksi.
Zein menghela napas. Ia harus sampai tempat waktu. Ia harus menjadi orang yang disiplin. Dan, ia juga sudah tidak sabar ingin menemui Amira untuk menanyakan apa yang dilihatnya tadi.
"Nggak usah. Luka saya juga nggak terlalu parah" tolaknya.
Dalam perjalanan, hanya ada keheningan. Zein menahan rasa perihnya akibat angin yang menerpa. Sedangkan Baits, ia fokus mengendarai motor. Jangan sampai karena ia gagal fokus, kecelakaan pun bisa terjadi.
"Baits" panggil Zein.
"Hm"
Zein diam sejenak. Ia masih ragu untuk menceritakan hal ini pada Baits. Apalagi, dengan tipe orang sepertinya. Membuatnya, harus siap-siap menahan malu karena sikapnya yang tidak bisa dikontrol.
"Amira punya saudara kembar?" tanya Zein saat mereka berjalan beriringan setelah memarkirkan motor diparkiran menuju Butik.
"Kembar? Nggak ah, dia nggak punya kembaran. Nih ya Zein, selama sekolah SMA, gue nggak pernah liat dia bareng kakak atau adiknya. Dari situ, gue bisa menyimpulkan bahwa dia nggak punya saudara! Dia anak tunggal!" tegas Baits dengan menekan kalimat akhir.
"Nggak! Amira punya saudara kembar, Baits!!" kukuh Zein.
"Amira nggak punya kembaran, Zein!! Percaya sama gue!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Boutique [TAMAT]
SpiritualZein melamar seorang gadis yang sudah lama berlabuh di hatinya. Begitu juga dengan sang gadis. Suatu hari, setelah Zein lulus kuliah, ia memutuskan untuk melamarnya. Sayangnya, lamarannya ditolak mentah-mentah oleh calon mertua setelah melihat kedat...