Kita layaknya bilangan tak hingga di bagi dengan bilangan tak hingga, maka hasilnya adalah bilangan tak pasti-Infinity
"Nya! Vanya!!!" Arca melempar buntalan kertas pada Vanya yang sedang merapihkan alat tulisnya.
"Apa?" sahut Vanya tanpa menoleh pada Arca sedikitpun yang sejak tadi memanggilnya.
Arca berjalan menghampiri Vanya, "Tugas B. Inggris lo sama siapa?"
"Sama lo aja. Gue prihatin sama lo soalnya. Kan lo enggak ada temen lagi selain gue," ucap Vanya santai.
"Okay!"
"Mau ngerjain kapan?" Vanya menoleh pada Arca yang sedang berdiri di hadapannya.
"Terserah lo!"
Vanya memutar bola matanya malas. Sungguh jawaban Arca membuatnya kesal. Baginya itu bukanlah sebuah jawaban yang ingin dia dengar.
"Gue enggak mau denger jawaban itu." ketus Vanya melangkah pergi.
"Lo bisanya kapan?" tanya Arca yang berjalan menyusul menyamai Vanya.
"Kenapa pertanyaan selalu di jawab dengan pertanyaan? Kenapa enggak langsung jawab aja sih?!" Vanya berhenti dan menatap Arca seksama.
"Lo kenapa?" tanya Arca.
"Gue? Gue kenapa?!" Vanya mengerutkan keningnya. Pembicaraannya bersama dengan Arca selalu aja ada perdebatan di dalamnya.
"Yaaa, lo kenapa? Lo nanya gue kenapa pertanyaan di jawab dengan pertanyaan?" jelas Arca, "Itu lo kenapa jawab pertanyaan gue, sama pertanyaan lo barusan?" Sambungnya.
Vanya menghembuskan napasnya kasar. Tuhan, kenapa engkau mempertemukannya dengan makhluk menyebalkan seperti Arca?!
"Sebenernya, gue yang bego? Atau lo yang tolol?!" Vanya meninggalkan Arca begitu saja.
"Vanyaaa!" teriak Arca yang sedang menahan tawanya. Bagi Arca, membuat Vanya kesal padanya adalah hal yang paling menyenangkan dalam hidup. Karena ketika Vanya kesal atau marah padanya, wajah Vanya terlihat sangat lucu dan menggemaskan.
"Nanti sore lo ke rumah gue. Jam 4 jangan telat!" teriak Vanya kemudian menghilang di telan belokan.
Arca menyunggingkan senyumnya setelah mendengar teriakan gadis berambut sebahu itu.
*********
Pukul 16.00 Vanya sudah duduk di teras rumahnya, menunggu Arca yang akan datang mengerjakan tugas bersamanya sore ini.
Sudah lima belas menit berlalu namun Arca tak kunjung datang. Ponselnya juga mati, tidak ada pesan yang di kirimkan oleh laki-laki itu padanya.
"Kemana sih tuh anak!" decak Vanya yang terus saja mondar-mandir di teras rumah menunggu kedatangan Arca.
Tidak lama dia mendengar suara mesin motor di depan gerbang rumah dan terliha Arca memasuki pekarangan rumahnya.
Dia menggunakan motor Vario putih biru, memakai helm berwarna putih, memakai jaket denim merah bata, celana hitam, dan sneakers hitam yang biasa dia pakai.
Vanya melipat kedua tangannya di dada sambil menatap Arca yang sedang membuka helmnya. "Lama banget sih lo!" protes Vanya.
"Macet." Satu kata yang keluar dari mulut Arca dengan ketus. Moodnya mungkin sedang tidak baik. Karena bisa di bilang, Arca sering sekali berubah-ubah moodnya.
"Ayok masuk." Vanya mempersilahkan Arca masuk ke dalam rumahnya. Sebenarnya ini bukan rumah milik Vanya, melain milik kakaknya.
"Assalamualaikum." ucap Arca ketika memasuki rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity [TERBIT]
Novela Juvenil"Kita layaknya bilangan tak hingga di bagi dengan bilangan tak hingga maka hasilnya adalah bilangan tak pasti" -Infinity Layaknya bilangan tak hingga kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi. Tidak pernah tau akan bertemu siapa dan jatuh cinta pa...