14.💚 Cemburu?

15 13 0
                                    

"Mencintai adalah kewajiban, dicintai kembali adalah bonus."
_____________________________________________________

"Wah, makan-makan, dong!" seru Amo pada Hello yang tengah memasang keramik. Asep dan beberapa kuli lain menoleh ke arah mereka, Amo cengengesan dan melemparkan senyum.

"Emang ada apaan?" tanya Jefri sembari memindahkan tangga.

Saat Amo hendak berbicara, Hello melotot tajam hingga pria itu mengalihkan pembicaraan. Ia memanggil Bi Inem yang muncul dengan baki berisi kopi. Amo berlari sedikit cepat, mengambil alih baki dan mengucapkan terima kasih. Setelah Bi Inem pergi, Amo membawanya pada teman-temannya dan segera menuangkan.

Mereka berkumpul, menerima porsi masing-masing.

"Amo, cerita ko tadi apa, sih? Makan-makan, siapa yang kasih? Makan gratis atau bayar?" Jefri ternyata masih penasaran.

"Anu, em, kita nanti makan-makan bar-"

"Bareng saya." Sebuah suara berat membuat mereka semua menoleh dan serentak berdiri.

"Bos?"

Pak Ilham terkekeh dan mendekat. Ia menatap seluruh bangunan yang hampir selesai. "Bentar lagi ruko ini akan selesai, jadi malam ini kita makan bareng. Nanti restorannya saya yang atur."

Semua saling memandang. Pak Ilham lagi-lagi terkekeh-kekeh. "Tenang aja, saya yang traktir! Kalau ada pacarnya diajak sekalian. Biar tambah rame." Pak Ilham melirik Hello sekilas yang juga menatapnya. Pria itu langsung membuang pandangan dan menggaruk kepala.

Setelah Pak Ilham pergi mereka memuji Amo yang mendapat info terlebih dahulu. Mereka saling bercengkrama karena senang akan makan gratis. Berbeda dengan Hello yang memilih menjauh, ia duduk di gundukan kerikil di dekat gubuk kecil. Tangannya mengambil beberapa kerikil dan melemparkan ke arah asal.

"Apa aku kasih tahu mereka aja, ya?" Hello berbicara pada dirinya sendiri. Tadi ia sempat cerita pada Amo, tetapi belum pada lainnya. Hello merasa tak enak, apalagi saat tatapan Asep hari ini cukup aneh padanya.

"Mas Hello, kenapa?"

Hello tak langsung menoleh, ia kenal suara itu. Suara langkah mendekat, seseorang duduk di belakangnya. Terdengar tarikan napas berat dan sandaran di punggungnya.

"Mas Hello tahu ndak? Aku kadang mikir, Mas Hello itu jadi Mas aku beneran. Yang selalu ada buat aku." Mendengar kalimat itu, Hello tak bereaksi. Diam, membiarkan Asep menikmati suasana itu.

"Tapi, kadang aku juga merasa Mas Hello itu saingan terberat yang ndak bisa kuungguli." Kalimat kali ini membuat Hello tak diam. Dia menggeser diri, hingga mau tak mau Asep pun harus menegakkan badan.

"Ngomong apa kamu?" tanya Hello dengan alis yang bertautan.

Asep menggelengkan kepala dan tersenyum lebar. Ia tak berdiri dan berteriak, "Neng Cinta, sini!"

Hello turut menatap ke arah yang dilihat Asep. Benar, Cinta datang dengan sebuah ember kecil di tangannya. Wanita itu membalas dengan senyuman manis. Hello berdiri, menepuk-nepuk pantatnya dan kembali ke dalam bangunan.

Asep berdecak kesal. "Masih malu-malu, toh? Dikiranya aku ndak tahu opo?"

"Lah, kenapa langsung pergi pas Cinta datang?" Cinta meletakkan ember kecilnya dan berniat mengejar Hello. Namun, pergelangan tangannya dicekal oleh Asep. Wanita itu mengerutkan dahi.

"Kenapa, Sep?"

"Ndak usah dikejar, nanti dia malu. Sekarang aku mau tagih janji kamu, mana?" Asep menyodorkan tangan.

Say Hello, Cinta! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang