12.💚 Gengsi

12 13 0
                                    

"Karena mencintai itu tak butuh alasan, ia hanya perlu ada objek dan kenyamanan."
_________________________________________________________

Setelah keluar dari rumah sakit, Cinta merengek minta ditemani jalan-jalan. Wanita itu membuat Hello menekan dada berkali-kali, kalau saja ia tak berjanji tadi, tak akan mau menemani. Kini Hello terjebak pada kata-katanya sendiri, ia harus rela menemani Cinta ke mana pun wanita itu pergi.

Cinta meminta Hello mengantarnya belanja dulu ke mall, Hello menurut. Saat mobil sudah parkir, Hello menyandarkan badan di kursi belakang, berniat untuk istirahat saat Cinta belanja. Akan tetapi, Cinta ternyata tak mau sendirian. Ia memaksa Hello menemaninya ke dalam.

Naas memang nasip Hello, ia berpikir hanya menemani belanja dan pulang. Namun, Cinta memaksa agar mereka bermain dulu. Mau tak mau, Hello pun turut mengikuti permainan yang dimainkan Cinta. Wanita itu tampak bahagia, tawanya sesekali meledak dan senyumnya tak sedikit pun memudar.

"Hei, Cinta?" Seorang pria menyapa, tatapannya dialihkan pada Hello yang tengah memegang boneka yang mereka dapat dari bermain.

Cinta membalas sapaan itu dengan senyuman manis. "Hai, Deo."

Pria itu kembali bersuara, "Dia pacar baru kamu?"

Cinta mengikuti arah pandang pria itu, wanita itu terkekeh kecil. "Gimana, cocok gak?" Cinta mengedipkan sebelah matanya pada Hello. Hello yang tak paham hanya diam saja, tak ingin menyahut apalagi membahas.

"Hm." Pria itu mendeham dan menganggukkan kepala. "Lumayan."

"Kamu sendiri ke sini sama siapa?" tanya Cinta balik.

Pria itu tampak mengedarkan pandangan, ia tersenyum dan menunjuk ke arah penjual baju. "Pacarku lagi beli baju. Oh iya, duluan ya. Jangan lupa undangannya." Ia menaik-turunkan alis, kemudian beranjak menjauh dari mereka.

Cinta membuang napas kasar. "Mentang-mentang punya pacar, belagu amat." Ia mengambil boneka dari tangan Hello secara tiba-tiba dan menggigitnya.

Hello yang melihat itu mengerutkan dahi. "Kesal sih kesal, tapi kenapa boneka yang jadi korban?" Hello menggelengkan kepala heran.

Cinta langsung menyadari dan membuang boneka itu. "Is, kenapa gak bilang kalau itu boneka!"

Mulut Hello terbuka sedikit, ia hendak mengeluarkan suara. Namun, entakan kaki Cinta membuat mulut itu kembali tertutup rapat. Sudahlah, wanita itu memang selalu begitu, aneh.

"Kita langsung pulang, nih?" tanya Hello saat sudah masuk mobil. Cinta yang duduk di sebelahnya hanya diam dengan tangan terus mengotak-atik ponsel.

"Hello? Ini mau ke mana lagi?" Hello menggerutu karena diabaikan.

Cinta mendongak sesaat, kemudian lanjut bermain ponsel. Suara Hello dianggap angin lalu, yang datang lalu pergi tanpa tersisa. Hello tentu jadi kesal, ia menggeram. Pria itu tersenyum kecil, menarik pedal gas mulai melajukan mobil. Karena Cinta tak kunjung melepas perhatian dari ponselnya, Hello melancarkan rencananya. Ia memberhentikan mobil secara tiba-tiba, sehingga kepala Cinta hampir mengenai dasboard mobil dan ponselnya jatuh.

"Gila, ya!?" pekik Cinta kemudian. Ia menatap Hello nyalang, seolah akan menerkam. Hello tak acuh, kembali menarik pedal gas dan melajukan mobil.

Cinta bersungut-sungut mencari ponselnya di bawah kursi. Setelah menemukannya, wanita itu mengusap-usap layarnya lembut. Sesekali ia berucap kalimat kasihan pada ponselnya. Hello memutar bola mata malas, lama ia bisa gila kalau sering bareng cewek itu.

Waktu terus berjalan, mereka pun tiba di rumah Pak Ilham sudah menjelang sore. Cinta turun terlebih dahulu dan meninggalkan Hello. Lagi, pria itu harus meredam emosi dibuatnya. Mau tak mau, Hello harus masuk ke rumah itu untuk mengembalikan kunci mobil. Saat masuk, keluarga Pak Ilham tengah bersantai di ruang tamu. Hello diajak duduk dan berbincang sebentar.

Say Hello, Cinta! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang