15.💚 Sayna

11 12 0
                                    

"Hal sulit yang kadang harus dilakukan ketika jatuh cinta adalah merelakannya jatuh pada orang lain."
_______________________________________________________

Sebentar lagi proyek yang tengah ditangani Hello dan teman-temannya akan selesai. Tinggal mewarnai tembok dan menambah pernak-pernik di depan. Pak Ilham kerap kali melontarkan kebahagiaan karena bangunan itu sangat sesuai dengan impiannya.

"Menakjubkan!" Pak Ilham menatap bangunan itu.

"Huum. Sangat-sangat kece." Cinta menambahkan, ia menyunggingkan senyum manis.

"Oh iya." Pak Ilham menghadap Cinta, seakan baru teringat sesuatu. "Gimana kalau hari Minggu kita semua pergi jalan-jalan ke pantai. Kita nginap di sana."

Cinta kegirangan, ia hampir meloncat. "Setuju banget, Om!"

Pak Ilham terkekeh, lalu mendekati para kulinya. Tampaknya di antara mereka tak ada yang menolak, semua kegirangan. Sudah lama mereka tak jalan-jalan, jauh dari tempat kerja.

Hello tersenyum tipis saat Cinta menatapnya. Keduanya sama-sama bahagia, ini akan menjadi pertama kali mereka jalan-jalan. Ya, meski bukan berdua, setidaknya itu menjadi jalur bahagia mereka.

"Kayaknya lagi seneng, nih." Bi Inem menghampiri dengan membawa ceret berisi kopi dan beberapa gelas. Para kuli serentak berkumpul untuk istirahat. Wanita itu mengisi masing-masing gelas dan menyodorkannya. Kopi Bi Inem selalu jadi penguat di kelelahan mereka.

"Oh iya, tadi ada perempuan datang ke rumah. Katanya nyari Mas Hello."

Hello yang baru menyeruput kopi tersedak, air hitam muncrat ke wajah Jefri. Namun, bukan itu masalahnya. Ia kaget ada perempuan yang mencarinya, sejauh kota Jakarta ia belum pernah dekat dengan wanita lain, selain Cinta.

Lirikan Hello beralih pada Cinta, gadis itu pun tampak penasaran. Menatap Bi Inem dengan alis tertaut.

"Ah, Bibi ada-ada aja. Mana mungkin ada perempuan yang nyari aku. Keluar juga jarang." Hello menepis.

"Bener, Mas. Katanya dia sekampung sama Mas. Siapa ya namanya, Sa-Sa ... ah iya, Sayna." Bi Inem berucap tegas, para kuli sontak menoleh padanya. Semua terdiam, bahkan Jefri yang tengah mengusap wajah dengan kesal pun menghentikan gerakannya.

Beberapa menit setelah itu, Bi Inem yang keheranan menatap semua. Ia tak tahu apa yang terjadi, semua tampak tegang. "Bibi salah, ya?"

Hello tersentak dan menggelengkan kepala. "Nggak, Bi. Di mana dia?" Hello bangkit, mendahului langkah Bi Inem menuju rumah Pak Ilham. Semua bergerak, ada yang mengikuti Hello dan ada yang ke tempat lain.

Pak Ilham berdiri di tempat, menatap keponakannya yang tak bergerak. Perlahan didekati dan diusap bahunya. "Ayo, kita lihat."

Cinta menoleh dan mulai menggerakkan kakinya untuk berdiri. Langkah Cinta lesu, seolah tak ada lagi harapan hidup. Pak Ilham yang ada di sampingnya pun mendeham.

"Apa ini? Apa kamu cemburu karena Mantan Hello datang?"

Pertanyaan Pak Ilham membuat Cinta berhenti melangkah dan menoleh. "Nggak. Siapa yang cemburu? Lagian mantannya itu kan udah nikah, gak mungkin ganggu Hello lagi." Cinta berucap percaya diri dan mempercepat langkahnya.

Cinta tak bisa berkata-kata saat tiba di pintu gerbang. Mata panas, dadanya pun sesak. Kakinya berhenti melangkah. Di depan pintu itu, dua orang tengah berpelukan. Entah karena keinginan keduanya atau salah satu saja, Cinta tak tahu. Yang ia rasa hanya sakit.

"Ayo." Pak Ilham menepuk bahu Cinta dan menarik tangannya. Gadis itu pun turut melangkah.

Semakin dekat, terdengar isakan dari wanita yang memeluk Hello. Cinta menarik napas, lalu mengembuskannya secara perlahan.

Say Hello, Cinta! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang