Part 5

917 100 55
                                    


Sesampainya mereka di Wisma Walangsungsang dengan segera Walangsungsang dan Rara Santang membaringkan Sang adik dengan perlahan..

"Baiklah Rayi.. Istirahat lah kembali.. Kami akan menemui Ayahanda dan Ibunda.. Karena tadi kami belum sempat menyapanya.. " Ujar Walangsungsang setelah membaringkan Sang adik..

"Benar.. Kami akan meminta paman maung bodas untuk menemani mu Rayi. " Sambung Rara Santang..

Kian Santang mendengar nya hanya mengangguk kan kepala nya.. Sebelum memejamkan mata nya kembali.. Namun bukan untuk tertidur

Melihat itu Walangsungsang dan Rara Santang saling pandang sebelum melangkah keluar..

Di depan pintu Wisma sudah ada Paman maung yang menunggu nya..

"Paman.. Kami titip Rayi Kian Santang sebentar.."
Ujar Walangsungsang

"Sendika Raden. " Jawab nya lugas

Walangsungsang dan Rara Santang pun berpamitan dan melanjutkan langkahnya untuk menemui kedua orang tua mereka..

Sedangkan di dalam Wisma..
Kian Santang membuka mata nya dan memandang kosong langit-langit kamar Sang Raka..

Diri nya masih ingat saat mengabaikan Sang bunda.. Dan tak menatap wajah nya..
Itu termasuk hal yang tidak sopan untuk seorang anak kepada ibu yang sudah melahirkan nya..

Namun mengingat perkataan Sang bunda yang menyakitkan membuat nya harus berfikir ulang kembali apakah sikap nya benar atau tidak pada Sang bunda..

Tapi tidak sepenuhnya salah Sang Bunda.. Dirinya tau ibu mana yang tidak khawatir terhadap anak-anak nya yang berada dalam bahaya.. Dan Bunda tanpa sengaja mengatakan hal-hal yang menyakitkan seperti tadi..
Jadi Kian Santang tidak bisa untuk marah Sang Bunda apalagi dengan membenci nya

Mungkin dirinya harus meminta maaf pada Sang Bunda..

Lamunan Kian Santang terputus saat mendengar ketukan dari pintu dan seruan kecil dari luar..
Diri nya tau suara siapa itu jadi lebih untuk diam..

Sementara itu pelaku ketukan dan seruan itu tidak mendengar jawaban dari Sang empunya.. Lebih baik masuk dengan perlahan..

"Raden." Ujarnya pelan..

Saat melihat Sang junjungan kecil nya hanya diam.. Paman maung berinisiatif untuk menghampiri nya..

Dan duduk di kursi samping tempat tidur megah itu..

Kian Santang masih terdiam dengan manik coklatnya yang memandang kosong langit-langit kamar..

"Raden Kian Santang yang Paman Kenal..Seorang kesatria yang tidak pernah putus asa.. Dan pantang menyerah..
Namun apa sekarang Raden terlihat sangat putus asa dan mudah menyerah.."

"Itu bukan lah sifat Raden Kian Santang. " Lanjut nya..

Mendengar itu Kian Santang mengalihkan pandangannya pada Sang paman.. ?melihat itu paman maung tersenyum tipis karena berhasil mengambil alih atensi dari Junjungannya..

"Apa maksud paman.? "

"Paman tau apa yang Raden fikir kan.. Tapi jika Raden ingin menyelesaikan nya bukan dengan cara yang seperti ini.." Ujarnya pelan-pelan

Kian Santang masih terdiam namun masih mendengar kan.. Melihat Raden Kian Santang terdiam diri nya melanjutkan

"Paman tau semuanya.. Bahkan paman sendiri yang pertama kali menemukan mu Raden.. Dan paman masih ingat betul dulu..perasaan paman saat melihat Raden dengan kondisi seperti itu tidak berbeda jauh dengan Gusti Ratu Subang larang.. Ibunda Raden.. "

Pewaris Tahta PadjajaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang