Hari ini, Chenle memiliki kelas pagi di kampus. Memaksanya untuk bangun lebih pagi agar tidak terlambat. Sejak perang dingin yang terjadi dalam keluarga Lee, Chenle lebih memilih pergi kemanapun dengan menggunakan kendaraan umum dibandingkan motor sport pemberian Minhyung.
Tidak hanya Chenle, Haechan serta Jaemin pun juga sama. Hanya saja, mereka diberi tumpangan gratis oleh teman dekat Jaemin Hwang Hyunjin. Lalu Jisung? Ia terkadang pergi diantar jemput oleh temannya atau menggunakan kendaraan umum tetapi lebih sering pergi dengan Choi Beomgyu sih.
Menurut Chenle, eksistensi keberadaan mereka berempat seperti sudah terabaikan sepenuhnya dirumah itu. Minhyung dan Jeno hanya memikirkan diri mereka sendiri. Bahkan keduanya tidak pernah menawarkan tumpangan untuk mengantar atau menjemput keempatnya dikampus.
Tetapi, tak apa. Chenle juga sudah muak melihat perhatian yang keduanya berikan. Baginya semua itu hanya kepalsuan semata saja. Semuanya hanya demi diri mereka sendiri dan bisnis yang mereka jalankan.
Chenle memukul pelan kaca bis yang akan mengantarkan nya menuju kampus. Ia berdecak, "Ck, kapan semua ini berakhir? Aku sudah tidak tahan lagi bahkan hanya untuk masuk kedalam sana saja, rasanya sudah muak sekali. Aku ingin bebas, aku ingin bertemu dirimu, hyung.."
Lelaki itu termenung. Tidak lama, sampai suara seorang penumpang bis mengejutkannya.
"Hei, kau baik-baik saja?"
Chenle bisa lihat dengan jelas senyuman itu. Senyum yang mengingatkan nya pada senyum Jeno, senyum yang selalu ia sukai sejak lama dan senyum yang terakhir ia lihat 5 tahun lalu.
🍀
"Hei, astaga. Lepaskan aku Liu Yangyang! Aduh, pelukan mu terlalu erat. Sesak.."
Renjun berontak. Tubuh ringkihnya sekarang dipeluk erat oleh oknum bernama Liu Yangyang. Ia tidak tahu mengapa, sahabat bodohnya ini selalu bertingkah aneh. Omong-omong, Renjun baru kembali masuk kampus setelah ia tertahan di kamarnya selama 3 hari berturut-turut.
Kakaknya yang paling bungsu sama sekali tidak mengijinkan dirinya untuk beranjak kemana pun. Meski hanya didalam rumah saja. Dan hal itu sontak membuat Renjun suntuk setengah mati.
Yangyang segera melepas pelukannya. Menyengir lebar tanpa rasa bersalah, si pemuda Lee mengatur nafas. Dadanya terhimpit selama beberapa detik karena pelukan erat Yangyang. Dan dirinya hampir saja kehabisan oksigen.
"Kau ini kenapa sih? Ya ampun, kau hampir membuat ku kehabisan nafas."
"Maaf kan aku,"
"..."
Keduanya saling diam.
Hanya ada suara aktivitas cafetaria kampus yang sibuk serta angin yang berhembus. Renjun kembali menyibukkan diri dengan buku ditangannya. Karena sudah mengambil cuti selama 3 hari, kini anak itu harus mengejar ketertinggalan agar tidak mengulang pelajaran ini lagi di semester depan.
"Renjun?"
"Hm?"
"Ren.."
"Kenapa?"
"Lee Renjun?!"
"Apa sih, Liu? Apa? Kenapa? Ada apa?"
Yangyang berkedip sejenak, lalu cengengesan. Membuat Renjun semakin kesal, temannya ini kenapa sih? Kenapa hari ini terus membuat darahnya mendidih?
"Kau kenapa? Ada yang ingin disampaikan?"
Yangyang kembali diam membuat Renjun ingin menyiram sahabatnya ini dengan segelas kopi didepannya. Renjun tidak punya pilihan selain menunggu dan jika saja yang disampaikan Yangyang tidak penting, ia tidak yakin putra tunggal keluarga Liu itu akan pulang dengan selamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Brother✓
Fiksi Penggemar-revisi end- "Thank you all, goodbye my brother." --Lee Renjun ©zalphaco, 2021