(7) Kekecewaan Zein

2.3K 225 30
                                    

3 hari kemudian....

Hari minggu. Hari dimana semua karyawan libur bekerja. Bukannya senang, Zein malah gundah gulana. Sudah satu jam ia berpindah tempat dari satu ruangan ke ruangan yang lain untuk mencari kenyamanan.

"Bang! Kenapa sih? Dari tadi bolak-balik terus?! Pindah sana, pindah sini! Bikin Ummi pusing aja!!" omel Rere yang tengah menyapu lantai.

"Bosen Ummi...." keluhnya duduk bersila di atas sofa seraya meletakkan bantal sofa di pahanya.

"Abang...." teriak Fahri dan Fauzi yang tiba dari teras depan rumahnya.

"Apa?!" tanyanya malas.

"Ada Kak Baits di depan tuh" ujar Fahri membuat Zein bangkit dan dengan langkah gontai ia menghampirinya.

"Jalannya yang cepet Bang! Jangan loyo gitu!!" pekik Fauzi yang diakhiri sebuah tawa.

"Fauzi!" tegur Rere membuatnya tersadar.

"Hehehe.... Maaf Ummi" ucapnya dengan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf 'v'.

Zein menghela napas melihat Baits yang tengah meneliti sebuket bunga di tangannya.

"Kenapa?" ketusnya.

"Ck, ngagetin gue aja sih!" sewotnya yang dihiraukan oleh Zein. Jujur, hari ini moodnya sangat hancur. Ia juga tidak tahu apa alasannya. Yang pasti, karena seorang gadis ia seperti ini. Rasanya, ingin tiap-tiap hari ia berada di butik hanya untuk melihatnya saja. Mungkin, dengan itu bisa menyembuhkan rasa kegundahannya

"Amira" batin Zein.

"Wiihh...." pekik Fauzi yang terpesona akan cantiknya sebuket bunga tersebut.

"Bagus banget Kak bunganya. Pasti buat pacarnya Kak Bai ya?! Ayoo... Ngaku... Kalo nggak, aku aduin ke Bibi Lulu" ujarnya menunjuk wajah Baits yang kebingungan. Jangan sampai Ibunya tahu tentang rencananya. Bisa-bisa ia tidak diberi uang jajan selama satu bulan olehnya. Apalagi, Ibunya itu seorang santri. Pasti sangat menentang keputusannya saat ini.

"Iya bener tuh! Apalagi kalo Abi dan Ummi tau, kalo Kak Bai punya pacar, pasti Kak Bai nggak boleh main ke sini lagi" lanjut Fahri membuat Bait pasrah. Yeah, ia akan ceritakan segalanya pada si kembar yang menyebalkan baginya.

"Iya-iya" pasrahnya membuat anak lelaki kembar itu bersorak kegirangan.

"Jadi, Kak Bai punya pacar apa nggak?!" tanya Fauzi dengan nada mengintrogasi.

Zein hanya menyimak saja. Ia sama sekali tidak tertarik dengan tema pembicaraan mereka.

"Kak Bai belum punya pacar. Tapi mau punya pacar. Setelah ini, Kak Bai bakalan mengungkapkan rasa cinta Kakak pada Kak Amira dan menjadikannya pacar Kakak. Kak Bai akan tembak Kak Amira. Kalian do'akan semoga dia menerima cinta Kakak" jelasnya membayangkan jika gadis pujaan hatinya akan menerima cintanya.

"Uhhuuukkk.... Uhhuukkkk...." Zein terbatuk mendengar perkataan Baits. Ia tak menyangka gadis pujaan hati saudara sepupunya adalah gadis yang telah merasuki pikirannya akhir-akhir ini.

"Hatiku rasanya sakit. Apa aku jatuh hati padanya? Mungkin, karena cinta itu datang tiba-tiba dan hilang dalam sekejap. Tapi, hatiku tak rela jika Amira berpacaran dengan Baits. Lebih baik dia menikah dengan ku saja" batin Zein mengawur di pagi yang cerah ini.

"Zein! Lo nggak papa?! Lo keselek apaan??" pekik Baits sambil menepuk punggung Zein.

"Saya nggak papa" jawabnya seraya mengusir tangan Baits dari punggungnya.

"Fahri ambilin minum ya Bang" ujarnya langsung melenggang pergi tanpa menunggu jawaban Zein.

"Fahri.... Kak Bai juga mau minum!!" teriak Baits.

Love in Boutique [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang