16. 💚 Runyam

13 12 0
                                    

"Namanya juga perasaan, kalau tidak diluapkan, ya dilupakan."
_________________________________

Pagi-pagi sekali, Cinta terbangun karena merasa berat pada kakinya. Ia mendengkus saat melihat Sayna telentang dengan kaki menindih kaki Cinta. Wanita itu menyentak secara paksa dan segera turun dari ranjang.

Dengan tarikan napas panjang, Cinta melangkah keluar kamar. "Rese banget, sih."

"Siapa yang rese?" Sebuah suara serak membuat Cinta terlonjak kaget. Seorang pria tengah mengambil minuman dari kulkas.

"Om?" Cinta memutar bola mata malas.

"Tumben bangun cepat, biasanya jam enam baru bangkit." Pak Ilham meliriknya sekilas, lalu meneguk minuman yang tadi diambil.

"Itu si Say ...." Cinta langsung menutup mulut rapat, tak mungkin ia membahas kekesalannya pada mantan Hello itu.

"Kenapa dengan dia? Gak bisa tidur?" tanya Pak Ilham menaikkan alis.

"Cinta yang kesusahan, Om. Cinta!" pekik Cinta dalam hati.

"Iya, Om. Mungkin karena pertama kali di sini." Akhirnya Cinta mengeluarkan kalimat yang ia sendiri tak sadar akan berdampak apa. Wanita itu melenggang pergi, kembali ke kamar.

Sesampainya di kamar, Cinta menghidupkan laptop dan memutar musik sambil mengetik beberapa paragraf pada word. Tak tahu pasti apa yang ditulis, mungkin semacam curhatan hati.

"Kamu udah bangun?"

Suara Sayna terdengar pelan, Cinta mendengar, tetapi tak menghiraukan. Ia tetap melanjutkan aktivitasnya.

"Aku boleh pinjam anduk kamu? Aku mau mandi, terus pergi sama Hello nyari tempat tinggal."

Jari Cinta seketika terhenti, diputarnya kepalanya untuk melihat Sayna. "Oh." Lalu ia kembali menatap layar laptop.

"Boleh nggak?"

"Pake aja." Cinta berucap tanpa berekspresi. Sayna bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Cinta menyadarkan badannya di punggung kursi dan mengusap wajah kasar.

Sejak munculnya Sayna, Cinta seolah tak ada artinya bagi Hello. Wanita itu memejamkan mata dan membuang napas kasar. Saat bersamaan, dering ponsel berbunyi. Bukan ponsel Cinta, tetapi ponsel Sayna yang terletak di tempat tidur.

Cinta melirik ke arah kamar mandi, dengan gerakan hati-hati ia mengambil benda pipih itu dan melihat nama penelepon. "Hello." Cinta terdiam sesaat, tetapi ia penasaran. Jarinya menggeser tanda hijau dan menempelkan benda itu ke telinga kirinya.

"Halo, Say. Kamu siap-siap, ya, bentar lagi aku jemput. Dadah, Say ... ang!" Kata terakhir cukup keras.

Tut ... tut ...

Panggilan diputuskan. Tangan Cinta bergetar, dadanya bergemuruh hebat. Diletakkan ponsel itu perlahan. Tak lama kemudian, Sayna kembali dengan balutan kain merah muda milik Cinta. Wanita itu tampak sangat ceria, senyumnya melebar.

***

Kini Hello tengah berdiri di depan pintu bos-nya. Ia mengenakan kaos oblong putih dan celana jeans hitam. Di tangannya terdapat sebuah bingkisan berwarna merah muda. Setelah mengetuk pintu dan mengucap salam, terdengar langkah kaki dan suara membuka pintu.

Hello tersenyum, menyapa Bi Inem. Hello duduk di sofa setelah dipersilakan. "Bi, Sayna udah siap?"

Bi Inem mengerutkan dahi. "Mas Hello teh nyari Neng Sayna?"

Say Hello, Cinta! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang