28 || persegi

809 167 47
                                    

Gue yang sulit di mengerti atau lo yang sulit di mengerti? Atau keadaan dan perasaan kita yang begitu rumit?

-Infinity


Pagi-pagi sekali Vanya sudah bangun untuk menyiapkan bekal. Dia merasa tidak enak karena sudah marah pada Arca, dan dia berniat untuk membawa bekal makan siang untuk Arca hari ini.

"Tumben lo bangun pagi, pake masak segala lagi," tegur Tara menghampiri adiknya yang tengah membuat nasi goreng.

"Serba salah jadi gue!" Decak Vanya.

"Buat Arca?" tanya Gistara duduk di meja makan.

"Iya."

"Tumben. Kemarin marahan? Makanya sekarang bikin nasi goreng buat dia?" Pertanyaan Gistara sungguh benar seratus persen. Yaps, Gistara tau karena saat adiknya datang kemarin dengan wajah yang sangat kesal.

"Kok lo tau?!"

"Kemarin lo cemberut terus, kusut kaya kanebo kering." Sahut Gistara.

"Kakak sialan!"

Gistara bangun dan mengambil kotak makan milik Vanya dan memberikan padanya. "Satu kotak makan aja, biar sweet makannya,"

Vanya memutar bola matanya malas. "Irit cucian bukan sweet!" ucapnya kemudian memasukan nasi goreng ke dalam kotak makan.

Setelah selesai Vanya mengambil botol minum miliknya berwarna biru. Kemudian dia menuang air mineral ke dalam botol. Setelah selesai dia memasukan botol minum, kotak makan, dan tidak lupa dua sendok makan ke dalam tasnya.

"Gue berangkat kak, assalamaualikum, bye." Vanya mencium punggung tangannya kemudian keluar rumah untuk pergi ke sekolah.

********

Vanya melihat Arca sedang berjalan menuju kelas. Dia yang tengah duduk di kursi koridor tersenyum mengembang ketika melihatnya.

Namun, semua tidak sesuai ekspektasi, yang dia kira Arca akan membalas senyumnya. Justru Arca melewatinya begitu saja. Seperti dirinya tak terlihat olehnya.

Senyum yang mengembang kini mulai sirna. Dia terdiam kemudian masuk ke dalam kelas dengan wajah yang sangat datar.

"Pagi Vanya," sapa Zildan menghampirinya.

"Pagi," balas Vanya seadanya.

Zildan memberikan sepuluh coklat kepada Vanya. "Buat lo! Semangat ya besok olimpiadenya."

"Makasih." Vanya tersenyum pada Zildan.

"Widihhh, makin ngegas aja sekarang lo!" Kesya menyenggol lengan Zildan yang masih berdiri di depan Vanya.

"Diem lo!" Zildan menatap Kesya tajam."wajarlah kan temen."

"KALO CUMA TEMEN! BERSIKAP SEOLAH TEMEN! JANGAN NGASIH PERHATIAN LEBIH. ITU NAMANYA APA? KALO BUKAN SUKA!" Kesya tersenyum menyungging sambil melirik Arca sekilas.

"Bacot lo pagi-pagi!" Arca menggebrakkan meja kemudian keluar kelas begitu saja. Namun di tahan oleh Vanya. "Mau kemana lo?"

"Bukan urusan lo!" Arca melepaskan cengkraman tangan Vanya.

"Lo cemburu?" tanya Vanya. Sungguh mulutnya sangat bodoh malah mengeluarkan kata ini. Arca seketika menghentikan langkahnya dan berbalik pada Vanya.

"Pengen banget lo, gue cemburu?! Kita deket karena temenan, enggak usah ngarep," ucapnya kemudian pergi.

Okay. Yang Arca katakan memang benar. Mereka hanya teman.

"Siapa juga yang suka sama lo!" Sinis Vanya.

"Suka juga enggak papa kali. Gue kan ganteng!" Ucapnya melangkah pergi begitu saja.

"Gimana persiapan buat olimpiade besok Nyaa?" Tanya Kesya mengalihkan topik pembicaraan.

"Yaaa, udah 90%, semoga aja gue sama Arca bisa banggain sekolah kita,"

"Aminn," ucap Zildan dan Kesya bersamaan.

"Kok kalian berdua, Rama kemana?" tanya Vanya. Biasanya mereka selalu bertiga karena sudah bersahabat sejak kecil. Namun kali ini tumben Rama tidak bersama mereka.

"Biasaa, lagi sama gebetannya," sahut Kesya.

"Gebetan? Emang siapa gebetannya Rama?" Vanya mengerutkan keningnya.

"Masa lo enggak tau sih?!" Ucap Kesya.

"Masa enggak tau Nyaa, kan gebetan dia temen lo!" Timpal Zildan.

"Hah? Temen gue? Lah siapa?"

"Nahh tuh mereka," tunjuk Zildan pada dua siswa yang berjalan memasuki kelas. Yaps. Mereka adalah Rama dan Via.

Whait! Rama dan Via? Parah banget Vanya baru tau. Pantas saja Via selalu bercerita tentang Rama, dia kira hanya bercerita karena selalu mengerjakan tugas bersama saja. Ternyata mereka dekat.

"Makin lengket aja nih," goda Kesya ketika kedua orang yang mereka bicarakan datang.

Via hanya menyunggingkan senyum saja tanpa membalas ucapan Kesya.

"Via, kok enggak cerita," Vanya menyenggol bahu gadis berambut sebahu.

"Apaansih Nya," wajah Via kini bersemu merah karena malu.

"Enggak usah malu-malu kali sayang." Rama menatap Via kemudian menggenggam tangannya.

"Jadi, kapan lo sama Arca kayak mereka?!" Sindir Kesya yang membuat Vanya terdiam dan terpaku. Entah apa yang harus dia katakan untuk merespon perkataan Kesya.

















Note :
Hallo gaisss👋
Lama gak update gua😭
Bingung mau lanjutin nulisnya, feelnya dapet gak sih gaiss?

Aku minta saran dari kalian tentang cerita ini, so jangan lupa komen ya🤗❤

Infinity [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang