7 || Tan 90°

2.3K 342 77
                                    


Menebak isi hati manusia itu seperti hasil dari tan 90° sangat sulit dan tidak ada yang tau

-Infinity

"Vanya!" tepukan dari sesorang membuat Vanya tergelonjak kaget. Untung saja dia tidak terjatuh dari atap gedung sekolah. Jika sampai dia terjatuh, tamatlah riwayat hidupnya.

"Arca!" Vanya menatap kesal ketika tau orang itu adalah Arca.

"Sorry gue becanda,"

Vanya memutar bola matanya malas. "Kalo gue mati gimana?"

"Tinggal di kubur," sahut Arca yang membuat seorang Vanya Carolyn bertambah kesal.

"Gitu aja marah, kan udah biasa gue bikin lo kesel tiap hari, gimana sih!" Arca berdecak kesal. Vanya terus saja menampilkan wajah yang sangat tidak bersahabat.

"Justru itu, gue makin kesel sama lo! lo kira gue enggak pengen marah dengan sikap lo yang kaya gini?" Vanya mulai tersulut emosi, tidak biasanya seorang Vanya cepat tersulut emosi. Dia bukan seorang gadis yang mudah marah begitu saja. 

"Lo lagi ada masalah apa?" Pertanyaan Arca membuat Vanya meneteskan air matanya. "Kenapa?" tanya Arca lagi dengan lembut.

"Enggak papa kok," jawab Vanya yang kemdian menghapus air matanya dengan kasar.

"Gue tau lo lagi ada masalah, kalo lo belum siap cerita sama gue, enggak papa," ucap Arca. "sebesar apapun masalah lo, gue yakin lo bisa selesain masalah lo. Vanya itu gadis kuat dan hebat,"

Vanya tersenyum dan kembali menghapus air matanya. Dia merasa sangat senang karena ada seseorang yang memahaminya, tanpa dia mengatakan apapun orang ini sudah mengerti isi bahwa dia sedang tidak baik-baiik saja.

"Kelas yuk!" ajak Vanya dengan wajah yang kembali sumringah, seolah semuanya baik-baik saja. Dia selalu seperti ini dari dulu hingga sekarang.

"Yuk!" Arca menganggukan kepalanya.

"Arca," panggilan Vanya membuat si pemilik nama menoleh pada gadis yang sedang berjalan di sampingnya.

"Kenapa?"

"Thanks udah ngertiin gue," ucap Vanya.

"Iya, gue itu emang orang yang sangat pengertian, apalagi lo temen terbaik gue." Arca merangkul Vanya dengan senyum yang mengembang.

Vanya menoleh melihat senyuman manis yang terukir di bibirnya, harusnya dia bahagia setelah mendengar perkataan dari Arca. Namun hatinya merasa sedikit sakit, bagaimana tidak? Arca menganggapnya hanya sebatas teman terbaik, tidak seperti dengan dirinya. 

Dia tidak bisa menyalahkan sepenuhnya pada Arca yang tidak tau mengenai perasaannya. Karena ini memang salahnya, yang terlalu berhaap lebih pada seorang teman yang sangat baik di hidupnya.

"Kenapa lo liatin gue? gue ganteng ya?" tanya Arca yang merasa dirinya terus saja di tatap oleh Vanya.

Vanya menyunggingkan senyumnya, sungguh manusia satu ini memang sangat meyebalkan dan terlalu percaya diri. "Dihhh, pede banget lo!" 

"Lo pernah bilang, kalo percaya diri itu sangat di perlukan." tukas Arca yang membuat Vanya kalah telak. Arca selalu saja membuatnya kalah, termasuk saol perasaan, dia benar-benar mengaku kalah.

tukk

Sebuah kalung terjatuh dengan liontin bertulis A10. Arca mengerutkan keningnya ketika melihat kalung itu, setau dia Vanya tidak pernah memakai kalung seperti ini.

"A10," ucap Arca ketika memegang kalung milik Vanya yang terjatuh.

"Punya gue!" Vanya merebut kalung itu dengan paksa dan menyimpannya di saku.

"A10? nama lo bukan berawalan dari huruf A," Arca menatap Vanya menyelidik. "Siapa A10?" tanya Arca.

"Kepo!"

"Kasih tau gue!" paksa Arca yang membuat Vanya malas.

"Buaya gue di kasih nama A10," ucap Vanya.

"Buaya? sejak kapan lo pelihara buaya?"

"Sejak kenal lo, gue ternak buaya, biar lo ada temennya," 

Arca menatap Vanya, "Gue buaya dong?"

"Iyalah!"

"Gue buaya asli dari alam, bukan ternakan yang jinak."

"Dasar buaya SMA Gemilang," decak Vanya.

"Buaya indonesia, mana puas gue, kalo jadi buaya SMA Gemilang aja."

"Udah permanen, lo itu buaya SMA Gemilang!" kekeh Vanya.

"Enggak bisa, pesona gue itu terlalu bagus jadi harus jadi buaya indonesia."

"BODOAMAT! TERSERAH LO AJA!"

Vanya berjalan mendahului Arca menuju kelas.

"Kemana aja lo?" tanya Via pada Vanya yang sedang berjalan menghampirinya.

"Dari atap, kenapa?" Sahut Vanya.

Via memberikan buku catatan Matematika milik Vanya. "Tadi gue pinjem buku lo," ucapnya dengan menampilkan deret giginya.

"Udah nyonteknya?" tanya Vanya memutar bola matanya jengah.

"Udah, thanks ya Nya, buku lo sangat bermanfaat," sahut Mona.

"Iyalah, gimana enggak bermanfaat, buku gue sumber contekan." Vanya mengambil bukunya dari tangan Via.

"Oh iya, A10 apaan Nya? Gue liat di belakang buku catatan matematika lo ada soal terus ada tulisan A10 juga di sana," tanya Mona, dia memang membuka-buka buku catatan milik Vanya hingga ke lembar paling belakang.

"Iseng doang gue," balas Vanya santai.

"A10 kode ya Nya?" Via ikut menyahuti dan mulai penasaran. Vanya orang yang sangat misterius, apapun selalu dia kasih kode. Sehingga orang sulit memahaminya.

"Adanya A4," ucap Mona.

"Itu kertas hvs anjir," Via menoyor kepala Mona.

"Nanti gue bikin baru kertas A10," ucap Vanya.

Arca yang mendengar obrolan tiga orang gadis ini langsung ikut bergabung.

"Coba gue mau liat." Arca menarik buku catatan matematika Vanya, dia langsung membuka halaman terakhir bukunya. Dan memang benar, di sana ada sebuah soal matematika dan tulisan A10.

"Siapasih A10? Pake di simpen di dalem love segala!" Arca kembali menutup buku catatan Vanya dan memberikannya begitu saja.

"Kepo lo!" Sahut Vanya.

"Itu contoh soal ya Nya?" tanya Mona. Vanya hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum.

"Mata gue alergi liat soal begitu!" Arca memutar bola matanya malas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mata gue alergi liat soal begitu!" Arca memutar bola matanya malas.

"Sini gue colok biar enggak alergi!" sahut Vanya.

Note :
Kira-kira jawaban dari soal itu apa ya? Mari kita pecahkan bersama-sama😂

Infinity [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang