5. Lembaran Baru

3.1K 393 7
                                    

Hari Sabtu disiang hari, keadaan bandara cukup lengang. Shotaro yang baru saja kembali dari Jepang kini disuguhkan pemandangan mengherankan. Ia bingung pada Renjun dan Yangyang karena keduanya sama sekali tidak mengeluarkan suara sejak tadi ia mendatangi mereka.

Hal itu terus berlanjut bahkan saat mereka tiba di luar gedung pemberhentian pesawat itu.

Pemuda berdarah Jepang itu memutar matanya malas, "Ayolah, kalian ini kenapa? Apa ini penyambutan kalian saat aku kembali ke Korea lagi? Sangat tidak seru,"

"Kau pergi ke Jepang hanya beberapa hari, bukan bertahun-tahun. Aku ingin pulang sekarang."

DUMN!

Shotaro menghela nafas saat suara pintu mobil ditutup dengan keras oleh Renjun. Lalu ia menoleh pada si pemuda China yang masih diam ditempat tanpa ada niatan untuk ikut masuk kedalam mobil milik Renjun, yang si empu nya sudah duduk dibalik kemudi.

"Yangyang, masuk sana. Aku akan menaruh koperku dulu di bagasi."

Yang lebih tua menurut, ia memilih membuka pintu belakang dibanding duduk disamping Renjun yang akan mengemudikan kuda besi ini nantinya.

Setelah membereskan kopernya, Shotaro masuk namun ia duduk dikursi sebelah kemudi ketika melihat Yangyang yang sepertinya ingin sendirian dulu untuk sementara waktu.

"Tidak usah seperti anak kecil kalian. Ingat umur tuan-tuan," kata Shotaro yang sama sekali tak dihiraukan oleh dua orang itu.

Pemuda itu hanya dapat mendengus lalu mengalihkan perhatiannya pada benda pipih kesayangannya. Berusaha untuk tidak memedulikan kecanggungan yang tiba-tiba terjadi didalam mobil Renjun ini.

🍀

Di kediaman keluarga Lee, pria kelinci itu dibuat kebingungan dengan tingkah Haechan yang berubah seratus delapan puluh derajat. Ini kedua kalinya Jaemin melihat keterdiaman Haechan setelah kemarin sore ia juga bersikap seperti ini.

"Bisa katakan pada ku kau kenapa?" Jaemin mendengus karena lagi-lagi Haechan mengabaikannya.

"Haechan, jangan seperti anak kecil. Kau punya masalah?"

Hening.

Pemuda Lee itu menghela nafas lelah. "Terserah saja, jangan bicara padaku setelah ini." Jaemin bangkit, memilih keluar dari kamar Haechan. Pergi menuju dapur rumah Lee. Mendadak rasa lapar menyerang perutnya.

Didalam kamar, Haechan masih berusaha menggali segala informasi tentang keberadaan Renjun. Bahkan ia sampai ke kantor kepolisian, mengecek data tentang kecelakaan yang menimpa keluarganya lima tahun lalu. Disana tercatat siapa saja korban dan penyebab kecelakaan.

Haechan menemukan nama dirinya dan saudaranya yang lain, termasuk nama ayah dan ibu yang telah tewas ditempat saat kecelakaan terjadi. Namun, ia tak menemukan nama Renjun disana, di daftar korban selamat maupun daftar orang tewas. Renjun menghilang bak ditelan bumi. Keberadaan nya sama sekali tidak diketahui.

Sementara Haechan sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri, didapur Jaemin sedang sibuk membuat sesuatu. Rumah Lee terlihat agak sepi karena tiga anggota keluarga sedang tak ada di rumah. Tapi, walaupun begitu rumah ini akan terus sepi karena setiap anggota lebih memilih mendekam di kamar dibandingkan berkumpul bersama diruang tengah seperti dulu.

"Jaemin hyung?!"

"Ahh, Jisung-ie. Ada apa?"

Menyadari dirinya melamun, buru-buru Jaemin berbalik badan menghadap sang adik bungsu yang tadi memanggilnya.

"Buatkan aku bimbimbap tolong, aku kelaparan di kamar." Pinta Jisung dengan wajah memelas.

Walaupun sifat dingin Jaemin yang terkadang lebih mendominasi saat berinteraksi dengan orang luar. Jaemin tetaplah Lee Jaemin, pemuda yang selalu hangat ketika berhadapan dengan keluarganya.

Goodbye Brother✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang