Memahami dirimu sama sulitnya seperti menghitung tan 90°-Infinity
Dengan wajah masam Arca menjingjing belanjaan bulanan keluarganya. Sering kali Alisa menyuruh putranya untuk berbelanja.
Arca berjalan sangat malas memasuki rumahnya. Ketika memasuki ruang tamu, seketika dia terdiam menatap seorang gadis. Gadis cantik yang sangat dia kenali, gadis yang sudah lama dia rindukan, gadis yang pernah dia cintai.
"Flora." Arca membulatkan matanya menatap gadis yang kini tengah duduk dan tersenyum hangat padanya.
"Apa kabar?" Flora berdiri dan menghampiri Arca yang masih terdiam di ambang pintu. Namun Arca seketika memundurkan langkahnya sambil menggelengkan kepalanya dan menatap Flora penuh kebencian.
"Mau ngapain lo ke sini?" tanya Arca dengan suara dingin.
Flora tersenyum kemudian melangkah mendekati Arca dan berkata, "gue kangen sama lo,"
"Gue enggak peduli." Ucapan Arca yang dingin membuat Flora menatap cowok di hadapannya heran.
"Lo kok kaya gini sama gue?" tanya Flora. "Sayang, maafin gue ya." Flora kembali mendekati Arca.
Arca tersenyum miring. "Kita udah selesai. Jangan panggil gue sayang!" ucapnya penuh ketegasan.
"Sorry. Lo pasti masih sayang sama gue kan? Kita mulai dari awal lagi Arr," ucap Flora menatap Arca penuh harapan. Arca memang masih mencintai Flora, namun dia tidak mau kembali memulai sebuah hubungan dengan gadis itu.
"Enggak." jawab Arca cepat.
"Kenapa? Di SMA Gemilang lo punya cewek? Secantik apa sih itu cewek sampe lo mau sama dia?!" tanya Flora yang mulai tersulit emosi. Bagaimana tidak tersulut emosi, Flora datang dengan baik-baik dan memohon agar kembali dengan Arca. Namun, usahakan gagal, Arca menolaknya mentah-mentah.
Arca tersenyum kemudian menatap Flora tajam. "Dia sederhana, mungkin menurut orang lain dia biasa aja. Tapi bagi gue, dia adalah seseorang yang sangat istimewa." ucapnya, "gue cuma butuh seseorang yang mampu mengerti karakter gue. Dan dia adalah seseorang yang selama ini gue cari."
"Wahhhh kayaknya dia cewek gampangan. Atau dia cewek-cewek yang mudah baperan, apalagi di deketinnya sama modelan lo. Siapasih yang enggak mau sama lo!" cibir Flora.
"Dia bukan cewek-cewek kaya gitu. Seharusnya, lo ngaca terlebih dahulu, sebelum menilai dia." tegas Arca, "bahkan lo enggak akan pernah sebanding sama dia. Karena dia terlalu istimewa kalo di bandingkan sama lo yang biasa aja!"
Flora mengepalkan tangannya menatap Arca penuh kebencian. "TAPI GUE LEBIH CANTIK DARI DIA!!!"
"MODAL CANTIK AJA LO BANGGAIN!!!! JANGAN CANTIK WAJAH DOANG! ISI JUGA OTAK LO!!!!" Arca menyimpan jinjingan belanja di atas kursi. Dia pergi meninggalkan rumahnya menggunakan motor kesayangannya dengan kecepatan tinggi.
Flora kini terdiam. Sungguh mulut Arca kini semakin pedas. Karena ucapannya mampu membuat hati Flora terluka. Arca memang tipikal orang yang selalu berkata realistis. Tidak pernah peduli dengan perasaan orang lain setelah mendengar perkataannya.
*****
Lavanya kini tengah membaringkan tubuhnya di atas kasur setelah seharian lelah dengan aktifitasnya.
Dinding kamar yang banyak sekali foto-foto di pajang di sana membuat Vanya kembali teringat moment dari setiap foto. Ada satu foto yang membuatnya meneteskan air mata, fotonya bersama sang ayah.
Apakabar ayah? Semoga sehat selalu, aku sungguh rindu.
Guman Vanya sambil memandang fotonya. Dia menghapus air matanya yang menetes dan kembali menyunggingkan senyum.
Drtt drtt drtt
Suara getaran ponsel miliknya di nakas membuat Vanya menoleh dan mengerutkan kening. Siapa yang berani menelponnya malam-malam seperti ini? Mengganggu waktu istirahat saja."Arca?" Vanya mengerutkan keningnya setelah membaca nama panggilan kontak yang menelponnya.
Vanya menerima panggilan telpon dan mengeraskan suara panggilannya, "Kenapa?" tanya Vanya sambil melihat ponselnya malas.
"Marah."
"Siapa yang marah? Gue enggak marah sama lo."
"Gue marah sama diri gue sendiri."
Setelah mendengar perkataan Arca dari sebrang telpon Vanya langsung terduduk dan mengambil ponselnya.
"Are you okay? Lo di mana sekarang?" tanyanya sangat khawatir.
"Gue mau nongkrong di rumah okta."
"Lo baik-baik aja?" tanya Vanya sangat lembut.
"Khawatir banget lo sama gue" ucap Arca di sebrang telpon dengan nada becanda, yang membuat Vanya menghembuskan nafasnya gusar.
"Jelas gue khawatir sama lo. Lo itu temen gue, wajar kalo gue khawatir!"
"Udah ah gue mau nongkrong. Bye!"
Tut.
Panggilan telpon terputus begitu saja. Memang bukan hal yang baru, karena Arca selalu seperti ini padanya. Hanya saja, Vanya kini semakin khawatir dengannya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Arca? Tidak biasanya dia mengatakan bahwa dia marah pada dirinya sendiri.Dengan cepat Vanya mengirimkan sebuah pesan pada Okta. Ya, Okta teman Arca yang bertemu dengannya saat pulang sekolah.
Lavanya :
TaaaaaaaaaOkta:
Oyyyy kenapa?Lavanya :
Ada Arca?Okta :
Ada lagi ngerokok
Kenapa?Lavanya :
Nanya aja
Lagi nongkrong?Okta :
IyaaaLavanya :
Jangan sampe dia minum!
KALO SAMPE DIA MINUM LO BERURUSAN SAMA GUE!Okta :
Kalo gak minum kasian seret tenggorokannya hehehe
Gak perlu capslok jebol juga dong mbakkLavanya :
Suka suka gue
Bilang Arca jangan lupa makanSetelah mengirimkan pesan terakhir untuk Okta, dia mematikan ponselnya dan kembali membaringkan tubuhnya. Perlahan Vanya menutup matanya karena kantuk sudah mulai menyerangnya.
Note :
Lamaaa gak up kalian kangen gak? Sorry ya gue bakal jarang up banget sekrang😭Banyak banget typo pasti ya
Maafin yaa semuanya
Gue minta pendapat soal cover baru dong😆 gimana? Bagus gak? Cover di buatin sama dia lohhh hehehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity [TERBIT]
Teen Fiction"Kita layaknya bilangan tak hingga di bagi dengan bilangan tak hingga maka hasilnya adalah bilangan tak pasti" -Infinity Layaknya bilangan tak hingga kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi. Tidak pernah tau akan bertemu siapa dan jatuh cinta pa...